Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Menulis Naskah Drama Keroyokan Mengikat Rasa Kesatuan

4 Agustus 2021   15:57 Diperbarui: 4 Agustus 2021   17:44 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

"Tidak ada pekerjaan yang sulit, selama itu dilakukan dengan niat tulus dan penuh keyakinan," Dewar Alhafiz.

Rasa-rasanya tidak gentle jika pada tulisan sebelumnya yang berjudul Antara Prosesi Nikah Imajinatif dan Prahara Dahaga Kejombloan yang Kian Meronta saya hanya meyomot satu set dialog drama yang menjadi tugas pribadi saya. Atas dasar hendak menghilangkan rasa yang mengganjal itu pula, maka pada tulisan ini saya bermaksud menggenapkan keseluruhan dialog drama. 

Terbentuknya dialog drama ini sebenarnya tidak lepas dari lika-liku yang berdiri tegak di atas perbedaan yang terdapat dalam diri para penyusunnya. Entah itu dari segi latarbelakang; pertautan usia, status sosial, ekonomi, pendidikan, pengalaman dan wawasan, pekerjaan, lingkungan keluarga serta lain sebagainya. Sudah barang tentu semua perbedaan itu turut serta membidani proses kelahiran naskah drama semenjak pecah ketuban yang tidak disangka.

Sebutkan saja pecah ketuban yang tidak disangka itu tatkala kami berunding untuk menentukan beberapa bagian penting dalam drama,  seperti; judul, alur cerita, penokohan, karakter tokoh, setting tempat dan waktu serta lain sebagainya.

Dalam proses pecah ketuban ini, tidak dipungkiri di antara kami sempat mengalami kebuntuan dan sedikit percekcokan. Entah topik apa yang hendak digoreng lantas kami suguhkan ke hadapan para audiens. Bak secercah cahaya yang membelah kegelapan, tiba-tiba saja salah seorang teman mengusulkan mengangkat topik tentang perbucinan. 

Membaca chat itu, sebagian orang menyambutnya dengan sepenggal kata kesepakatan, sementara saya menyerapnya lalu memantulkan cahaya itu supaya lebih terang. Saya menambahkan usulan supaya topik perbucinan itu dibenturkan dengan realitas kehidupan sosial sekarang. 

Ditetapkannya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dan maraknya pernikahan di musim pandemi ini saya pikir sangat representatif mewakili realitas kehidupan sosial sekarang. Dari sanalah kami sepakat mengusung judul drama Pernikahan Terhalang PPKM. Satu masalah telah terpecahkan.

Selanjutnya, kami semua sibuk berbalas chat guna menentukan perihal alur cerita drama hendak seperti apa. "Dibuat komedi romantis tapi juga menyelipkan sedikit kritik," tulis saya mengusulkan gambaran besar genre cerita drama. Beberapa orang merespon dengan cepat dan menyambutnya penuh gembira, bahkan satu-dua orang menyambung ide itu menjadi bagian-bagian adegan yang lebih kentara. 

Setelah masalah kedua terpecahkan, setapak jalan terang itu kami susul dengan menentukan siapa saja tokoh yang harus terlibat di dalamnya. Penentuan tokoh pemeran ini tentu harus disesuaikan dengan jumlah anggota. Kebetulan kami yang tergabung dalam kelompok 1 beranggotakan 8 orang. 

Saya berperan sebagai aktor utama, Roni. Ayu Setia Ningtyas berperan sebagai aktris utama, Ayu. Sri Rahayu berperan sebagai Satpol PP. Diana Syamila berperan sebagai petugas KUA dan Ibunya Roni. Fahma berperan sebagai Ibu dari tokoh Ayu. Jeng Trizta berperan sebagai Ibu Eka yang merupakan teman dari tokoh Ibunya Ayu sekaligus berperan sebagai penghulu. Sementara Yatno memainkan dua peran sekaligus, yakni sebagai bapak dari tokoh Ayu dan Roni. 

Semua telah sepakat dengan pembagian peran itu, akan tetapi kami mulai kelimpungan tatkala harus menentukan karakter tokoh, setting waktu dan tempat. Belum lagi ditambah masalah; siapa orang yang tepat untuk menulis keseluruhan naskah. Setelah ngalor-ngidul diskusi kelompok via WhatsApp grup, akhirnya kami sepakat, setiap orang harus membuat alur cerita drama per set, terkecuali salah seorang yang mengambil peran sebagai narator. Kebetulan, orang yang menjadi narator untuk mengawal proses performance drama kelompok kami yakni Kak Rully Kumala. Etdah, enak banget ya... Yang jadi narator. 

Kurang lebih dua jam, masing-masing kami berhasil menyelesaikan teks dialog drama secara keseluruhan. Setelah setiap set drama diunggah di grup, lantas ketua kelompok menghimpun semua set menjadi satu-kesatuan dan ditindaklanjuti dengan upaya pengoreksian. 

Proses menyunting naskah drama ini saya pikir penting untuk dilakukan, mengingat naskah drama ditulis secara keroyokan. Setidaknya, upaya pengoreksian ini akan memangkas ketidaksamaan dalam beberapa hal; alur pikir, menegaskan karakter tokoh, setting waktu dan tempat serta merajut kembali benang merah yang mungkin melenceng jauh dari topik pembicaraan.

Dua jam lebih sebelum kelompok kami benar-benar dipanggil untuk show up di permukaan grup Lorong Sunyi (red; nama grup seleksi calon penanggung jawab batch KMOI), akhirnya kami bersepakat untuk melakukan gladi resik terlebih dahulu. Gladi resik ini penting dilakukan, guna mencocokkan antara durasi yang dibutuhkan dan durasi waktu yang telah panitia tentukan. 

Masih jelas telintas dalam ingatan, tatkala itu latihan pertama kami menghabiskan waktu kurang lebih 40 menit. Selama 40 menit itu pula kami saling bertukar chat sesuai dengan peran yang kami mainkan. 

Di tengah-tengah latihan perdana itu, salah seorang teman sempat berputus asa, mengingat durasi itu telah melebihi batas waktu yang ditentukan. Mengetahui hal itu, kami bersikukuh merampungkan dialog drama sampai akhir. Meski pada akhirnya dialog drama via chat itu harus benar-benar tertanggalkan karena salat Magrib yang harus segera tertunaikan.

Satu jam kurang menuju tampil, keyakinan dan rasa percaya diri yang awalnya telah terbangun sempat goyah. Terlebih-lebih, latihan perdana itu tidak berakhir sesuai dengan keinginan. Sebagian orang mengusulkan untuk memangkas beberapa adegan dan ada pula yang mengoreksi di mana saja letak kesalahan. Sedangkan sang narator ngotot untuk melakukan gladi bersih sekali lagi. 

Namun sayang, usaha-usaha itu pupus tatkala azan Isya berkumandang. Sang narator sempat membentak keras dan ngeyel untuk melakukan gladi bersih sekali lagi, akan tetapi salah seorang yang bijak, berusaha meyakinkan bahwa kami akan mampu menampilkan drama yang terbaik dan mempersilakan untuk menunaikan salat Isya terlebih dahulu.

Dalam detik-detik yang genting kami sempat curi-curi kesempatan untuk latihan, namun sayang seribu sayang, baru saja berjalan dua percakapan, kelompok kami langsung dipersilakan untuk tampil. Ah, gaskeun. Tanpa pikir panjang, waktu itu kami berusaha mementaskan drama dengan bermodalkan tekad dan basmalah.

Supaya Anda tidak penasaran tentang bagaimana alur cerita drama yang telah kami pentaskan. Silakan baca naskah dialognya di bawah ini ya...

*

Minggu pagi yang cerah di sebuah taman kota. Ayu dan Roni duduk bersama di pojok taman. Mereka terlihat serius membahas sesuatu hal. 

Roni: "Dek, pernikahan kita sebentar lagi, nih. Mau diadakan di mana?

Ayu: "Di hotel bintang lima, dong, Bang. Grand Asia bae, yak. Gak mau aku kalau cuma di rumah pakai tenda-tenda gitu. Gak level."

Roni: "Iya, Ok, Dek. Abang pun setuju begitu. Pernikahan cuma sekali, kita bikin mewah sekalian, ya."

Ayu: "Tanggal 10 Agustus kan, Bang? Bentar lagi loh itu."

Roni: "Iya, Dek. Mau berapa orang yang diundang?"

Ayu: "Seribu lah, Bang. Aku kan selebgram, 20 ribu followers. Kamu artis tok tik. Mesti banyak ngundang orang."

Roni: "Setuju Abang, Dek. Abang jadi gak sabar pengen nikahin kamu." 

Ayu: "Budget nikah kita kisaran Rp 300.000.000. Abang ada uangnya?"

Roni: "Ada, tapi belum masuk ke ATM."

Ayu: "Uang dari mana?"

Roni: "Biaya endorse iklan pemutih badan. Lumayan fee-nya tiga kali iklan. Abang lagi usaha memutihkan badan dulu biar dapat job-nya."

Ayu: "Alamak? Abang kan aslinya hitam. Gimana ceritanya? Berarti belum ada uangnya, dong? Ahhhh ... gimana sih?

Roni: "Anu, dek ..."

Roni terlihat gelagapan dan menggaruk kepalanya. Ayu tampak geram kepada Roni. Dengan tatapan nanar, Ayu berdiri tampak seperti ingin menjambak Roni. Tiba-tiba ...

Sri: "Priiiittttt ... stop. Mas, Mbak. Ada apa ini? Jangan berantem di sini. Malu atuh. Selesaikan urusan rumah tangganya di rumah."

Roni: "Apaan sih bu? Kepo banget. "

Ayu berlalu pergi meninggalkan Roni. Roni berusaha mengejar Ayu dan meninggalkan petugas Satpol PP sendiri.

**

Bapak baru saja pulang kerja dari shift malamnya. Badannya tampak lelah. Tanpa mengetuk pintu, Bapak nyelonong masuk ke rumah dan duduk di teras rumah dengan pemandangan pot-pot bunga lidah mertua yang besar dan rimbun.

Bapak: "Assalamualaikum" 

Ibu: "Waalaikumsalam, kok cepat Pak udah pulang?

Bapak: "Iya lha wong sepi di sana, Bu."

Ibu : " Ya sudah ganti pakaian dulu, dari luar jaga kesehatan"

Bapak : " Iya Bu, eh Ayu kemana? Kok enggak kelihatan"

Ibu : " Ada pak di kamar"

Bapak : "Masih tidur?"

Ibu : "Kecapean habis shooting iklan, Pak. Tadi sih sudah semapt bangun, cariin bapak."

Bapak : "Duh punya anak perempuan kok malu-maluin, jam segini masih di kamar. Ya udah bangunin ayu ya Bu"

Ibu : "Iya pak ini tak bangunin, Bapak buruan sana ganti baju"

Ibu masuk ke dalam kamar Ayu dan meilihat Ayu yang masih tertidur pulas dengan piyama doraemonnya.

Ibu: "Yu dipanggil bapak, bapak sudah pulang tuh,"

Ayu: "Iya mah bentar lagi, ayu masih ngantuk"

Ibu: "Buruan ya, nanti bapakmu ngamuk lho"

Ayu: "Iya Bu"

Ibu: "Makanya jangan begadang telponan terus, jadi ngantuk kan?"

Ayu: "Iya, ibu sayang"

Ibu meninggalkan Ayu dan beranjak kembali ke ruang tamu. Tanpa mencuci muka dengan iler yang masih membasahi wajah cantiknya, ia pun segera menemui Bapaknya.

Bapak: "Yu sini, bapak mau ngomong"

Ayu: "Iya pak, ada apa?"

Bapak : "ini jadwal dari KUA sudah ada, sama sekalian tadi maharnya sudah bapak tulis"

Ayu : "mana Pak, Ayu lihat"

Ayu : "ih bapak kok nikah di KUA , enggak di rumah aja. Malah maharnya 200.000 lagi"

Bapak : "pak penghulunya enggak bisa datang soalnya Yu, lagian tadi kamu Bapak ajak malah tidur terus"

Ayu : "ih si bapak mah"

Bapak : "Apa mau dibatalin aja?"

Ayu : "Ih jangan pak"

Bapak : " Ya udah ikuti jadwal aja, sama tanyain yang mau datang ke sini berapa orang. Orang kamu yang mau enak kok masa bapak yang suruh cape"

Ayu : "ih bapak mah"

Bpk : "Dah sini-sini coba lihat suratnya"

Ayu : " eh kok namanya lain"

Bpk : " makanya kalau tidur lihat waktu, pagi-pagi enggak oleng. Emang berapa sih maharmu?"

Ayu : "Kalung 24 karat, 10 gram, Pak"

Bapak: Eh, buset dah? Nak, Bapak kasih tau yo. Sebaik-baiknya perempuan itu yang paling ringan maharnya loh

Ayu: Ringan atau berat, kan, tergantung orang, Pak. Kalau dia suka, ya usahakan dong.

Ibu: Yowes, Pak. Biar menjadi urusan mereka saja. Kapan mau ke kantor KUA?

Bapak: Siang nanti. Bada Zhuhur

Semua terdiam tanda setuju kepada pernyataan Bapak. Ayu melanjutkan tidurnya dan Ibu kembali ke dapur untuk memasak sarapan pagi.

***

Kantor KUA di siang hari yang terik. Ruang tunggu tidak terdapat AC dan Ayu sudah mulai kepanasan.

Ayu: Ini kantor atau sauna sih? Panas banget.

Ibu: Ssssssssttttt ... lambemu.

Satpol PP yang menjaga kantor KUA pun lewat di ruang tunggu tempat Ayu dan keluarga sedang duduk kegerahan.

Sri: "Ini mau nikahan, lagi PPKM loh?" 

Ayu: "Iya, Bu." 

Sri: "Corona begini nikah? Ngebet banget dah

Ayu: Julid banget, Bu. Yang mau nikah ... saya, yang ngebet nikah juga ... saya. Kenapa jadi, Ibu, yang repot."

Bapak: "Oh tentu saja, Pak, yang penting sah saja dulu. Kami tidak akan ada pesta atau apa pun"

Ayu: "What! Serius nggak ada pesta, Pak?"

Ibu: Ssssttttt... diem toh"

Sri: "Bagus, saya suka yang begini. Nanti saya yang berjaga untuk mengawal. Jangan lupa berkatnya untuk saya!" 

Tidak berapa lama, Petugas KUA datang menghampiri mereka.

Diana: "Aish, Ibu ini. Kenapa malah jadi mikirin berkat?" 

Sri: "Eh, bu Diana. Permisi bu. Izin ke belakang dulu, ya." 

Satpol PP pergi meninggalkan petugas KUA, Ayu, dan keluarga.

Diana: Ada yang bisa saya bantu, Pak Yatno?"

Bapak: Mau mendaftarkan anak saya, Bu. Dia mau melepas lajang.

Diana: Mari ke ruangan saya. Kita bicara di dalam, ya.

Pembahasan tentang tanggal pernikahan pun berlangsung antara orang tua ayu dan pihak KUA dan berakhir dengan kesimpulan pernikahan hanya boleh di rumah dan pak penghulu diusahakan akan hadir. Tamu undangan hanya maksimal 100 orang.

Ayu: Ya, Allah. Itu nikahan atau kenduri sunatan sih? Dikit amat

Ibu: Udah syukuri saja toh! Yang penting, kan, bisa nikah"

Diana: Mohon maaf. Sudah begitu peraturannya, Bu.

Ayu: Gagal total dong rencana aku ama bang Roni 

Ibu: Eh ini bocah gemblong kok malah curhat di sini"

Bapak: Baiklah kalau begitu, kami permisi dulu, Bu. Terima kasih atas bantuannya.

Mereka pun pulang walau Ayu masih dongkol karena tidak puas dengan keputusan yang telah disepkati orang tuanya, gagal sudah ia ingin merasakan nikah dengan pesta semeriah mungkin. Padahal tadinya ia mau mengundang Ayu Ting Ting di acara dangdutan nanti ketika resepsi.

****

Tiga hari setelah pendaftaran KUA, Romi dan Ayu pun diharuskan menjalani masa pingitan. Namun, keduanya terlanjur rindu dan kebelet nikah.

Ayu : "Iya halo Mas, gimana?"

Roni : "Anu loh, ko menjelang hari H, aku jadi makin kangen ya sama kamu, ga sabar jadinya nunggu waktu".

Ayu : "Ah Mas, ko bisa aja ya ..., aku juga sama ko Mas. Satu jam juga kok rasanya seminggu ya.

Roni: "Hihihi, iya ya ..., ga sabar banget jadinya buat ketemu kamu, Yang."

Ayu : "Ah Mas, namanya juga pingitan, gimana dong Mas. Kata orang biar pas nanti nikah ga hambar karna kebanyakan ketemu loh Mas. Tapi aku ga pernah_."

Tiba-tiba Bu Trizta, pegawai kelurahan sahabat ibunya Ayu datang. Dia langsung duduk di kursi teras, sebelah Ayu tengah asyik menelepon.

Bu Trizta: "Hayooo loh ...! katanya lagi pingitan, ko malah asyik berduaan."

Ayu : "Eh Bu Eka, ada apa Bu?" 

Bu Trizta: "Mau ketemu ibumu. Kan udah mau nikah ya? Lagi pingitan, kan? Jangan kebanyakan nelepon."

Ayu: "I_Iya Bu"

Bu Trizta: "Anak zaman sekarang ya, berasa aman kalau lewat telepon. Padahal harus yang dijaga kan hatinya, bukan sekedar tatap mukanya."

Ayu: "Baik, Bu..."

Bu Trizta : "Ayo bedanya apa coba lewat telepon? Kalau zaman kami dulu dipingit ya dipingit. Mana ada komunikasi sama calon." 

Ayu: "Oh gitu ya Bu. Jadi mau saya panggilkan Mama?" 

Bu Trizta: "Hahaha, lupa saya. Keasyikan ngobrol sama kamu nih. Ayo sana cepat panggilkan."

Ayu: "Siap!" 

Bu Trizta: "Ga usah bikin sirup, cukup air putih aja, tapi kasih es batu yang banyak ya!" 

Ayu berlalu ke dapur meninggalkan Bu Eka. Ibu RW keluar dan menemui bu Trizta.

*****

Ayu duduk di teras sambil memandangi gawainya, mengecek detail persiapan gaun yang akan ia kenakan. Tiba-tiba, Satpol PP lewat di depan rumah dengan pengeras suara dan menumpangi pick up. Pick up itu sengaja berjalan lambat di depan rumah Ayu. Ayu beranjak ke arah luar pagar rumahnya karena penasaran.

Sri: Pengumuman!! Sesuai dengan keputusan Presiden tentang PPKM darurat, maka segala kegiatan akan lebih dibatasi. Seperti, mobilitas pasar dibatasi, toko dan warung buka sampai delapan malam, dan tamu pernikahan jangan sampai lebih dari tiga puluh orang waktu hanya dibatasi maksimal sampai pukul 12.00 siang...

Ayu: Lohh.. Kok jadi seperti ini?

Sri: Kenapa memangnya, Mbak? 

Ayu: Saya loh, Bu bentar lagi mau nikah. Kenapa peraturannya semakin jadi seperti ini

Sri: Ya beneran malah, Mbak. Lebih hemat pengeluarannya. Makanya untuk siapapun yang ingin menikah dengan biaya yang murah dan hemat, maka nikah saja selama PPKM berlangsung. Haha

Ayu: Huftt.. gak lucu.

Ayu nyelonong masuk ke dalam rumah. Ternyata Bapak dan Ibunya sedang duduk di ruang tamu. Ayu membantingkan badannya di sofa.

Ayu: Diiihhh ...sebel, Bu 

Ibu: Ada apa, Nduk? Kok mukanya jadi masam begitu?

Bapak: Sini cerita sama Bapak dan Ibu.

Ayu: Tadi ada pemberitahuan keliling dari Satpol PP. Kebijakannya selama PPKM hanya boleh dihadiri tamu tidak lebih dari tiga puluh orang dan dibatasi waktu berlangsungnya juga sampai jam 12 siang. Memasang muka cemberut.

Bapak: Ya sudah, akadnya nanti di dalam rumah saja. Peraturannya sudah begitu. Daripada nanti kalau mewah-mewah dan dihadiri banyak orang terus tiba-tiba digebrek kan tambah repot nanti.

Ibu: Iya, Nduk. Yang terpenting sah dan berkah acaranya.

Bapak: Gimana? Kalau kamu setuju bilang sama calonmu juga, nanti Bapak yang mengurus segala sesuatunya. Undangan terpaksa kita potong lagi jumlahnya."

Ayu: Begini amat mau nikah. Ya sudah, Ayu telepon Mas Roni dulu ya Pak, Bu.

Ayu segera menelpon Roni dan memberitahu perihal pernikahan ala kadar yang akan mereka laksanakan satu minggu lagi. Roni pun ikhlas karena ia pun sebenarnya bersyukur sebab tidak punya banyak modal untuk menikahi kekasihnya ini. 

******

Proses akad nikah akhirnya dilaksanakan di rumah mempelai wanita. Terhitung, hanya dihadiri 15 orang dari dua pihak keluarga ditambah dengan 1 orang dari Disdukcapil, 2 orang dari pihak KUA, 2 Linmas dan 5 orang satpol PP.

Dengan sedikit kikuk yang bercampur kecamuk grogi, mempelai pria duduk menghadap meja akad nikah yang akan digemakan hitungan jari. 

Beberapa saat sebelum akad diucapkan, mempelai pria berusaha menenangkan diri.

Roni: Ya, Allah.... Lindungilah hamba dari godaan mantan yang berserakan. Yang mungkin saja datangnya mendadak dan banyak memburu makanan. 

Roni pun mulai merapal doa kembali dengan penuh kekhusyukan. Setelah itu, dengan mendadak Roni mencengkram kuat tangan Bapaknya sambil membisik.

Roni: Pak, aku kebelet. Udah di ujung nih. 

Bapak Roni: Wooohhh... Cah gemblong. Mau akad kok, masih keburu dagelan. Ya sudah, cepet sana. 

Ibu Roni: Pak, pak, kenapa itu Roni?

Bapak Roni: Anu... Anu Bu. Biasa lahhh... efek grogi. Eh, Apa jangan-jangan, gara-gara semalam kebanyakan minum jamu sehat bugar ya Bu? (Bapak bicara dengan nada membisik).

Ibu Roni: Aiiishhh... Ada-ada saja bapak ini. Sudah tahu anak mau perang badar, kok masih sempat-sempatnya disuplemen dosis tinggi. Untung saja tidak disuruh minum jamu kuat sebelum akad.

Bapak Roni: Hehehe... (Nyengir sembari menunjukkan gigi Kuda, yang putihnya karena produk endrose).

Sesaat kemudian, Roni datang dengan sedikit membungkuk melewati sela-sela keluarga yang duduknya melingkari meja akad.

Penghulu: Sudah siap segalanya ya, Mas? Silakan tarik nafas dulu mas, supaya nanti tidak salah ucap pas ijab qobul. 

Roni:Siap, pak. (Ketusnya, sembari berusaha keras menanggalkan kecamuk rasa yang kian membuncah tidak karuan).

Sat-sit-set, penghulu dengan lancar membimbing tiap rangkaian Fardu dalam akad nikah. Hingga sampailah waktunya Roni mengucapkan qobul.

Roni: "Saya terima nikah dan kawinnya Ayunda Dewi binti bapak Samad dengan mas kawin seperangkat alat salat, uang Rp. 200.000,- dan emas batangan 50 gram dibayar ngutang."

Penghulu: "Lohhh..Mas, siapa itu Ayunda Dewi? Lagian, ini beneran mahar nikahnya ngutang?"

Roni: "Waduh... Ma'af pak saya salah sebut nama. Ayunda Dewi mantan saya. Habisnya nama depannya sama si pak. Nah, kalau maharnya ngutang, itu keceplosan pak. Maklumlah pak, ini musim paceklik. Bansos saja dikorupsi pak."

Penghulu: "Sudah... Sudah... Mari kita ulang lagi. Kamu yang fokus, makanya. Awas ya... kalau salah lagi, nanti nikahnya ditunda sampai belut berbulu."

(Roni terhiyak seketika mendengar perkataan penghulu).

Tanpa jeda, penghulu kembali memulai akad, dan tibalah saatnya Roni mengucapkan qobul.

Roni: "Saya terima nikah dan kawinnya Ayunda Ningtyas binti bapak Samad dengan mas kawin seperangkat alat salat, uang Rp. 200.000,- dan emas batangan 50 gram dibayar tunai," ucap Roni dengan nafas satu kali tarikan.

"Sah, sah, sah," gema saksi dan keluarga kecilnya yang turut memeriahkan. 

Beberapa saat kemudian, mempelai wanita keluar dari kamarnya dengan dituntun oleh Ibunya. Wajahnya yang jelita tampak sumringah. Pancaran kian kentara tatkala kedua matanya menatap tajam ke arah sang suami.

Sesampainya Ayu di samping sang suami, Roni. Penghulu menyuruh mereka untuk bersalaman, mengecup kening dan memegang kepala isteri untuk dido'akan. Meski sudah merasa plong, tangan Roni dan tubuhnya tetap masih kaku. Untuk bersalaman saja gemetaran. Sampai-sampai adegan itu berulang-ulang hingga 3 kali. Sementara tatkala hendak mencium kening Ayu, ia langsung saja menyosor. Ia lupa kalau wajahnya terhalang face Shield. 

Yatno: "Ahhhh.... Buka dulu dong face Shieldnya woyy," seru keluarga yang kecewa dengan adegan romantis yang terskip. 

Yatno: "Gitu saja, grogi, sini biar saya wakilkan," tukas salah seorang satpol PP yang sudah nikah dua kali.

Sekian drama pernikahan terhalang PPKM. 

***

Belakangan--setelah pementasan drama usai--tidak hanya rangkaian kalimat penegasan rasa lega yang menyeruak ke permukaan, melainkan lika-liku cerita menulis naskah drama dan kehidupan personal setiap anggota juga turut tertampilkan. Misalnya, ada beberapa anggota grup yang berterus-terang mengerjakan teks dialog drama disambi dengan; mengasuh anak, merawat keluarganya yang sedang sakit, mengerjakan pekerjaan profesi, mengerjakan tugas kuliah dan lain sebagainya. 

Usut punya usut, pada akhirnya saya mulai menyadari bahwa dari delapan orang jumlah anggota kelompok 1, ternyata hanya dua oang saja yang belum berkeluarga. Selebihnya, adalah seorang bapak dan ibu rumah tangga yang berusaha keras meluangkan waktu demi menempa diri untuk lebih baik lagi. Utamanya dalam hal, berusaha memberikan secuil kontribusi literasi teruntuk perabdan negeri bumi pertiwi.

Akhir kata, saya pun harus mengakui bahwa diunggahnya naskah drama yang berjudul Pernikahan Terhalang PPKM ini bukan satu bentuk akuisisi atas jerih payah teman-teman seperjuangan yang terhimpun dalam grup Lorong Sunyi, melainkan hanya satu upaya untuk mendokumentasikan momentum perjuangan bersama dan menebarkan kebaikan semata kepada sesama. Semoga bermanfaat dan sedikit menyulut motivasi untuk istikamah dalam menggeluti dunia literasi. 

Salam Literasi.

Tulungagung, 4 Agustus 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun