Mohon tunggu...
Maureen Assyifa Agnimaya
Maureen Assyifa Agnimaya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Saya seorang pelajar di salah satu SMA negeri di Bandung. Sebenarnya cita-cita saya adalah menjadi seorang fashion designer karena saya suka sekali menggambar. Saya juga suka menulis cerpen, dan beberapa kali pernah menjadi juara menulis cerpen di berbagai lomba. Di media ini, saya akan menitipkan cerpen-cerpen yang pernah saya ikut sertakan dalam lomba menulis. Semoga menjadi inspirasi buat siapapun yang mencari referensi menulis cerita yang sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebongkah Asa yang Tertimbun dalam Tumpukan Sampah

24 Oktober 2023   11:28 Diperbarui: 24 Oktober 2023   11:47 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Menurut karuhun, sirah ini diyakini masih satu aliran dengan sirah yang berasal dari sumber air keramat Nyimas Ende di kaki Gunung Puncak Salam. Makanya kita harus selalu berterima kasih kepada Nyimas Ende dengan menjaga keberadaan dan kebersihannya supaya Nyimas Ende tidak bendu sama kita." jelas abah suatu waktu, saat menjawab rasa penasaranku akan setiap ritual yang selalu abah lakukan sebelum memulai bersih-bersih.

 

Bertahun-tahun pula, tidak pernah lagi aku melihat abah melakukan ritual bersih-bersih di mata air seperti dulu. Sungai kecil yang dulu setia membawa lajunya air dari sirah, kini menjelma menjadi aliran limbah. Lereng Gunung Pasir Panji dan Gunung Leutik yang semula berdiri tegak menyangga perut bumi dengan gagah, lambat laun tertimbun tumpukan sampah. Aroma harum pucuk bunga reundeu yang berbentuk terompet kecil, kini berganti semilir busuk yang membumbung, bercampur kepulan asap dari sampah yang terbakar.

 

Lereng gunung yang berdiri tepat di atas kampungku, nampak suram bagai menanggung lara. Seandainya batu-batu yang menopang itu mampu berteriak, tentu teriakan marah setiap hari pasti akan kita dengar. Tapi mereka hanya membisu, menatap ratusan orang-orang yang berebut bongkahan sampah, dengan pandang percuma.

 

"Dinaaa... ayo cepetan bangun geulis, nanti kesiangan sekolahnya!" suara lembut ambu kembali menelisik, memaksaku untuk segera menghempaskan selimut. ***

 

15 Februari 2005

 

            "Bah... Abaaah...!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun