"Apa, apa maksudmu?"
"Aku mohon jangan pergi!" pinta Arin. "Mainkan lagu kita."
Gadis itu berlari mengambil gitarnya, jari-jemarinya mulai memetik senar gitar kembali. "Ini lagu kita, menyentuh bukan?"
"Terbang, mimpi, harapan, lagu relaksasi,
dulu kau menyukainya bukan. Dulu kau selalu menyanyi setiap kali aku memainkannya."
Gadis itu terus memetik nada dengan sepenuh hati. Lagu itu terdengar begitu sedih di telingaku. Wajah Arin begitu dingin, tak ada lagi senyum di sudut bibir seperti biasanya.
"Aku terus mencarimu tapi tak kunjung kutemukan, sekian tahun aku mencarimu."
Arin menghentikan lagunya, lalu berdiri menghadapku. Tiba-tiba bibirnya yang dingin sudah bersentuhan dengan bibirku. Rasa kaget dan takut ketahuan guru di sekolah ini membuatku mendorong tubuhnya mundur beberapa langkah.
"Ah, maaf ...." kutinggalkan Arin begitu saja setelah bel istirahat berbunyi untuk kedua kali.
**
Sepulang sekolah aku sengaja tidak ke ruang kesenian menemui Arin. Entah kenapa satu ciuman darinya tadi membuatku merasa begitu dingin, tatapan mata menerawang jauh. Aku seperti tidak mengenal Arin lagi.