"Awal-awal banyak yang membicarakan mereka. Namun pada akhirnya kami menyadari bahwasanya hal itu adalah sesuatu yang lumrah."
"Memang susah menanggung beban perasaan seperti yang ditanggung gadis itu," lanjut Nenek.
Suara jangkrik mulai terdengar, desir angin mengiringi ingatan nenek ke masa silam. Kami bertiga tenggelam ke dalam pikiran masing-masing. Hingga tak menyadari waktu terus berjalan mendekati malam.
"Perempuan dalam foto itu," desahku lirih.
Tiba-tiba angin berembus kencang, menerbangkan daun-daun kering di pelataran rumah Ais. Hujan turun dengan derasnya, aroma petrichor menyeruak sampai ke hidung dan membuat bulu kuduk sedikit berdiri.
"Aku tutup jendelanya, Nek," seru Ais.
"Kok tiba-tiba deras sih, padahal sesorean tidak ada tanda-tanda akan turun hujan."
"Kamu pulang ntar kalau sudah sedikit reda aja, Nak Pasha," kata Nenek.
"Iya, Nek."
****
Suara petikan gitar terdengar kembali. Kulihat mereka sedang memainkannya, tetapi kali ini si pemuda hanya diam duduk tertunduk di sebelah si gadis.