Mohon tunggu...
Melia Putri Purnama Sari
Melia Putri Purnama Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sistem Pembagian Warisan Menurut Burgerlijk Wetboek dan Faraidl Dilengkapi Contoh Penghitungannya

29 Oktober 2023   18:59 Diperbarui: 29 Oktober 2023   20:12 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Persoalan waris mungkin sudah tidak asing didengar, karena kerap kali menjadi topik hangat untuk diperbincangkan pada setiap keluarga. Apalagi di Indonesia yang memiliki beragam suku, budaya dan agama sebagaimana semboyan "Bhineka Tunggal Ika", mengakibatkan persoalan pembagian waris ini dapat dilihat dari berbagai kerangka hukum. Sehubungan dengan itu, saat ini terdapat 3 sistem pembagian waris yang berlaku di Indonesia, meliputi Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata), Hukum Islam, dan Hukum Adat.

Dari ketiga sistem pembagian waris tersebut, yang membedakannya dapat kita ketahui pertama untuk yang beragama Islam, maka dilakukan pembagian waris menggunakan ajaran hukum islam atau yang sering disebut sebagai ilmu faraidh. Kedua, bagi yang beragama non muslim seperti halnya yang menganut agama Hindu, Budha, Kristen, dan sebagainya, dapat menggunakan ketentuan pembagian waris berdasarkan BW atau KUHPerdata. Sementara, ketiga yaitu ketentuan waris yang berdasarkan hukum adat atau dapat dikenal hukum waris adat ini diperuntukkan bagi masyarakat Indonesia yang memiliki budaya atau suku adat dan kepercayaan pada leluhurnya sangat kental, dengan kata lain pada umumnya hukum waris adat terdapat pada setiap Masyarakat Hukum Adat. Oleh karena itu, dapat kita pahami bahwa persoalan waris ini tidak serta merta langsung saja untuk di bagikan, tetapi harus sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku di mana didasarkan pada sistem pembagian yang mereka ambil.

Untuk selanjutnya, pembahasan kali ini hanya akan menjelaskan lebih lanjut mengenai hukum waris berdasarkan BW dan Hukum Islam saja.

Hukum Waris Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata)

Umumya yang kita ketahui mengenai Hukum waris pasti berkaitan dengan harta kekayaan yang dibagikan kepada ahli waris. Sementara itu, menurut pakar hukum yaitu Pitlo mengemukakan hukum waris adalah suatu rangkaian dari berbagai ketentuan yang berhubungan dengan meninggalnya seseorang, serta macam-macam akibat dalam kebendaan yang diatur, yaitu akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seseorang yang meninggal, kepada ahli waris baik di dalam hubungan antara mereka sendiri maupun dengan pihak ketiga.

Kemudian, terdapat ciri-ciri dari adanya sejumlah warisan yang dapat kita ketahui dari beberapa unsur waris berikut:

  • Ada subjek hukum waris yaitu : pewaris, ahli waris, dan orang yang ditunjuk berdasarkan wasiat.
  • Peristiwa hukum yaitu : meninggalnya pewaris
  • Hubungan hukum waris yaitu : hak dan kewajiban ahli waris
  • Objek hukum waris yaitu : harta warisan atau peninggalan

Dari unsur-unsur di atas mengantarkan kita kepada pertanyaan apa yang menjadi dasar hukum dari persoalan tersebut dan untuk siapa sajakah yang berhak menerima warisan itu?

Ketentuan Hukum waris sejatinya telah diatur dalam buku II KUHPerdata yang kemudian menjadi legalitas dari pengaturan pembagian waris. Di dalam KUHPerdata warisan dapat diperoleh karena 2 cara, yaitu: ahli waris menurut undang-undang (Ab Intestato) dan ahli waris yang ditunjuk oleh keterangan wasiat (testamenter). Kedua hal tersebut telah menunjukkan bahwa merekalah yang berhak mendapatkan warisan atau ahli waris yang sah.

Adapun 4 (Empat) Golongan Ahli Waris Menurut Undang-undang (Ab Intestato)  menurut Pasal 832 ayat (1) KUHPerdata, terdapat 4 golongan yang terdiri dari:

  • Golongan I    : Anak-anak beserta turunan dalam garis ke bawah dan isteri, termasuk isteri kedua. (Pasal 852 juncto Pasal 852a BW)
  • Golongan II   : Orang tua dan saudara sekandung, seayah, seibu. (Pasal 854 juncto Pasal 857 BW)
  • Golongan III : Nenek, kakek/leluhur/ keluarga dalam garis lurus ke atas. (Pasal 853 BW)
  • Golongan IV : Keluarga sedarah ke samping hingga tingkat keenam. Mereka ini ialah saudara sepupu baik dari pihak ayah ataupun ibu. (Pasal 861 juncto Pasal 858 BW)

Keempat golongan di atas dapat mewaris karena kedudukan sendiri (Uiteigen hoofed) serta bisa juga karena penggantian tempat (Bij Plaatsvervulling). Keempat golongan ini pun dapat mewaris berdasarkan asas perderajatan, artinya keluarga yang lebih dekat menutup peluang keluarga yang lebih jauh. Akan tetapi terdapat pengecualian yaitu apabila golongan III dan golongan IV bersama-sama menjadi ahli waris sehingga dapat terjadi pembagiannya pada keluarga yang lebih jauh.

Di samping itu, warisan juga bisa dimiliki oleh negara apabila timbul persoalan keempat golongan ahli waris ab intestato ini tidak terdapat ahli waris yang mengakibatkan harta warisan tersebut akan jatuh ke tangan negara sebagai pemilik warisan bukan sebagai ahli waris. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 832 ayat (2) juncto Pasal 520 KUHPerdata. Namun, fenomena demikian naasnya sangat tidak mungkin terjadi karena pasti akan selalu ada ahli waris lain jika tidak terdapat wahli waris utama. Lebi jauh persoalan ini memang jarang ditemukan.

Pembagian harta warisan 

Cara pembagian harta warisan untuk golongan I dilakukan menurut Pasal 852 dan Pasal 852a KUHPerdata.

Contoh Kasus :                        

Tuan Tambusai merupakan suami dari Ibu Andini Sungkar yang telah meninggal dunia pada Februari lalu. Semasa hidupnya, Tuan Tambusai merupakan seorang pengusaha property dan Ibu Andini seorang praktisi hukum. Selama pernikahan mereka memperoleh harta bersama sebesar 1.200.000.000,00. Tuan Tambusai meninggalkan 2 orang anak perempuan yang bernama Devi Novitambusai, dan Ersa Navaretambusai, Lantas bagaimana cara membagikan harta warisan milik Tuan Tambusai yang telah tercampur dengan harta bersama?

Perhitungannya :

x 1.200.000.000,00 = 600.000.000,00

(Harta bersama dibagi dua, jadi baik Tuan Tambusai maupun Ibu Andini Sungkar masing-masing memperoleh hartanya sebesar 600 juta rupiah). Sehingga harta warisan yang akan di bagikan ialah sebesar 600 juta rupiah milik mendiang Tuan Tambusai.

1/3 x 600.000.000,00 = 200.000.000,00

Kenapa dibagi menjadi 1/3? Karena ahli warisnya ada 3 orang yaitu Isteri dan 2 orang anak perempuan. Ketiganya mendapatkan warisan dengan sama pembagiannya. Hal tersebut berdasarkan Pasal 852 KUHPerdata, yang menegaskan bahwa: "seorang anak memperoleh bagian yang sama dengan ayah atau ibunya yang masih hidup paling lama dari harta warisannya".

Maka dari itu, masing-masing warisan yang didapatkannya sebesar :

Ibu Andini mendapatkan 800 juta rupiah (hasil dari harta bersama yang dibagi dua 600 juta + 200 juta dari warisan yang didapatkan = 800 juta rupiah )

Sedangkan kedua anak perempuannya masing-masing memperoleh warisan sebesar 200 juta rupiah.

Ahli Waris yang tidak layak mendapatkan Warisan

Setelah melihat contoh dari pembagian warisan golongan I, muncul pertanyaan baru yaitu apakah terdapat ahli waris yang tidak layak mendapatkan warisan?

Untuk menjawab hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 838 KUHPerdata, yang menunjukkan bahwa seseorang itu adalah :

  • Ahli waris yang dihukum karena membunuh/mencoba membunuh pewaris;
  • Ahli waris yang telah menggelapkan harta pewaris;
  • Ahli waris yang memusnahkan/memalsukan surat wasiat;
  • Ahli waris yang menggunakan kekerasan/ancaman kekerasan menghalangi pewaris untuk membuat surat wasiat;
  • Karena jabatan/pekerjaan/hubungan dengan pewaris tidak boleh menerima keuntungan wasiat. Orang tersebut adalah Notaris, saksi, pendeta, dokter yang merawat pewaris.

Pembagian Waris Untuk Anak di luar Kawin 

Sementara itu, pembagian warisa untuk anak luar kawin akan mendapat bagian 1/3 (bagian anak sah) apabila mewaris bersama dengan golongan I. 1/2  (bagian anak sah) apabila mewaris bersama dengan golongan II. Adapun yang menjadi dasar hukum yang menerangkan anak luar kawin diakui bisa mendapatkan bagiannya, dapat dilihat pada Pasal 863 KUHPerdata).

Pergantian Tempat dalam Hukum Waris

Jika terdapat ahli waris yang seharusnya mendapatkan warisan, namun ternyata sudah meninggal, maka timbul persoalan bahwa kepada siapakah warisan tersebut akan jatuh?

Untuk menjawab hal tersebut, akan diuraikan lebih lanjut mengenai pergantian tempat dalam hukum waris, atau disebut sebagai Bij Plaatsvervulling. Menurut undang-undang ada 3 macam pergantian tempat, yaitu :

  • Penggantian tempat dalam garis ke bawah, bila anak meninggal duluan dari pewaris, maka penggantinya adalah cucu nya.
  • Penggantian tempat dalam garis ke samping, bila ahli warisnya saudara akan tetapi meninggal lebih dulu dari pewaris, maka yang akan menggantikan adalah anak saudaranya tersebut.
  • Penggantian tempat dalam garis ke samping yang lebih jauh, paman/keponakan yang meninggal lebih dahulu dapat digantikan oleh anak-anaknya.

Warisan Bukan Untuk Ahli Waris Melalui Surat Wasiat

Apabila ditemukan kasus pewaris meninggalkan hartanya bukan hanya untuk ahli waris dalam BW mengatur persoalan tersebut disampaikan melalui wasiat yang disebut sebagai Testamenter. Adapun Isi dari surat wasiat biasanya terdiri dari :

  • Erfstelling yaitu penunjukan seseorang atau beberapa orang menjadi ahli waris.
  • Legaat, pemberian sesuatu kepada seseorang seperti : satu atau beberapa benda tertentu, seluruh benda, hak menikmati hasil, hak lain terhadap harta.

Selain itu, terdapat macam-macam wasiat, antara lain :

  • Openbaar testament, dibuat oleh seorang Notaris dihadiri 2 saksi.
  • Olographis testament, ditulis sendiri oleh pewaris dan di simpan di Notaris diserati 2 orang saksi.
  • Testamen rahasia, dibuat ditulis sendiri/ oleh orang lain, harus disegel dan di simpan di Notaris serta dihadiri oleh 4 orang saksi.

Syarat ketentuan untuk bisa membuat wasiat ini, minimal seseorang sudah berusia 18 tahun, dewasa, sehat jasmani dan rohani. Pembuat wasiat atau testamen ini dapat dicabut kembali oleh si pembuatnya.

Berbagai kerangka hukum pembagian waris berdasarkan BW atau KUHPerdata di atas didasari atas dua asas yaitu:

  • Asas Materialis, artinya pada asas ini yang dapat diwariskan ialah hanya hak dan kewajiban dalam harta kekayaan atau yang dapat dinilai dengan uang, sehingga sudah jelas, pembagian warisan itu harus termasuk harta benda yang bisa dinominalkan dengan uang.
  • Asas le mort saisit levif, artinya asas ini menjelaskan bahwa apabila seseorang telah meninggal dunia, maka seketika hak dan kewajibannya beralih tanggung jawab kepada ahli waris nya. Hal demikian dilandasi dengan adanya ketentuan Pasal 864 KUHPerdata yaitu ahli waris berhak menuntut hak nya.

Hukum Waris Islam (Faraidh)

Hukum waris islam (faraidh) adalah ilmu tentang waris-mewarisi yang digunakan oleh masyarakat yang beragama islam. Sumber utama hukum waris islam ini berasal dari Al-quran, Hadits, dan Ijtihad. Dalam perkembangan hukum islam ini terkodifikasi di Indonesia kedalam sebuah aturan yang disebut sebagai Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Adapun yang dimaksud dari faraidh adalah masalah pembagian harta waris. Faraidh berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk jama dari al faridhah dan berarti al-mafrudhah yaitu sesuatu yang diwajibkan. faraidh ini pun memiliki arti pembagian yang telah ditentukan kadarnya.

Di dalam KHI, persoalan fraidh diatur dalam Pasal 171 (a) yang menjelaskan bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

Sementara itu, menurut pendapat akademisi hukum Bambang Daru Nugroho, terdapat asas kewarisan dalam islam yang dapat dikaji dari keseluruhan ayat-ayat Al-Quran, meliputi:

  • Asas Ijbari artinya, terdapat pemindahan harta pewaris kepada ahli waris berlaku dengan sendirinya secara "ijbari", yaitu ahli waris langsung menerima kenyataan beralihnya harta pewaris kepadanya berdasarkan dengan jumlah yang telah ditentukan. Hal ini dapat dilihat dari segi peralihan harta (QS. An-Nisaa ayat 7), segi jumlah pembagian (QS. An-Nisaa ayat 11), serta segi kepada siapa harta itu beralih (QS. An-Nisaa ayat 176).
  • Asas Bilateral, di dalam asas ini menjelaskan bahwa seseorang menerima warisan dari kedua belah pihak kerabat laki-laki maupun perempuan. (QS. An-Nisaa ayat 7)
  • Asas Individual, menjelaskan bahwa dalam sistem hukum waris islam ini harta peninggalan yang ditinggal mati oleh pewaris dibagikan secara langsung kepada pribadi masing-masing. (QS. An-Nisaa ayat 7)
  • Asas Keadilan Berimbang, menjelaskan bahwa semua yang berhubungan dengan keperdataan berasas adil dan seimbang dalam hak dan kewajiban baik itu persoalan untung ataupun rugi. Selain itu, secara sadar dapat dikatakan bahwa laki-laki ataupun perempuan keduanya memiliki hak yang sama untuk menjadi ahli waris terhadap harta peninggalan yang ditinggal oleh pewaris.
  • Asas Kewarisan Semata Akibat Kematian yang artinya, terdapat peralihan harta peninggalan seseorang kepada orang lain atau yang disebut sebagai "Warisan", hal ini beralaku apabila pewaris telah dinyatakan meninggal dunia.

Dari kelima asas di atas mengantarkan kita kepada persoalan siapa sajakan yang termasuk golongan ahli waris menurut hukum waris islam. Menurut ketentuan hukum islam, orang-orang yang menjadi ahli waris dapat dilihat dari nasab/keturunan dari ikatan perkawinan yang sah. Secara keseluruhan terdapat 25 orang ahli waris yang terdiri dari 15 orang ahli waris laki-laki dan 10 orang ahli waris perempuan.

15 orang ahli waris laki-laki, diantaranya: Bapak, kakek dari bapak, paman sekandung, paman sebapak dari pihak bapak, anak paman sekandung dari pihak bapak, anak paman sebapak dari pihak bapak, saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki sebapak, saudara laki-laki seibu, anak saudara laki-laki sekandung, anak saudara laki-laki sebapak, anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, suami, dan laki-laki yang memerdekakan.

10 orang ahli waris perempuan diantaranya: Ibu, nenek dari pihak ibu, nenek dari pihak bapak, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan sebapak, saudara perempuan seibu, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, isteri, dan perempuan yang memerdekakan.

Dari kedua puluh lima ahli waris tersebut dapat dibagi kembali menjadi tiga golongan ahli waris yaitu dzawil furudl, ashobah, dan hijb.

Perbedaan dari golongan tersebut dapat dipahami pertama, Dzawil furudl yang merupakan ahli waris yang sudah tentu bagiannya, seperti ,1/3, 2/3, 1/6, 1/8. Bagian-bagian yang sudah di tentukan tersebut di namakan sebagai Furudul Muqaddarah. Apabila dalam ketentuan waris BW, furudul muqaddarah ini sama seperti ahli waris ab intestato.

Kedua, Ashobah yang artinya sebagai pembela, penolong, pelindung. Namun, maksud dari ashobah ini ialah menunjukan pada ahli waris yang belum tentu bagiannya. Terkadang mereka bisa pula mendapat seluruh warisannya jika tidak ada ahli waris yang lain, tetapi terkadang pula mendapat sisa dari dzawil furudl, bahkan bisa saja kehabisan jika setelah dibagikan hingga tidak ada sisanya. 

Ashobah terdiri dari dua macam yaitu, ashobah sababiyah dan ashobah nasabiyah. Ashobah sababiyah (terdiri dari ashobah bi nafsih, ashobah bi ghoirihi dan ashobah ma'a ghoririhi) ialah ahli waris yang menjadi ashobah karena memerdekakan yang mati dari perhambaan. Sedangkan Ashobah nasabiyah adalah ahli waris yang menjadi ashobah karena ada hubungan keturunan dengan yang mati. Secara sederhana ashobah itu sama dengan sisa harta yang telah di bagikan kepada dzawil furudl.

Ketiga, Hijb diartikan sebagai halangan. Artinya, terdapat ahli waris yang bagiannya menjadi berkurang atau sama sekali tidak mendapatkan bagian karena terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat hubungan keturunannya dengan pewaris. Ahli waris yang menghalangi ahli waris yang lain disebut sebagai hijb sedangkan ahli waris yang terhalang disebut mahjub. Hijb terbagi dua macam, yaitu :

  • Hijb nuqshan ialah ahli waris yang kurang bagiannya.
  • Hijb hirman ialah ahli waris yang sama sekali tidak mendapat bagian.

Sementara itu, ahli waris yang terkena hijb nuqshan dan tidak terkena hijb hirman adalah anak laki-laki, anak perempuan, suami, isteri, bapak, dan ibu.

Contoh Kasus Pembagian Waris

Tuan Messi dan Nyonya Siska adalah pasangan suami isteri yang memiliki 2 orang anak laki-laki serta 2 orang anak perempuan. Dua orang anak laki-laki bernama Fajar dan Reyhan, sedangkan dua orang anak perempuannya berenama Rahma dan Dina. Tuan messi merupakan seorang pengusaha ukiran di Jepara, yaitu CV. Teratu Jaya Abadi. Tuan messi merupakan sosok yang dikenal dermawan oleh kerabatnya. Pada tahun 2021 yang lalu, Tuan Messi meninggal dunia karena terkena virus Covid-19. Beliau meninggalkan harta kekayaan sebesar 2 Miliar. Tuan Messi dimakamkan di Pemakaman Taman Raya Agung, keluarganya menghabiskan 20.000.000,00 untuk pengurusan jenazah. Biaya tersebut ditanggung terlebih dahulu oleh rekan kerja nya yaitu Tuan Ramos.

Pada saat harta kekayaan tersebut akan dibagikan, ternyata Tuan Messi memiliki hutang sebanyak 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) kepada Bank CIMB. Menurut anggota perusahaannya, alasan Tuan Messi meminjam uang kepada Bank CIMB yaitu untuk membayar karyawannya, karena selama 1 tahun perusahaannya telah mengalami penurunan omset, hingga hampir terkena pailit. Selain itu, Tuan Messi membuatkan wasiat yang dibuat di hadapan Notaris Melia Putri, S.H.,M.Kn. Isi dari wasiat nya berisikan untuk memberikan sebagian hartanya kepada anak angkat yang bernama Dila Annisa sebesar 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Lantas berapakah masing-masing warisan yang akan didiapatkan oleh ahli waris nya?

Perhitungannya :

Pewaris = Tuan Messi (Suami)

Ahli waris = Nyonya Siska (Isteri), 2 Anak Laki-laki (Fajar dan Reyhan), 2 Anak Perempuan (Rahma dan Dina)

Harta yang ditinggalkan = 2.000.000.000,00

Hutang = 250.000.000,00

Pengurusan Jenazah = 20.000.000,00

Wasiat = 100.000.000,00

Pembagiannya :

2.000.000.000 -- 250.000.000 = 1.750.000.000 (Harta Kekayaan dikurangi hutang)

1.750.000.000 -- 120.000.000 ( Pengurusan Jenazah dikurangi Wasiat)

                                          Sisa Harta nya = 1.630.000.000,00

Setelah hutang, biaya pengurusan jenazah, dan wasiat dibagikan, maka selanjutnya pembagian warisan kepada ahli waris. Mengapa harus didahulukan? Karena supaya tidak mengganggu pembagian kepada ahli waris.

(Isteri) = 1/8 x 1.630.000.000,00 = 203.750.000,00

(2 anak laki-laki) = 2/6 x Rp 1.426.250.000 (hasil dari 1.630.000.000,00 -- 203.750.000,00) = Rp 475.416.667

(2 anak perempuan) = 1/6 x Rp 1.426.250.000 = Rp 237.708.333

Kesimpulan :

Jadi masing-masing memperoleh waris masing-masing sebesar :

Nyonya Siska      = Rp 203.750.000

Fajar                     = Rp 475.416.667

Reyhan                = Rp 475.416.667

Rahma                 = Rp 237.708.333

Dina                      = Rp 237.708.333

Catatan : Kenapa anak diberikan 2/6 dan 1/6? Karena angka 6 tersebut hasil dari perhitungan 2 anak laki-laki x 2 = 4 kenapa dikalikan dua? Karena pada dasarnya laki-laki mendapat 2 pembagiannya sedangkan anak perempuan 1. kemudian ditambah 2 orang anak perempuan, maka hasilnya 6. Pembagian waris terhadap anak ini dinamakan ashobah.

Dua Penyelesaian Menurut Waris Islam

Sejatinya menurut hukum waris islam terdapat dua penyelesaian yaitu dibagikan secara 'Aul dan Radd.

'Aul

Pengertian 'aul secara bahasa 'aul bermakna 'naik' atau 'meluap'. 'Aul bisa juga berarti 'bertambah' atau "menaikkan jumlah bagian ahli waris terhadap Asal Masalah ". Definisi 'aul menurut istilah Fuqaha yaitu bertambahnya jumlah bagian-bagian, disebabkan kurang pendapatan yang harus diterima oleh ahli waris, sehingga jumlah bagian semuannya berlebih dari asl al-masalah nya atau KPK.

Contoh Kasus di 'aul

Nyonya Andini merupakan seorang Dosen Fakultas Hukum di Universitas Indonesia, beliau menikah dengan seorang pengusaha property di Jakarta yang bernama Tuan Aldebaran. Keduanya tinggal di daerah Pondok Pelita, Jakarta Utara. Pernikahan mereka telah berlangsung selama 5 tahun, namun harus berakhir karena Nyonya Andini meninggal dunia. Dalam pernikahan Nyonya Andini dan Tuan Aldebaran, mereka sama sekali belum dikaruniakan anak, tetapi Nyonya Andini memiliki 2 saudara perempuan sekandung yang bernama Elsa dan Reyna. Selain itu, Nyonya Andini sudah tidak memiliki orang tua kandung dari usianya yang masih 10 tahun akibat kecelakaan pesawat. Nyonya Andini meninggalkan sejumlah harta sebesar 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah). Lantas berapakah masing-masing harta yang akan diperoleh oleh ahli waris?

Perhitungannya :

Pewaris = Nyonya Andini (Isteri)

Ahli Waris = Tuan Aldebaran (Suami), Elsa dan Reyna (2 saudara perempuan sekandung)

Harta yang ditinggalkan = 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah)

Masing-masing harta yang diperoleh :

(Suami) = x 6 = 3

(2 Saudara Perempuan Sekandung) = 2/3 x 6 = 4

Di 'aul kan menjadi 7, hasil dari 3 + 4 = 7

Lalu mengapa dibagi 6? Karena 6 merupakan bagian dari KPK nya. Jadi masing-masing harta yang akan di dapatkan adalah :

(Tuan Aldebaran) = 3/7 x 700.000.000,00 = 300.000.000,00

Sedangkan Elsa dan Reyna masing-masing akan mendapatkan warisan sebesar 200.000.000,00 hasil dari :

4/7 x 700.000.000,00 = 400.000.000,00

                                                      2                      = 200.000.000,00

Catatan : 3 dan 4 hasil pembagian awal dari hasil KPK, lalu dibagikan dengan hasil yang di 'aul kan yaitu 7.

Rad

Rad dalam bahasa Arab artinya kembali / kembalikan. Adapun rad menurut istilah ilmu faraidh ialah pengembalian sisa pembagian harta warisan kepada dzawil al-furud selain suami atau istri. Artinya, apabila dalam ahli waris tersebut tidak ada suami atau istri maka sisa pembagian tersebut ditambahkan (dikembalikan) kepada ahli waris dzawil al-furud dengan cara menjadikan asal masalah (AM) dengan jumlah bilangan pembilangnya (jumlah bagian masingmasing ahli waris). Rad merupakan kebalikan dari 'aul.

Contoh Kasus rad

Tuan Nino merupakan seorang karyawan dari salah satu perusahaan swasta yang ada di Depok. Tuan Nino telah menikah dengan seorang perempuan asal Kota Bandung yang bernama Nyonya Elsa. Dari hasil pernikahannya, mereka telah dikaruniakan seorang anak perempuan yang bernama Askara. Namun, pada saat melahirkan Askara, Nyonya Elsa meninggal dunia. Saat ini, Tuan Nino tinggal bersama dengan seorang ibu kandungnya yang bernama Ibu Sarah dan juga Askara. Di tahun 2021 yang lalu, Tuan Nino meninggal dunia akibat dari Covid-19 dan meninggalkan harta peninggalan sebesar 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Berapakah masing-masing warisan yang akan didapatkan oleh Ibu Sarah dan Askara?

Perhitungannya :

Pewaris = Tuan Nino (Suami Alm. Nyonya Elsa dan anak laki-laki Ibu Sarah)

Ahli waris = Ibu Sarah (Ibu Kandung) dan Askara (Anak Kandung Perempuan)

Harta yang di tinggalkan = 100.000.000,00

Masing-masing harta yang diperoleh :

(Anak Perempuan) =    : 6    = 3

(Ibu)                          =  1/6 : 6    = 1            +

                                                         4

     Kelebihan saham :                       2           +

                                                               6

Menurut perhitungan diatas pokok masalah nya adalah 6, setelah dibagikan ternyata kelebihan 2 saham, maka penyelesaian pokok masalahnya diperkecil menjadi 4.

Jadi pembagiannya, masing-masing akan mendapatkan harta sebesar :

(Askara)               = x  100.000.000,00        = 75.000.000,00

(Ibu Sarah)          = x 100.000.000,00         = 25.000.000,00

Jadi, Nona Askara mendapatkan harta warisan sebesar 75 juta rupiah, dan Ibu Sarah mendapatkan bagian warisannya sebanyak 25 juta rupiah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun