Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengamati Perang AS dan Negara Barat terhadap Tiongkok

20 Maret 2018   14:40 Diperbarui: 20 Maret 2018   14:45 1054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: China Money Report

Ted Postol, Profesor di Massachusetts Institute of Technology mengatakan: "Maksud saya, ada keterputusan total dengan dunia yang terus berubah. Anda memiliki kekuatan yang sangat besar, dalam hal ini, Tiongkok. Mengapa Anda mengharapkan kekuatan raksasa yang meningkat untuk tidak ingin memiliki kendali atas takdirnya? Apa yang harus kita lakukan, menurut pandangan saya, mencoba menumbuhkan rasa persahabatan dan kerja sama. Dan kita bisa memiliki perbedaan dengan mereka. Jika kita berpikir mereka melakukan sesuatu dalam perdagangan yang tidak kita sukai. Mari kita keluar bersama mereka. Tapi dengan menghunus pedang adalah hal terburuk yang bisa kita lakukan."

CCTV News
CCTV News
Sumber: CCTV News"China, the Rise of a Powerful Nation" demikian pada 15 Oktober tahun lalu, Le Monde yang berbasis di Prancis menulis judul dengan fitur langka enam karakter mandarin, dan menghabiskan delapan halaman laporan khusus yang memperkenalkan Tiongkok, yang sedang mengadakan Kongres Nasional CPC ke-19.

Segera setelah itu, pada bulan November, "Der Spiegel" Jerman menulis "xing lai!" ("Bangun!") Dengan pinyin pada judul mereka, dan kemudian, sampul majalah "Time" yang berbasis di AS menampilkan kata-kata "China won" dalam bahasa Mandarin dan Inggris. Tiongkok memenangkan penghargaan dunia melalui tindakannya.

Sumber: Time Magazine
Sumber: Time Magazine
Di forum ekonomi dunia di Davos tahun lalu, Presiden Xi Jinping mengatakan bahwa tujuan Tiongkok adalah komunitas bernasib bersama, agar semua orang berkembang dan semua orang untuk berkembang.

Tiongkok telah berkembang selama globalisasi ekonomi, mereka tahu bahwa hal ini yang membuatnya jadi tumbuh lebih baik, kini mereka berusaha untuk mendapatkan lebih banyak negara yang berpartisipasi dalam proses ini, dan mendapatkan lebih banyak negara untuk mendapatkan keuntungan dari ini, sehingga pasarnya dapat berkembang sedikit, dan lebih banyak orang bisa menjadi kaya.

Tiongkok menyadari hanya dengan cara ini mereka baru akan mendapatkan pasar yang besar dan pihak lain akan memiliki lebih banyak peluang untuk pengembangan.

Menanggapi teori "ancaman Tiongkok" yang selalu ada. Menlu Tiongkok Wang Yi mengatakan hal itu seharus sudah cukup dan stop. Tampaknya Tiongkok mengambil sikap, akan terus menempuh jalan pembangunannya sendiri dan menjadi kekuatan utama yang bertanggung jawab, hal ini untuk mencapai tujuan sebuah komunitas takdir atau nasib bersama, mempertimbangkan masalah yang masuk akal dari negara lain sembil mengejar kepentingannya sendiri, dan mempromosikan pembangunan bersama sambil mengejar pertumbuhannya sendiri.

Masyarakat dunia juga mengharapkan dunia damai tanpa perang, dan menyingkirkan teori Thucydides kaum ralisme yang sudah bukan zamannya lagi now.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun