Tulisan ini penulis posting bukan untuk membela Tiongkok atau menjelekkan Barat dan AS, tapi lebih untuk agar kita mau lebih cerdas melihat perkembangan politik internasioanal. Agar kita dapat sama-sama menjaga perdamaian dunia dan mencegah peperangan kekuatan utama baik langsung maupun dengan perang proxy yang akan membawa sengsara umat manusia.
Seperti yang telah pernah penulis posting (Mengamati Konsep "Cool War" Antara Amerika dan Rusia) bahwa dunia sekarang berada dalam keadaan "Cool War." Seperti yang dikemukan oleh David Rothkopf yang mengatakan bahwa dalam "Cool War" meskipun tidak ada perang yang sebenarnya, nampaknya kedua pihak yang terlibat dalam perang ini selalu melakukan tindakan ofensif dan terus berusaha merusak atau melemahkan pesaing atau lawan mereka dengan senjata media, ekonomi, kebudayaan dan ideologi.
Demikian juga AS dan Barat, sejak Republik Rakyat Tiongkok (RRT/Tiongkok) berdiri, retorika "Ancaman Tiongkok/China Threat" terus didengunkan dan digembar-gemborkan bahkan disensasionalkan (sama juga ketika NKRI baru berdiri terutama pada zaman Soekarno). Â
Apalagi dengan Tiongkok yang kini berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini, yang ditandai dengan pertumbuhan dan prestasi Tiongkok yang nampaknya telah menjadi saingan dunia Barat dan AS. Namun sebenarnya kebiasaan memberi analisa negatif demikian telah dilakukan Barat sejak dulu.
Dengan santernya isu "Ancaman Tiongkok" dan "Tiongkok Ambruk/China Collapse" di AS dan Barat, Menlu Tiongkok Wang Yi pada 8 Maret lalu dalam sessi Kongres Nasional Tiongkok membuat tanggapan yang sebelumnya jarang terjadi, yang terfokus mengenai berbagai konsep dari Barat dan AS yang mengatakan Tiongkok merupakan ancaman dunia dan Tiongkok sedang menuju ambruk.
Wang Yi antara lain mengatakan: "Selama beberapa dekade terakhir ini, Barat telah membuat berbagai penilaian dan prediksi tentang Tiongkok, yang dapat disimpulkan sebagai teori "Keruntuhan Tiongkok/China Collapse" dan sebuah teori tentang "Ancaman Tiongkok."Â
Dengan perkembangan Tiongkok yang terus berlanjut, teori "Keruntuhan Tiongkok" Â dengan sendirinya telah menjadi runtuh dan menjadi bahan tertawaan internasional. Teori " Ancaman Tiongkok " memang terdapat banyak versi baru, namun tidak ada yang berakar pada pikiran orang pada umumnya, karena fakta berbicara lebih keras daripada kata-kata."
Wang Yi dalam hal ini menanggapi antara lain dari berita-berita media seperti: Â
Fox News yang melaporkan: Kenyataan, kita (AS) sedang menghadapi  situasi, dimana kita harus lebih  agresif berurusan dengan pemerintah Tiongkok." Â
CNN melaporkan: "CNN mengetahui bahwa Angkatan Laut AS akan mengirim kapal perusak ke sana. CNN mendapat akses eksklusif dan untuk ikut dalam penerbangan surveilans rahasia AS di atas pulau-pulau (Tiongkok)." Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Dibawah ini adalah klip dari dokumenter, "The Coming War On China," yang dibuat oleh jurnalis terkenal John Pilger. Tapi ini senenarnya hanya sekelumit dari retorika anti-Tiongkok dari Barat.
Laporan serupa biasanya terlihat di media Barat, dan dipenuhi dengan berbagai sikap yang tidak bersahabat. Retorika semacam ini bukan hanya menjadi perhatian media mainstream saja, di beberapa kalangan elit Barat pendapat mereka bahkan lebih ekstrem lagi.
Dana Rohrabacher, Mantan Ketua Sub-komisi DPR AS untuk Pengawasan dan Penyelidikan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat AS, mengatakan: "Kita mempunyai musuh, musuh itu adalah Tiongkok."
Banyak analis melihat akar penyebab pendapat mereka tentang Tiongkok itu datang dari teori "keruntuhan Tiongkok" dan "ancaman Tiongkok" yang terus mereka dengunkan sejak RRT/Tiongkok tumbuh setelah Reformasi dan Keterbukaan (yang dicetuskan Deng Xiaoping).
Pada saat itu, Barat memiliki teori "akhir dari sejarah/end of history" dan percaya bahwa Tiongkok pasti akan ditaklukkan oleh Barat. Tapi setelah, serangkaian ahli melihat pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang pesat, dan percaya bahwa Tiongkok tidak dapat menanggung risiko pertumbuhan ekonomi yang cepat, dan pasti akan runtuh.
Pada tahun 2008 dan 2009, ketika ekonomi global mulai menurun, hanya ekonomi Tiongkok yang mengalami pertumbuhan yang cepat. Sepuluh tahun setelah krisis, Tiongkok tidak hanya mempertahankan pertumbuhan seperti sekarang ini, kemampuan industrinya telah naik tingkat lebih tinggi. Dalam sepuluh tahun terakhir, kemampuan manufaktur Tiongkok sebenarnya benar-benar tumbuh dengan sangat cepat.
Dalam kenyataan, kemampuan ekonomi Tiongkok berkembang dengan sangat cepat. Hal-hal ini semua terkait dengan kemajuan besar dalam bidang teknologi, dan tingkat infrastruktur mereka yang telah mendukung pertumbuhan ekonominya. Tiongkok tidak hanya menjaga kecepatan, tapi kualitasnya tetap terjaga. Dan Tiongkok bahkan meningkatkan kualitasnya. Hal ini telah membuat teori "keruntuhan Tiongkok" runtuh dengan sendirinya.
Sebenarnya, dalam proses pembangunan ekonomi Tiongkok yang pesat, Barat telah dipenuhi dengan retorika tentang "keruntuhan Tiongkok," namun adegan-adegan yang telah dibayangkan sebelumnya justru terbalik dari waktu ke waktu.
Tiongkok dalam lebih dari 30 tahun terus terjadi pertumbuhan dan perkembangan, yang membuat teori "runtuhnya Tiongkok" runtuh terlebih dahulu, dan menjadi bahan tertawaan internasional.
Teori demikian telah muncul satu per satu setelah lainnya, pada saat yang sama teori "Ancaman Tiongkok" mulai muncul dan menjadi lazim yang diembuskan AS dan Barat di seantero tempat dan negara-negara sekutu dan lainnya yang rakyatnya kurang cerdas.
Tetapi akar dari teori "Ancaman Tiongkok" ini sebenarnya sudah mulai satu atau dua abad yang lalu, dengan sebutan "Yellow Peril (marah-bahaya Kuning/si kuning penyakitan)." Saat itu, pada masa Dinasti Qing di Tiongkok, rakyat Tiongkok rambutnya masih dikepang, dan gambarnya sering menjadi candaan oleh media Barat. Pada saat itu, Tiongkok sangat miskin, begitu banyak orang Tiongkok yang pergi ke luar negeri bekerja sebagai buruh rendahan di beberapa industri-industri yang tidak begitu terkenal.
Saat itu rakyat Tiongkok sangat besar jumlahnya, sehingga beberapa media dan ilmuwan Barat mengatakan: "Orang-orang kuning ini seperti bencana, membawa bahaya dan akan menjadi bencana bagi negara kita." Ini jelas suatu diskriminasi terhadap bangsa kulit kuning yang mereka sebut "Yellow Peril."
Konsep "Yellow Peril" telah berkembang selama satu atau dua abad, sampai hari ini masih tetap ada. Hal ini telah menjadi rasa krisis atau tekanan dengan kenyataan Tiongkok sekarang yang berkembang maju, sehingga perasaan mereka timbul bahwa ini di masa depan akan mengancam negara-negara mereka.
Lain lagi dengan teori Tiongkok telah mulai lamban dan menuju keruntuhan, teori "ancaman Tiongkok" itu mencakup ancaman militer, ancaman ekonomi dan ancaman ideologi, yang mengklaim pembangunan Tiongkok merupakan ancaman bagi banyak negara-negara dan regional.
Misalnya, contoh paling klasik dari versi baru "Ancaman Tiongkok" Mereka berbicara tentang " kreditor imperialisme," mengatakan bahwa Tiongkok adalah "kreditor imperialisme." Ini adalah versi baru dari teori "ancaman Tiongkok", dan dengan ini menciptakan keraguan dan menodai serta menjelekan atas partisipasi Tiongkok saat ini dalam tata kelola global dan "Belt and Road," sebuah inisiatif untuk kebaikan publik.
Tapi seiring Tiongkok terus tumbuh lebih kuat, dalam beberapa tahun terakhir ini, teori "ancaman Tiongkok" Barat semakin tumbuh bervariasi.
Dalam beberapa tahun terakhir, teori "ancaman Tiongkok" para analis dunia luar melihat terutama terbagi dalam dua kategori. Salah satu target adalah aktivitas Tiongkok ke luar negeri, kerja sama ekonomi di luar negeri, dan perdagangan dengan negara lain. Mereka percaya bahwa ekonomi, perdagangan, keuangan dan investasi Tiongkok yang keluar dari Tiongkok mengancam seluruh dunia, dan memungkinkan seluruh dunia dimanipulasi. Ini adalah satu jenis.
Tipe kedua dari "ancaman Tongkok" dalam beberapa tahun terakhir terutama ditujukan pada ideologi, nilai, dan budaya Tiongkok, karena mereka percaya ideologi, nilai, dan sistem politik Tiongkok yang telah berkembang sampai saat ini sangat berbeda dari sistem dan nilai yang ada di Barat akan menjadi bahaya dan ancaman.
Dengan adanya perbedaan sistim Tiongkok yang bisa bertahan di dunia membuat seluruh dunia bertanya-tanya, apakah sistim Barat telah gagal, sehingga timbul perasaan terancam bagi Barat. Jadi menurut analis secara umum, ini adalah dua aspek dari teori "ancaman Tiongkok".
Jadi persaan terancamnya Barat dan AS yang pertama karena adanya masalah di bidang ekonomi dan hutang, yang kedua bersifat politis dan ideologis.
Rusia Juga Mengalamani Teori Ancaman
Membicarakan berbagai teori ancaman, Rusia juga mengalami hal sama yang dibuat Barat. Sejak terjadi meningkatnya krisis Ukraina, NATO dalam proses berkembangan ke arah timur juga dengan kedok adanya "ancaman Rusia," dengan terus-menerus mengklaim bahwa Rusia mengancam Eropa Tengah dan Timur.
Pada saat itu, banyak media Barat dan AS yang menggembar-gemborkan teori "ancaman Rusia."  BBC Inggris bahkan menyiarkan sebuah film dokumenter  yang menghipotesakan bagaimana Rusia akan melakukan serangan nuklir terhadap negara-negara tetangga. Demikian juga di AS, retorika bahwa Rusia adalah ancaman terbesar juga yang sering menggelegak ke permukaan.
Dalam kenyataannya, sensasionalisasi "ancaman Rusia" nampaknya sudah menjadi semacam "kebenaran politik/political correctness" di dunia politik AS.
James Comey, Mantan Direktur FBI AS mengatakan: "Tentu saja, menurut saya, ancaman terbesar dari bangsa manapun di bumi, mengingat niat dan kemampuan mereka (Rusia)."
Ada banyak teori tentang "ancaman" ini. Di masa lalu, ketika AS berjaya. Negara-negara Eropa berbicara tentang "ancaman AS" dan bagaimana berkembangnya AS merupakan ancaman bagi Eropa.
Pada tahun-tahun terakhir ini setelah Vladimir Putin menjabat presiden Rusia, Barat dan AS tidak henti-hentinya berbicara tentang "ancaman Rusia." Semua orang percaya bahwa Rusia yang dikendalikan oleh Putin adalah ancaman besar bagi negara-negara Barat, jadi dari perspektif itu, tidak ada yang heran dengan adanya teori "Ancaman Tiongkok."
Seringkali, ketika negara-negara Barat ini berkuasa, mereka akan menipu negara yang terbelakang, mengambil apa milik negara tersebut, dan menggertak negara ini. Bila negara kita lebih lemah, yang bisa mereka lakukan adalah menertawakan negara kita dengan kata-kata mereka.
Ada sebuah pola. Setiap kali teori ini mejadi populer, mereka membicarakannya itu karena telah kehilangan kepercayaan diri, cemas dan panik. Mereka khawatir dengan "lawan mereka", jadi pada kenyataannya, teori "ancaman Tiongkok" telah berlangsung puluhan tahun yang lalu, terutama dalam beberapa tahun terakhir ini.
Pada kenyataan menurut beberapa analis, ini adalah cerminan klasik bagaimana Barat benar-benar takut pada Tiongkok, karena suara ini terutama berasal dari Barat terutama berasal dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, yang menunjukkan bahwa Eropa dan Amerika Serikat tidak memiliki cara baik untuk bersaing dengan berkembangnya Tiongkok, dan tidak memiliki metode lain yang lebih baik untuk menghadapinya.
Yang lebih penting lagi, karena kini yang bisa mereka lakukan hanyalah menjelek-jelekan Tiongkok dengan kata-kata mereka untuk menghadapi kebangkitan Tiongkok.
Dalam beberapa tahun terakhir, sensasionalisme "ancaman Tiongkok" telah menjadi semakin umum dan menyebar melalui beberapa negara Barat dan non-Barat.
Dengan bangkit berkembang dan perubahan Tiongkok dalam lingkungan politik dan ekonomi global, maka muncullah versi baru "ancaman Tiongkok" dengan banyak versi yang cakupannya semakin luas.
Lalu apa tujuannya bagi negara yang mensensasionalkan "ancaman Tiongkok" dan apa yang telah mereka raih dengan membicarakan Tiongkok?
Pada tanggal 5 Maret lalu, Kementerian Keuangan Tiongkok menekankan dalam "Laporan Pelaksanaan Anggaran Pusat dan Daerah untuk tahun 2017 dan tentang Rancangan Anggaran Pusat dan Daerah untuk tahun 2018" bahwa pengeluaran pertahanan nasional Tiogkok 2018 akan naik sebesar 8,1% pada tahun 2018 menjadi total 1.106951 triliun RMB. Jumlah ini dengan cepat dilaporkan oleh media luar, dan seperti di masa lalu, ini menyebabkan timbulnya serangkaian komentar tentang "meningkatnya pengeluaran militer Tiongkok."
CCN memberitakan: "Tiongkok ditengah semangat yang mengebu-ngebu untuk memodernisasi yang ambisius meningkat anggaran pengeluaran militer sebesar 8% ."
BBC-Inggris memberitakan: "Tiongkok yang sedang dilanda oleh krisis: provokasi terus-menerus dari Trump, krisis senjata nuklir dari Korut yang terus berlanjut, konflik perbatasan yang sering terjadi di perbatasan Tiongkok-India dan seruan yang makin kuat untuk kemerdekaan Taiwan. Dengan adanya berbagai tantangan ini, PLA (militer Tiongkok) membutuhkan uang."
Reuters memberitakan: "Dalam beberapa tahun terakhir, militer Tiongkok mulai menggunakan strategi baru untuk meningkatkan anggaran militernya."
Namun kenyataannya, menurut catatan statistik menunjukkan bahwa anggaran pertahanan nasional AS, Jepang, dan ROK tahun 2018 telah memecahkan rekor tertinggi.
Anggaran pertahanan nasional AS untuk tahun fiskal 2018 adalah 692 miliar USD mejadi yang tertinggi sejak 2012.
Anggaran pertahanan nasional pemerintah Jepang untuk tahun fiskal 2018 adalah 5,19 miliar yen, ini merupakan rekor tertinggi selama enam tahun berturut-turut. Â
Anggaran pertahanan nasional Korsel tahun 2018 adalah 43,1581 triliun won, Â ini 7% lebih tinggi dari tahun 2017, dan yang tertinggi sejak 2009.
Bahkan anggaran pertahanan nasional 2018 di Prancis adalah 32,4 miliar euro jadi lebih besar 1,8 miliar euro dari 2017, ini menjadi meningkatan tajam sebesar 5,6%.
Karena itu, beberapa pengamat telah menunjukkan bahwa dibandingkan dengan negara-negara diatas ini yang rekor anggaran pertahannya meningkat tinggi, maka dapat dikatakan anggaran pertahanan Tiongkok dianggap relatif stabil. Karena selama tiga tahu berturut-turut anggaran pertahanannya bertahan dalam satu digit, dan sedikit lebih tinggi dari tahun 2017, di mana anggaran pertahanan nasional ini tumbuh sebesar 7%.
Tiongkok mengaku pengeluaran militernya adalah tertinggi kedua di dunia, itu dikarenakan ekonominya besar, namun secara proposional pengeluaran militernya dianggap masih sangat kecil.
Sedang pengeluaran militer AS mencapai sekitar 4% dari PDB per tahun. Pengeluaran militer Tiongkok baru lebih dari 1% kurang dari 2%, dari PDB-nya. Jadi dari perspektif itu, Tiongkok berargumen bagaimana dikatakan pengeluaran militernya dituduh terlalu banyak?
Tiongkok menuduh AS dan Barat terlalu mensensasionalkan peningkatan anggaran belanja militernya, namun media Barat juga melontarkan kecurigaannya bahwa Tiongkok memiliki "pengeluaran militer tersembunyi."
Laporan CNN mengklaim: "Meskipun pengeluaran pertahanan nasional Tiongkok lebih rendah dari negara-negara utama, jumlah yang dikeluarkan tidak mencakup banyak biaya terkait militer yang termasuk dalam anggaran negara lain."
"The Defense News" AS menuliskan: "Analis percaya bahwa pembelanjaan pertahanan yang dikeluarkan oleh Tiongkok tidak sepenuhnya akurat, karena sebagian besar proyek pembangunan peralatan pertahanan nasional belum terdaftar dalam pengeluaran militernya."
Namun ada sebagian ahli militer luar ada yang menanggapi keraguan ini, dengan menekankan bahwa pembelanjaan pertahanan nasional Tiongkok adalah obyektif dan transparan, tanpa "pengeluaran militer tersembunyi."
Dalam kenyataan, Tiongkok mulai berpartisipasi dalam Mekanisme Transparansi Militer PBB pada tahun 2007, dan telah menyerahkan kepada PBB data dasar untuk pengeluaran militernya pada tahun fiskal, dan juga telah direstorasi pada tahun yang sama pelaporannya atas impor tujuh jenis alusista utama konvensional. ke Daftar Senjata Konvensional Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations' Register of Conventional Arms).
Tiongkok mengklaim bahwa kekuatan militernya dan meningkatkan senjatanya untuk melindungi diri dan negaranya, yang menjadi garis pertahanan terakhir bagi keamanan nasionalnya.
Namun di sisi lain, bisakah kekuatan militer Tiongkok mengancam pihak lain? Secara alami, kekuatan militer Tiongkok memiliki kapasitas untuk menyerang ke mana pun di dunia, tetapi kekuatan semacam ini diklaim hanya untuk melindungi negaranya dari invasi oleh pihak lain.
Menurut realita memang Tiongkok adalah salah satu dari sedikit negara di dunia, atau bahkan satu-satunya yang secara terbuka berjanji bahwa negaranya tidak akan menjadi negara pertama yang menggunakan senjata nuklir. AS dan negara-negara lain yang memiliki senjata nuklir tidak pernah membuat janji semacam ini.
Namun para analis militer memperkirakan kekuatan militer Tiongkok akan terus tumbuh. Mengingat negaranya berpopulasi 1,4 miliar orang, dengan wilayah negaranya 9,6 juta kilometer persegi wilayah darat, dan lebih dari 3 juta kilometer persegi wilayah laut.
Dengan wilayah yang begitu besar, tentu saja Tiongkok merasa perlu memiliki militer yang kuat untuk melindungi dirinya sendiri, dan untuk mengirim tentaranya ke luar negeri untuk melindungi warga negaranya. Jadi dilihat dari perspektif ini, di satu sisi, pengeluaran militer Tiongkok jauh lebih rendah daripada pengeluaran militer AS, dan jika menghitung per kapita, mereka akan menjadi lebih rendah.
Tapi pengeluaran militer Tiongkok dalam rangka melindungi negaranya, di masa depan dengan kepentingan globalisasi negaranya, pengeluaran militernya pasti akan terus tumbuh dalam menyumbangkan militernya yang lebih besar untuk melindungi kepentingan rakyatnya.
Menyerang Kebudayaan Orang Tiongkok
Selain mensensasionalkan "ancaman" anggaran pembelanjaan militer Tiongkok. Barat bahkan telah menyerang dan menuduh dengan kampanye hitam, bahwa Tiongkok mempromosikan budayanya.
Media asing melaporkan bahwa pada tanggal 5 Maret, waktu setempat, Senator Florida Marco Rubio mengatakan bahwa Institut Konfusius yang didanai pemerintah Tiongkok adalah salah satu kegiatan Tiongkok untuk "menyusup" ke AS, dan dia secara terbuka meminta empat universitas dan satu sekolah menengah atas di negaranya mengakhiri kerja samanya dengan Institut Konfusius.
Beberapa media melaporkan bahwa Barat sering menggarisbawahi bahwa Institut Konfusius sebagai "sharp power/kekuatan tajam" Tiongkok. Sebelum ini, para ahli AS pernah menyusun dokumen yang mengecam Tiongkok , mengklaim bahwa Tiongkok menggunakan alat "soft power" untuk menggunakan "sharp power/kekuatan tajam," "Dan bahwa Institut Konfusius mengganggu kebebasan akademis.
Akhir tahun lalu, "The Economist" menerbitkan sebuah artikel yang menyatakan bahwa "kekuatan tajam" Tiongkok adalah pisau tajam yang dapat "menembus benteng budaya, dan mengubah nilai-nilai Barat," dan "bukti" ini dimasukan dalam daftar negatif termasuk juga Institut Konfusius.
Dengan "sharp blade/pisau taja," maka masuklah babak baru retorika "ancaman Tiongkok" yang tiba-tiba meningkat di negara-negara Barat seperti AS dan negara-negara Eropa.
Apa yang dimaksud dengan "sharp power"? beberpa analais melihat bahkan mereka sendiri tidak mengenalnya. Saat ini, mereka pertama-tama menggantungkan tanda di leher Tiongkok, dan kemudian menemukan cara untuk meverifikasi arti dari tanda ini.
Kenyataannya, mereka masih dalam proses membentuk kekuatan apa itu "sharp power". Mereka perlahan-lahan menciptakan hal ini, dan menggantungkan tanda ini di leher Tiongkok untuk membuat orang percaya hal ini.
Meskipun "sharp power" itu istilah baru, namun setelah diciptakan mulai dikagumi dan digunakan. Istilah ini pertama muncul pada bulan Desember tahun lalu, dalam sebuah laporan dari Endowmen for Democracy yang berbasis di AS yang berjudul "Sharp Power: Rising Authoritarian Influence."
Tapi tidak seperti konsep pujian seperti "soft power" dan "smart power", "sharp power" tidak memiliki arti yang baik. "Soft power"berarti menggunakan daya tarik dan nilai-nilai budaya untuk meningkatkan kekuatan negara yang sebenarnya, sementara "sharp power" mengacu pada pemerintahan otokratik untuk memaksa dan memanipulasi pikiran orang asing/luar.Â
Dengan ramuan dan penyempurnaan dari "sharp power," sebuah konsep "infiltrasi Tiongkok" telah muncul juga.
"Infiltrasi" Tiongkok secara langsung terkait dengan "sharp power." Mereka mengatakan bahwa sekarang, Tiongkok telah mulai menyusup ke negara lain. Misalnya, mereka baru-baru ini mengatakan bahwa di Australia, Tiongkok akan mengikuti jejak Rusia dan secara bertahap membuat sesuatu untuk mengganggu pemilu mereka, dan memilih agen untuk mengganggu politik mereka.
Pernyataan semacam ini akan menciptakan situasi di mana setiap orang panik, yang berarti bahwa setiap orang akan terlalu takut untuk mendekati Tiongkok, karena jika Anda terlalu dekat, mereka akan memberi label ini pada Anda bahwa Anda adalah sasaran infiltrasi Tiongkok. Ini adalah perilaku yang menyeramkan.
Pada akhirnya, munculnya retorika tentang "ancaman Tiongkok" ini sering berupa sensasionalisme yang diciptakan oleh orang-orang yang menggunakan perbedaan budaya antara Barat dan non-Barat.
Secara budaya dan ideologis, negara-negara non-Barat membentuk kekuatan yang dapat memprovokasi dan menaklukkan negara lain. Mereka percaya bahwa budaya mereka dapat menaklukkan Anda, mempengaruhi Anda dan budaya mereka dapat memperbaiki citra nasional mereka.
Apa pun yang dapat meningkatkan citra nasional Tiongkok, bagi AS adalah kekuatan yang disebutkan sebagai kekuatan lunak atau soft power. Dan jika aktivitas budaya dan ideologis Tiongkok dapat memperbaiki citra nasional Tiongkok, kekuatan semacam itu tidak disebut soft power, tapi disebut kekuatan tajam atau sharp power. Dalam bahasa Inggris "sharp" sebenarnya cukup berkonotasi menghina.
Jadi dengan alasan ini sesuai dengan standar ganda Amerika. Perangkap pernyataan semacam ini menciptakan versi baru dari teori "ancaman Tiongkok", karena "tajam/sharp" berarti sesuatu yang dapat menembus, dan sharp  itu adalah kekuatan yang tajam, sehingga mereka berpikir kekuatan Anda akan menusuk mereka.
Jadi mereka menggunakan kata ini untuk men-generalisasikan rasa takut ini, dan menciptakan citra bahwa budaya Tiongkok dapat membuat orang takut, cemas, dan terancam. Inilah yang dilakukan orang Amerika dengan cemerlang.
Penciptaan Versi Baru "Ancaman Tiongkok"
Dengan perkembangan pesat Tiongkok terakhir ini, versi "ancaman Tiongkok" telah direvisi. Barat dan AS merasakan teori "ancaman Tiongkok" dengan motif tersembunyi benar-benar melakukan ini demi kesejahteraan rakyat mereka sendiri? Apa yang mereka peroleh dari sensasionalisme ini? Dan bagaimana Tiongkok menanggapinya?
Memang berbagai edisi jurus "ancaman Tiongkok" bermunculan dengan terjadinya perkembangan pembangunan Tiongkok.
Tiongkok adalah kekuatan utama, dan saat ini sekitar 20% dari populasi dunia dan sekitar 15% dari ekonomi global. Berbicara tentang Tiongkok sebenarnya sudah cukup untuk mendapatkan imbalan bagi diri mereka sendiri.
Terutama bagi AS, Tiongkok sebenarnya membantu melindungi perdagangan dan industri negaranya sendiri, sehingga industri mereka sendiri memiliki kesempatan untuk menarik napas, karena industri manufaktur Tiongkok sangat kompetitif.
Jadi dengan menciptakan "ancaman Tiongkok" bukanlah kehendak semua orang di Barat. Banyak orang di Eropa dan Amerika Serikat menyukai Tiongkok dan menyenangi Tiongkok, tapi semua ini demi kepentingan segelintir orang, dan sekelompok orang ini mensensasionalkan "ancaman Tiongkok" untuk mencapai tujuan individual mereka sendiri.
Para ahli percaya, untuk kepentingan internal Barat yang saling bertentangan, mereka membutuhkan "musuh bersama" untuk mempertahankan kesatuan internal mereka.
Saat ini, negara-negara Barat tidak bersatu, untuk menyelamatkan diri dari krisis keuangan mereka, ada perbedaan besar dalam kebijakan dan kepentingan mereka.
AS menyatakan mereka telah memberlakukan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing) untuk mengatasi krisis keuangan mereka. Dan mencetak uang dalam jumlah besar, tetapi proses pencetakan USD merugikan kepentingan Eropa, jadi selama tahun ketiga setelah krisis keuangan global, ada krisis utang Eropa.
Krisis semacam ini berarti meningkatnya konflik antara AS dan Eropa di bidang keuangan dan perdagangan.
Contoh lainnya adalah bagaimana AS memonitor Eropa. Dalam hal ini memonitor semua pemimpin Eropa dengan alat penyadap. Edwards Snowden sering mengatakan itu, bahwa bahkan Kanselir Jerman disadap. Sehingga hubungan AS dengan Eropa dan sekutunya lainnya semakin jauh, dan bahkan berada di ambang kehancuran. Pada titik itu, mereka menggunakan "ancaman Tiongkok" untuk mempromosikan persatuan internal.
Dengan perkembangan pesat Tiongkok di tahun-tahun terakhir ini, selain dari prestasi ekonomi dan militer, keunggulan sosialisme dengan karakteristik Tiongkok menjadi semakin jelas, dan memiliki pelindung yang mengkhawatirkan "model Barat;" ini adalah penyebab lain untuk berbagai versi dari Teori "Ancaman Tiongkok". Demikian para analis dunia luar menganalisis tentang masalah ini.
Alasan Ideologi
Barat dan AS memberi label ini kepada Tiongkok pasti ada alasan politis yang disebut ideologi. Tampaknya mereka sangat khawatir bahwa keberhasilan model perkembangan Tiongkok akan sangat mempengaruhi mereka, dan akan mempengaruhi negara mereka sendiri, politik domestik mereka atau ideologi mereka, sehingga mereka akan terus menggantungkan tanda ini di leher Tiongkok, tetapi kritik ini tidak akan pernah menjadi mainstream, dan oposisi timbal balik demikian tidak akan pernah menghasilkan suatu yang saling menguntungkan.
Beberapa negara telah menyadari masalah ini, dan sikap mereka berubah karena mereka memandang Tiongkok dengan sikap yang lebih menerima. Beberapa orang Barat juga memiliki sikap yang lebih masuk akal terhadap kebangkitan Tiongkok.
Ted Postol, Profesor di Massachusetts Institute of Technology mengatakan: "Maksud saya, ada keterputusan total dengan dunia yang terus berubah. Anda memiliki kekuatan yang sangat besar, dalam hal ini, Tiongkok. Mengapa Anda mengharapkan kekuatan raksasa yang meningkat untuk tidak ingin memiliki kendali atas takdirnya? Apa yang harus kita lakukan, menurut pandangan saya, mencoba menumbuhkan rasa persahabatan dan kerja sama. Dan kita bisa memiliki perbedaan dengan mereka. Jika kita berpikir mereka melakukan sesuatu dalam perdagangan yang tidak kita sukai. Mari kita keluar bersama mereka. Tapi dengan menghunus pedang adalah hal terburuk yang bisa kita lakukan."
Segera setelah itu, pada bulan November, "Der Spiegel" Jerman menulis "xing lai!" ("Bangun!") Dengan pinyin pada judul mereka, dan kemudian, sampul majalah "Time" yang berbasis di AS menampilkan kata-kata "China won" dalam bahasa Mandarin dan Inggris. Tiongkok memenangkan penghargaan dunia melalui tindakannya.
Tiongkok telah berkembang selama globalisasi ekonomi, mereka tahu bahwa hal ini yang membuatnya jadi tumbuh lebih baik, kini mereka berusaha untuk mendapatkan lebih banyak negara yang berpartisipasi dalam proses ini, dan mendapatkan lebih banyak negara untuk mendapatkan keuntungan dari ini, sehingga pasarnya dapat berkembang sedikit, dan lebih banyak orang bisa menjadi kaya.
Tiongkok menyadari hanya dengan cara ini mereka baru akan mendapatkan pasar yang besar dan pihak lain akan memiliki lebih banyak peluang untuk pengembangan.
Menanggapi teori "ancaman Tiongkok" yang selalu ada. Menlu Tiongkok Wang Yi mengatakan hal itu seharus sudah cukup dan stop. Tampaknya Tiongkok mengambil sikap, akan terus menempuh jalan pembangunannya sendiri dan menjadi kekuatan utama yang bertanggung jawab, hal ini untuk mencapai tujuan sebuah komunitas takdir atau nasib bersama, mempertimbangkan masalah yang masuk akal dari negara lain sembil mengejar kepentingannya sendiri, dan mempromosikan pembangunan bersama sambil mengejar pertumbuhannya sendiri.
Masyarakat dunia juga mengharapkan dunia damai tanpa perang, dan menyingkirkan teori Thucydides kaum ralisme yang sudah bukan zamannya lagi now.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H