Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menilik Strategi Pemerintahan Trump-AS "Indo-Pasifik"

22 Agustus 2018   08:47 Diperbarui: 22 Agustus 2018   09:14 3351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu fakta, berpartisipasi dalam semua perang yang diluncurkan oleh AS, apakah pada abad terakhir atau setelah Perang Dingin berakhir, itu dilakukan terutama untuk menunjukkan eksistensinya. Tetapi bagaimanapun juga, Australia adalah satu negara merdeka dengan kepentingan nasionalnya sendiri.

Australia melakukan upaya dalam dua aspek. Di satu sisi, mereka melanjutkan kerjasama dengan AS, misalnya, membiarkan Korps Marinir AS dan beberapa fasilitas darat AS, seperti radar dideplotasi di Australia.

Di sisi lain, pada kenyataannya juga ingin menjaga keseimbangan di antara kekuatan utama. Analis percaya dalam waktu dekat, keadaan ini akan berkembangan menjadi hubungan yang baik dan stabil dengan Tiongkok.

Juga, dalam situasi demikian tidak diragukan India, Jepang, dan Australia tidak dapat meninggalkan  Tiongkok.

Apa yang disebut "strategi Indo-Pasifik" masih merupakan konsep yang penuh dengan konflik internal yang tidak memiliki dukungan kuat dari kerangka ekonomi dan sistem strategis yang komprehensif. Tetapi ini mencerminkan niat strategis jangka panjang AS, dan itu dipromosikan karena masih bermentalitas Perang Dingin dan karena merasa sebagai negara utama yang tidak dapat menerima kenyataan bahwa negara utama lain yang sedang muncul sedang berkembang menguat.

Dapat dikatakan bahwa selama AS mempertahankan kebijakannya terhadap Tiongkok, meskipun tidak mempromosikan strategi Indo-Pasifik, tetap saja hal itu akan menghasilkan banyak konsep lain. Demikian para analis memperkirakan.

Pada 13 Agustus lalu, waktu setempat, Presiden AS Donald Trump menandatangani "National Defense Authorization Act (NDAA) for Fiscal Year 2019 (Undang-undang Otorisasi Pertahanan Nasional untuk Tahun Fiskal 2019)" yang telah disetujui oleh Senat dan Dewan Perwakilan Kongres AS di Fort Drum, New York,

Menurut UU ini, total dana militer mencapai 716,3 miliar USD, menjadi rekor sejak Perang Afganistan dan Perang Irak. Persetujuan dan penandatanganan "NDAA" ini menjadi yang tercepat disetujui dalam setahun yang dilakukan Kongres AS untuk waktu paling sedikit selama 20 tahun terakhir ini. Anggaran ini termasuk 630-miliar USD "anggaran dasar untuk militer" dan 69 miliar USD untuk "dana perang."

"Anggaran dasar untuk militer" mencakup gaji, pembelian senjata dan peralatan militer AS, investasi litbang, dan sebagainya, dan "dana perang" adalah khusus untuk operasi militer AS di luar negeri.

Berdasarkan kenyataan, dalam "TA (Tahun Fiskal) 2019 Anggaran Pertahanan" yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan AS pada 19 Juni, ada deskripsi sistematis tentang strategi Indo-Pasifik dan serangkaian "strategi keseluruhan" terhadap Tiongkok, termasuk mendukung AS untuk melakukan latihan militer bersama dengan Jepang, Australia dan India dan memperkuat kerja-sama keamanan untuk melawan Tiongkok yang pengaruhnya terus tumbuh di Asia, Asia Tenggara dan kawasan lainnya.

Sumber: theaseanpost.com
Sumber: theaseanpost.com
Dalam hal ini Tiongkok menyatakan menentang dengan keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun