Semua siswa di kelasku satu per satu meninggalkan kelas. Menyisakan Ais, seperti biasanya kita selalu pulang bareng jika tidak ada kegiatan lain. Karena kami berdua mendapat giliran piket kelas maka Ais menghapus papan tulis, sedangkan aku merapikan meja dan kursi di kelas ini.
"Ais, di sekolah ini apakah ada seorang gadis yang memakai seragam lama dengan rok bawahan lipit."
Ais menghentikan pekerjaannya menghapus papan tulis.
"Ada apa?" tanya Ais ragu-ragu.
"Di sekolah ini apakah ada yang masih memakai seragam sekolah lama." Kuulang pertanyaanku lagi.
"Kamu ngomong apa sih, sekolah ini biarpun tidak sekeren Tokyo. Tapi tidak mungkin membiarkan kesenjangan di antara muridnya begitu saja."
"Aku penasaran saja."
"Mari kita tanyakan ke Nenek," bisik Ais lirih.
Ia kemudian menarik tanganku cepat-cepat meninggalkan kelas yang sebenarnya belum semua kurapikan.
Gemericik suara air di kolam ikan, udara yang sejuk membuatku betah berlama-lama di rumah Ais. Selain itu, cerita nenek Ais tentang kota dan sekolah ini mulai membuatku tertarik. "Mungkin aku bisa bebas bertanya tentang segala hal, khususnya tentang gadis dengan seragam lama itu kepada Nenek Ais," pikirku.
Setibanya di rumah Ais, aku disambut hangat oleh Neneknya. Benar kata ibu kota ini memang penuh dengan keramahan. Pertama Arin, Ais, dan sekarang Neneknya. Meskipun baru pertama kali berkunjung, tetapi keramahannya sudah seperti mengenalku lama.