Mohon tunggu...
Maulidya Nur Azizah
Maulidya Nur Azizah Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA HUKUM KELUARGA ISLAM UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

jangan cape untuk berbuat baik, krna tidak tahu kapan kebaikan itu berbalik ke dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Hukum Perkawinan dan Keluarga

14 Maret 2024   20:16 Diperbarui: 14 Maret 2024   20:17 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pada dasarnya, Al-Qur'an memberikan aturan yang rinci tentang perkawinan; namun, hadis juga mengungkapkan beberapa aturan yang disebutkan di dalam Al-Qur'an dan dikuatkan olehnya. Oleh karena itu, setiap orang yang akan menikah harus memahami apa yang diatur oleh Al-Qur'an dan hadis agar mereka dapat mendirikan rumah tangga yang bahagia.

Diketahui, hukum perkawinan di dalam hadis membahas hal-hal yang berkenaan dengan:

  • Walimah
  • tata cara peminangan
  • saksi dan wali dalam akad nikah;
  • hak mengasuh anak apabila terjadi perceraian; dan
  • syarat yang disertakan dalam akad nikah

Hukum Perkawinan Berdasarkan Ijma' Ulama Fiqih

Ahli fiqh munakahat banyak berbicara tentang pernikahan berdasarkan Al-Qur'an dan Al-Hadis. Mereka juga menginterpretasikan dan menganalisis hal-hal yang menjadi dasar hukum fiqih di bidang pernikahan, yaitu hukum pernikahan Indonesia.

Kemudian dalam hal jumlah rukun nikah, masing-masing para ulama memiliki perbedaan pendapat. Imam malik mengatakan bahwa rukun nikah terdiri atas lima macam, yaitu: wali dari pihak perempuan, mahar (mas kawin), calon pengantin laki-laki, calon pengantin perempuan, dan sighat akad nikah. Imam Syafi'i menyatakan hal yang sama bahwa ada lima rukun nikah yang terdiri atas calon pengantin laki-laki, calon pengantin perempuan, wali, dua orang saksi, dan sighat akad nikah. Sementara menurut Ulama Hanafiyah, rukun nikah hanya terdiri atas ijab dan qabul (akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki). Adapun bagi segolongan yang lain, rukun nikah hanya ada empat, yakni sighat (ijab qabul), calon pengantin perempuan, calon pengantin laki-laki, dan wali dari pihak calon pengantin perempuan.

Dengan demikian, dasar hukum perkawinan yang belum disinggung oleh Al-Qur'an dan sunnah ditetapkan para ahli melalui ijtihad. Beberapa persoalan yang dasar hukumnya ditentukan melalui ijtihad, seperti perkawinan wanita hamil karena zina, akibat pembatalan pertunangan, terhadap hadiah-hadiah pertunangan, dan sebagainya.

BAB III HUKUM PERKAWINAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

Perubahan Undang-Undang tentang Perkawinan

Sebelum Undang-Undang Perkawinan dinyatakan berlaku secara sah pada 1 Oktober 1975, hukum perkawinan di Indonesia diatur dalam berbagai macam peraturan hukum atau sistem hukum yang berlaku untuk berbagai golongan warga negara. Berbagai peraturan hukum perkawinan yang dimaksud dideskripsikan sebagaimana berikut.

  • Hukum perkawinan adat
  • Hanya orang Indonesia yang mengikuti aturan perkawinan adat. Perkawinan adalah masalah bagi seluruh keluarga bahkan masyarakat adat bukan hanya pasangan. Misalnya, pertunangan biasanya diperlukan untuk pernikahan konvensional. Jika pertunangan tidak dapat berlanjut ke jenjang perkawinan karena salah satu pihak mengakhiri hubungan, pelanggar berhak menuntut kembali harta benda dari pihak yang bersalah dan pemuka adat yang membuat perjanjian. Dalam masyarakat hukum adat berdasarkan kekerabatan, tujuan perkawinan adalah untuk menjaga dan meneruskan keturunan melalui garis ayah atau ibu untuk mencapai kebahagiaan Keluarga.
  • Hukum perkawinan Islam
  • Hukum perkawinan Islam ini tentu berlaku bagi warga negara Indonesia yang beragama Islam. Prinsip-prinsip perkawinan Islam terkandung di dalam ajaran hukum Allah dan Sunnah-Nya. Sementara hal-hal mengenai penjelasan atau perincian lebih lanjut terhadap prinsip-prinsip tersebut termaktub dalam kitab-kitab fiqih munakahat karya para mujtahid terdahulu seperti fiqih munakahat karya Imam Syafi'i.
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek atau BW) yang berlaku bagi orang-orang keturunan Eropa, Cina (Tionghoa), dan Timur Asing.
  • Hukum perkawinan menurut Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (HOCI) yang berlaku bagi orang-orang Indonesia asli(Jawa, Minahasa, dan Ambon) yang beragama Kristen. Ordonansiini mulai diundangkan pada 15 Februari 1933.
  • Peraturan perkawinan campuran (Regeling op de Gemengde Huwelijken). Peraturan ini dibuat untuk mengatasi terjadinya perkawinan antara orang-orang yang tunduk pada hukum-hukum yang berlainan, seperti perkawinan antara orang Indonesia asli dengan orang Cina atau orang Eropa atau antara orang Indonesia yang berlainan agama ataupun berlainan asalnya. Peraturan ini mulai berlaku pada 29 Desember 1896 yang termuat dalam Staatsblad 1896 Nomor 158 serta telah mengalami beberapa perubahan.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Sebagai tanggapan atas tuntutan warga, Undang-Undang Perkawinan diberlakukan kepada seluruh warga negara Indonesia pada 2 Januari 1974. Dikenal bahwa tuntutan ini telah muncul sejak Kongres Perempuan Indonesia pertama pada tahun 1928, yang bertujuan untuk meningkatkan status perempuan dalam perkawinan. Kawin paksa, poligami, dan perceraian sewenang-wenang adalah masalah utama gerakan perempuan pada saat itu. Pada tahun 1958-1959 pemerintah mencoba membuat rancangan undang-undang (RUU) dimaksudkan agar indonesia tidak mengunakan Hukum warisan dari belanda, pada tahun 1973 pemerintah mengajukan kembali RUU melalui perbicaraan 4 tingkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun