Mohon tunggu...
Maulidya Nur Azizah
Maulidya Nur Azizah Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA HUKUM KELUARGA ISLAM UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

jangan cape untuk berbuat baik, krna tidak tahu kapan kebaikan itu berbalik ke dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Hukum Perkawinan dan Keluarga

14 Maret 2024   20:16 Diperbarui: 14 Maret 2024   20:17 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Prinsip-Prinsip Perkawinan adalah dasar atau norma umum yang seharusnya dipegang sekaligus diamalkan oleh pasangan dalam menempuh bahtera rumah tangga menurut hukum Islam. Berkaitan dengan hal ini, terdapat beberapa ayat Al-Quran yang membahas prinsip-prinsip perkawinan, di antaranya QS al-Baqarah [2]: 187, 228, dan 233; QS an-Nisa' [4]: 9, 19, 32, dan 58; QS an-Nahl [16]: 90; serta QS at-Talak [65]: 7.

Adapun prinsip-prinsip perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan adalah untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu, suami istri harus saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

Dengan demikian, prinsip perkawinan menurut hukum Islam dan hukum perkawinan dapat dikatakan serasi dan tidak memiliki perbedaan yang mendasar. Asas-asas hukum perkawinan yang bersumber dari Al-Qur'an dan al-Hadis serta kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Perkawinan dan Penciptaan Hukum Islam Nomor 1 Tahun 1974 meliputi tujuh asas hukum Taurat.

Asas-asas yang dimaksud adalah sebagai berikut.

  • Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
  • Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan dan harus dicatat oleh petugas yang berwenang.
  •  Asas monogami terbuka.
  • Asas calon suami dan istri yang telah matang jiwa dan raganya dapat melangsungkan perkawinan dengan tetap berpegang teguh pada tujuan perkawinan sehingga tidak berpikir pada perceraian.
  • Asas mempersulit terjadinya perceraian.
  • Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri baik dalam kehidupan rumah tangga maupun masyarakat.
  •  Asas pencatatan perkawinan.

Perwalian Seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan dan ia tidak berada di bawah kekuasaan orang tua maka ketika menikah ia berada di bawah kekuasaan wali. Dalam hal ini, wali yang ditunjuk bisa berdasarkan wasiat orang tua berupa wasiat tertulis maupun lisan. Dapat pula wali ditunjuk oleh Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah karena kekuasaan kedua orang tua dicabut.

Pengesahan Perkawinan (Itsbat Nikah) Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah dapat mengesahkan perkawinan secara sukarela. Ini lebih dikenal sebagai itsbat nikah. Perkara jenis ini hanya terdiri dari pihak pemohon; tidak ada pihak lawan atau sengketa. Landasan yuridis atau dasar hukum itsbat nikah mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Akan tetapi pengaturannya belum rinci sehingga nuncul Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975. Dalam hal ini, Pasal 39 ayat 4 menyatakan bahwa keputusan (atau penetapan) Pengadilan Agama harus dibuat untuk membuktikan adanya nikah, talak, cerai, atau rujuk jika Kantor Urusan Agama (KUA) tidak dapat membuat duplikat Akta Nikah karena catatan KUA rusak atau hilang atau karena alasan lain. Akan tetapi, ini berkaitan dengan perkawinan sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, bukan perkawinan sesudahnya. Pada tahun 2006, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menetapkan bahwa "Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat peradilan agama."

Hikmah Perkawinan adalah kelangsungan hidup manusia yang terus berlanjut dari generasi ke generasi. Perkawinan mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam bidang percintaan menurut asas tolong-menolong dan berkewajiban melaksanakan tugas-tugas dalam rumah tangga, seperti mengurus rumah tangga, membesarkan anak, dan menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan, baik untuk kebaikan dunia dan akhirat.

BAB II HUKUM PERKAWINAN BERASARKAN PANDANGAN ISLAM

Hukum berdasarkan Al-Qur'an 

Islam terlebih dahulu mengatur hal-hal mengenai perkawinan sebelum adanya undang-undang perkawinan yang diberlakukan di Indonesia. Beberapa surah yang menjadi dasar hukum perkawinan dijelaskan sebagai berikut: QS ar-Rum [30]: 21 dan QS an-Nur [24]: 32. Kedua ayat tersebut membicarakan perkawinan sebagai sarana untuk mewujudkan kedamaian dan ketenteraman hidup serta menumbuhkan rasa kasih sayang, khususnya antara suami dan istri serta kalangan keluarga yang lebih luas. Selanjutnya, QS al-Baqarah [2]: 187, 222, dan 223.Ayat tersebut membahas tata cara berhubungan suami istri sebagaimana yang dikehendaki dalam Islam. QS an-Nisa [4]: 35, QS at-Thalaq [65]: 1, dan QS al-Baqarah [2]: 229---230.Aturan-aturan tentang penyelesaian kemelut rumah tangga dijelaskan secara rinci dalam ayat-ayat tersebut.

Hukum Perkawinan Berdasarkan Hadis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun