Mohon tunggu...
Maharani dwi arrahmah
Maharani dwi arrahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

I want to make a big impact on society through my writing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kaligrafi sebagai Esensi Keindahan Islam

29 Juni 2024   19:29 Diperbarui: 29 Juni 2024   19:54 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ABSTRAK

Dalam sejarah perkembangannya, kaligrafi sebagai seni yang mengekspresikan nilai- nilai spiritual yakni fenomena yang sangat unik. Karya seni yang bukan hanya pajangan, bukan hanya artefak, tetapi karya seni yang mampu menjadi sinar peradaban. Dalam karya seni kaligrafi Islam terdapat ajaran tentang moralitas, etika, susila, dan nilai- nilai humanisme. Kaligrafi mempunyai arti yang sangat dalam dan mempunyai penyusunan yang berbeda dari penyusunan seni yang lain. Hingga dari itu kaligrafi banyak diminati dari bermacam golongan tercantum umat muslim di Indonesia. Walaupun kaligrafi ini dibuat dengan corak dan yang berbeda, tetapi kaligrafi banyak diminati bukan sebab indah dan estetik tetapi juga mudah buat dikreasikan dalam wujud apapun untuk yang bisa membuatnya. Keistimewaan kaligrafi dalam seni Islam terlihat sangat utama sebab dia merupakan sesuatu bentuk pengejawantahan firman Allah yang suci. Di samping itu kaligraf yakni salah satunya seni Islam yang dihasilkan murni oleh orang Islam sendiri, tidak semacam jenis seni Islam yang lain( musik, arsitektur, lukis) yang banyak menemukan pengaruh dari non- muslim.

Kata Kunci :

Kaligrafi, Seni, Islam

ABSTRACT

In the history of its development, calligraphy as an art that expresses spiritual values is a very unique phenomenon. Works of art that are not just displays, not just artifacts, but works of art that are able to become the light of civilization. In Islamic calligraphy artworks there are teachings about morality, ethics, morals, and humanism values. Calligraphy has a very deep meaning and has a different arrangement from other art preparations. Therefore, calligraphy is in great demand from various groups of Muslims in Indonesia. Although this calligraphy is made with different styles and styles, calligraphy is in great demand not because it is beautiful and aesthetic but also easy to create in any form for those who can make it. The specialty of calligraphy in Islamic art looks very main because it is a form of embodiment of the holy word of God. In addition, calligraphy is one of the Islamic arts produced purely by Muslims themselves, unlike other types of Islamic art (music, architecture, painting) which find many influences from non-Muslims. 

Translated with DeepL.com (free version)

Keywords :

Calligraphy, Art, Islam

  • PENDAHULUAN

Seni merupakan produk kegiatan yang dilakukan secara sadar, bertujuan buat mendapatkan ataupun menggapai estetika, dan sekalian berfungsi sebagai salah satu jalur ataupun tata cara guna menerjemahkan simbol- simbol. Kualitas simbol- simbol dan estetika tersebut dipengaruhi oleh sublimasi antara harmoni, kontras, frekuensi, ritme dan keseriusan dalam proses kelahiran seni. Karena itu, seni kerapkali berkonotasi estetika ataupun keelokan.

Kata kaligrafi( dari bahasa Inggris yang disederhanakan, calligraphy) diambil dari bahasa Latin, yakni kallos yang berarti indah dan graph yang berarti tulisan maupun aksara. Arti seutuhnya kata kaligrafi ialah kemampuan menulis elok ataupun tulisan elok. Bahasa Arab sendiri menyebutnya khathth yang berarti garis maupun tulisan indah. Sehubungan dengan itu, kata khatulistiwa diambil dari kata berbahasa Arab, yakni khathth al- istiwa yang artinya garis yang melintang elok membelah bumi jadi dua bagian yang indah.

Semacam halnya kata- kata yang di dalamnya ada rasa tawar, kecantikan, dan mudah diterima oleh pendengaran; tulisan pula mempunyai gambaran- gambaran yang jernih dan elok mempesona. Apabila kata- kata sanggup me- rangkum kefasihan yang disuarakan para orator, didendangkan para penyair, maupun jadi santapan masing- masing hari yang sanggup di cerna golongan awam; demikian pula tulisan, di dalamnya ada lisensi yang diguratkan oleh para raja untuk masalah- permasalahan esensi, namun absolut bisa digunakan rakyat universal.

Memandang fungsi global yang sepadan antara kata- kata dan tulisan, tercuat darinya dua peralatan yang serasi pula. Perlengkapan kata- kata ialah lidah, kebalikannya peralatan tulisan ialah pena ataupun kalam. Keduanya berbuat guna kepentingan satu sama lain guna mengekspresikan makna- arti final. Kata- kata yakni petunjuk alami, sehabis didetetapkan menurutnya perlengkapan yang natural pula; sedangkan itu tulisan, karena ialah petunjuk skill, sampai perlengkapan yang disajikan menurutnya yakni perangkat keterampilan.[1]

 

Keelokan yang terlihat dalam wujud ataupun artifisial dalam seni kaligrafi yang menempel, kadang terbuat di atas kayu, kayu, dalam bentuk tembok-tembok, ataupun dalam hiasan di kaca, itu mencerminkan bahwa tiap kesenian Islam mempunyai banyak nilai nilai estetis, dan itu seluruh bergantung pada manusia dalam menafsirkan dan merasakan keelokan.

 

Sewaktu Islam berkembang dengan pesat, banyak bangsa kelas wahid berduyun-duyun masuk Islam. Di antara orang-orang Persia, Syria, Mesir, dan India yang memilah Islam sebagai panutan terakhir, ada seniman-seniman mahir serta kenamaan di negerinya. Kemudian mereka menumpahkan kepandaian seni yang dimilikinya ke dalam Islam. Keadaan itu telah menekan seni kaligrafi jadi semacam" tempat penampungan" karya arsitektur yang dikagumi. 

Tidak cuma itu, alasan yang lain yakni karena karya-karya seni pembuatan arca tidak menemukan pasaran di dunia Islam. Oleh sebab itu, kerinduan estetika seniman-seniman muslim lebih banyak tertuang ke dalam hasil karya seni kaligrafi.[2]

 

 

Tidak dapat disangkal lagi bahwa penerimaan seni kaligrafi selaku trend dan primadona yang merata di sebagian kalangan umat Islam disebabkan olehpengaruh motivasi Alquran untuk mempelajarinya. Pena, tinta, dan kertas ialah materi modul pokok untuk menyalurkan sapuan kaligrafi. Ayat- ayat Alquran dan sabda-sabda Nabi berulang-ulang menyebut fadilah maupun keutamaan benda-benda tersebut.[3]

 

  •  PENDEKATAN-METODE

 

Metode yang digunakan yakni literatur review. Literatur review merupakan proses riset yang mengaitkan peninjauan dan penilaian kritis terhadap sumber- sumber literatur yang sudah terdapat. Tujuan utama dari literatur review buat menguasai serta menggambarkan kondisi riset terbaru di bidang yang berkaitan dengan topik yang diteliti. Lewat proses kritis dalam mengumpulkan, mengevaluasi, serta mensintesis bermacam sumber literatur yang relevan dengan topik riset. 

Dengan melaksanakan literature review, periset bisa mendapatkan uraian mendalam tentang pertumbuhan riset terbaru serta mengenali kesenjangan riset yang terdapat. Dalam konteks pembuatan karya tulis ilmiah, pemakaian literature review yang baik bisa membagikan dasar teoretis yang kokoh, menyediakan kerangka pemikiran, dan menunjang alasan yang disajikan.

 

PEMBAHASAN

 

Asal-usul dan Perkembangan Kaligrafi

 

Beragam pendapat dikemukakan tentang siapa yang mula-mula menciptakan kaligrafi. Barangkali cerita-cerita keagamaan adalah yang paling dapat dijadikan pegangan. Para pembawa berita berkebangsaan Arab mencatat bahwa Nabi Adam adalah orang yang pertama kali mengenal kaligrafi. Pengetahuan itu datang dari Allah 4 sendiri melalui wahyu.[4]

 

Agaknya, inilah yang dimaksud: Dan Dia ajarkan kepada Adam nama- nama (benda) semuanya (QS. Al-Baqarah (2): 31). Dikatakan bahwa tiga ratus tahun sebelum wafatnya, Nabi Adam menulis di atas lempengan tanah yang selanjutnya dibakar dan menjadi tembikar. Setelah bumi dilanda banjir besar pada zaman Nabi Nuh dan air sudah surut, setiap hangsa atau kelompok turunan mendapatkan tembikar bertuliskan tulisan tersebut. Dari sini pulalah lahir anggapan bahwa setiap bangsa telah punya tulisannya masing-masing.

 

Ayat-ayat yang diturunkan kepada seorang nabi diturunkan pula kepada nabi yang lain, seperti disebutkan dalam firman Allah berikut :

 

 

Ha mim. "Ain sin qaf. Demikianlah Allah Yang Mahaperkasa, Mahahijaksana mewahyukan kepalarm (Midsummad) dan kepada orang-orang yang sebelharamu (QS. Al-Syr (42): 1-3)

 

Lebih dari itu, kurang jelas, apakah kepada Adam diturunkan pula alfabet bahasa- bahasa lain. Di luar itu, masih terdapat lagi cerita- cerita keagamaan yang lain. Misalnya, banyak rakyat yakin kalau bahasa ataupun sistem tulisan berasal dari dewa- dewa. Nama Sanskerta merupakan Devanagari yang berarbersangkutan dengan kota para dewa". Hieroglif yang dipakai bangsa Mesir Kuno untuk dokumen formalnya yang ditatah ke dalam batu, berarti" tulisan batu keramat". Bangsa Meir yakin kalau tulisan sudah diciptakan oleh Toth, dewa kebijaksanaan, serta istilah mereka menimpa tulisan merupakan ndu- ntr( bicara para dewa).

 

Kaligrafi yang mula-mula ditemui merupakan di Mesir, ialah semenjak era perunggu, yang setelah itu tersebar ke Asia serta Eropa sehabis hadapi banyak pergantian. Tidak hanya itu, kaligrafi pula ditemui di Cina. Temuan ini khas Cina sehingga bertabiat independen.[5]

 

Pencatat sejarah berkata kalau aksara paku( fonogram ataupun al- kitabuh al- mismriyyah) yang ditemui orang Sumeria 2. 500 SM serta dipakai buat menuliskan bahasa Akadia Semit menyebar dari negara Refada ke banyak daerah Timur Dekat, setelah itu ditiru oleh orang- orang Syria, Mesopotamia, Persia, serta Armenia. Diakui kalau Lembah Refada sudah melahirkan angka- angka serta hitungan dalam permulaan sejarah manusia.[6]

Pada hakikatnya, studi kaligrafi merupakan bagian dari kegiatan seniman dalam menggunakan pena dimana huruf- huruf atau aksara menjadi objek yang artistik dan estetik di dalam mengekspresikan gagasan, inspirasi dan kepekaan seninya. Pangkal katanya diambil dari kata Yunani: Kalligraphia yang maksudnya: " tulisan yang indah". Kaligrafi bermula dari Yunani yang tumbuh pada dini abad III Masehi, kala Appolonious dari Tyana terpesona oleh kemahiran pembantu dekatnya, yang mahir dalam merangkai tulisan indah.

 

Kaligrafi Islam tidak terlepas dari ruh Islam. Sebagai wujud ekspresi cita rasa estetis dan seni dalam jiwa seniman, kaligrafi Islam yang berlandaskan Al-Qur'an memberikan petunjuk yang sangat jelas tentang tulisan dan pena sebagai sesuatu yang harus dipelajari manusia, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur'an. 

surah al-'Alaq: 3-4 yang artinya: "Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Penyayang. Yang mengajar (manusia) melalui pena", dan surat al-Qalam ayat 1: "Nuns, karena pena dan apa yang mereka tulis". Artinya Allah mengajar manusia melalui membaca dan menulis.

 

Esensi  yang tidak dapat dipungkiri oleh umat Islam adalah bahwa Al-Quran merupakan awal dari segala kajian kaligrafi, bagi umat Islam sesungguhnya merupakan pedoman hidup atau pernafasan agamanya diperoleh dari berbagai benda seperti makam, mata uang, masjid atau pada benda lainnya. Oleh karena itu, prasasti dapat memberi tahu kita asal muasal perkembangan kaligrafi berdasarkan sumber-sumber tertulis dari masa lalu.[7]

 

Seni kaligrafi Islam khususnya berkembang pesat pada abad ke-16 ini. Abad ini dapat dianggap sebagai permulaan kaligrafi Islam, di mana gaya kaligrafi menemukan formula standarnya. Pada masa ini berbagai karya tulisan dari ayat-ayat Al-Quran, hadits-hadits Nabi maupun puisi-puisi Islam telah banyak dituangkan ke dalam bentuk kaligrafi dengan berbagai aliran. Semenjak saat itu seni kaligrafi dalam dunia Islam telah mampu mengantarkan perkembangan kebudayaan Islam. 

Seni kaligrafi Islam boleh dibilang memiliki lingkup tidak terbatas, variasi serta aplikasi pemakaiannya bisa dituangkan ke media seni tulis apapun. Maka tidak mengherankan, bukan hanya dunia Islam saja yang menggunakan kaligrafi dengan teks Arab, dunia barat pun terpengaruh oleh kaligrafi Islam.[8]

 

Pertumbuhan awal dan munculnya kaligrafi di Indonesia dapat dikaji berdasarkan peninggalan benda-benda arkeologis, yang kebanyakan terdapat di daerah Jawa dan di Aceh, terutama peninggalan kerajaan Samudera Pasai dan kerajaan Aceh. Tidak terlepas dari perkembangan kaligrafi di dunia Islam lainnya, di Indonesia juga dijumpai bukti-bukti tinggalan kaligrafi masa lalu baik yang menekankan terhadap keindahan tulisan saja, maupun kaligrafi ornamental dan figural.[9]

 

Sebagai contoh dapat disebutkan kaligrafi yang menekankan terhadap keindahan adalah dijumpai pada nisan Fatimah binti Maimun (wafat 475 H/1082) di Leran,dan nisan Maulana Malik Ibrahim (wafat 882 H/1419 M) di Gresik yang dengan kaligrafi jenis Kufi dan Sulus, sedangkan kaligrafi ornamentaldijumpai di dinding luar mihrab Masjid Agung Demak. Selain itu, contoh kaligrafi hieroglif adalah yang terdapat pada tembok istana Kerajaan Cirebon sebagai kaligrafi bermotif macan atau sebagai gambar wayang.[10]

Corak Kaligrafi

 

Tidak semudah itu. untuk menentukan seperti apa corak kaligrafi islam indonesia yang sebenarnya. Di sini, suburnya kreativitas belum bisa diukur dengan hasil "isme" atau tren yang dalam hal ini benar-benar khas Indonesia. Saya cenderung bilang ini kaligrafi Islam "di" Indonesia, bukan kaligrafi Islam Indonesia. Penilaian ini bukannya tidak beralasan.

Pertama, gairah seniman tanah air terhadap seni kaligrafi tidak bertahan lama. Oleh karena itu, pekerjaan mereka belum sepenuhnya diteliti dan diuji. Sangat berbeda dengan bentuk-bentuk kaligrafi sebelumnya dan yang masih dianggap kuno hingga saat ini. Misalnya saja Kufi.

 Ia dilahirkan dan dibesarkan di kota Kufah melalui ratusan tahun cobaan hingga ia mencapai bentuk sempurna yang kita lihat saat ini. Kaligrafi dalam kurun waktu yang lama telah melahirkan semacam "isme" yang dikaitkan dengan tanah kelahirannya, yaitu Kufah. 

Begitu pula dengan model lainnya, misalnya kaum Farisi kelahiran Persia (Arab-Furs); Hieri, lahir di kota Hirah, Diwani, menghabiskan beberapa minggu menulis untuk dewan (kantor) pemerintahan Islam; dan Naskhi, yang diturunkan secara turun temurun hingga saat ini, masih digunakan dalam berbagai manuskrip, termasuk buku, surat kabar, Alquran. serta materi promosi.

 

Kedua, sambutan hangat terhadap karya kaligrafi kami, selain tentunya banyak mengandung nilai positif, juga mendorong beberapa kalangan untuk bersatu mencoba menciptakan karya seni bergambar tersebut. Biasanya ia lebih suka menonjolkan unsur seni dalam lukisannya dibandingkan ciri kaligrafi Jitokus. 

Pergerakan acak seringkali disebabkan oleh kurangnya pemahaman teori. Ada juga orang yang memainkan permainan tebak-tebakan. 

Tak heran, seringkali hasilnya tampak seperti simbol yang "baru dibuat" atau berupa simbol "jimat" yang maknanya sulit dijabarkan karena pembuatnya tidak memahami cara membacanya secara tepat.

 

Ketiga, karya dari beberapa ahli kaligrafi atau pelukis kita pada umumnya tetap bersifat pribadi. Perbedaannya hanya terlihat pada gaya penampilan saja, termasuk H.A.R. Manshur Dompu, Amri Yahya, A.D. Pirous, Hatta Hambali, Ahmad Sadali, Hordyono, Said Akram dan Syaiful Adnan. Bentuk yang spesifik di Indonesia dan diterima secara umum belum muncul. Namun harus kita sambut dengan hangat karena kita telah memperoleh khazanah baru yang sangat berharga.[11]

 

Kaligrafi Sebagai Media Dakwah

 

Hubungan dengan dakwah secara tertulis, bisa juga dikaitkan dengan tulisan atau kaligrafi yang indah . 

Apalagi di negara kita Indonesia, jika kita menyebut kata kaligrafi maka yang dimaksud tidak lain adalah kaligrafi Islam atau kaligrafi arab, padahal kata kaligrafi juga bisa digunakan untuk aksara lain, misalnya kaligrafi latin, kaligrafi cina (kanji ), kaligrafi Lontara (aksara Bugis Makassar). 

Mohammad Yousuf, seorang ahli kaligrafi muda Tiongkok yang dikenal sebagai Chen Kun, adalah salah satu ahli kaligrafi Tiongkok. Ia mengikuti jejak Haji Noor Deen Mi Guangjiang, orang Tionghoa pertama yang memperoleh sertifikat kaligrafi Arab di Mesir pada tahun 1997.

 Kaligrafi Arab yang ia ciptakan merupakan gaya kaligrafi yang mirip dengan kaligrafi Tiongkok (Kanji) karena teknik penulisan Tiongkok. tradisi penulisan kaligrafi.

 

Sebuah karya kaligrafi yang dikemas dengan baik dapat menjadi penunjang dakwah, khususnya dakwah tertulis. Melalui karya seni (kaligrafi), penyampaian informasi akan lebih efektif dibandingkan hanya melalui pidato dan teks, apalagi jika disampaikan secara jenaka dan unik, mampu menghibur masyarakat. 

Karya seni yang baik adalah karya yang tidak mengkritik secara langsung individu atau kelompok orang tertentu, melainkan bersifat universal, ditujukan pada kepribadian universal manusia. 

Informasi yang disampaikan juga harus merupakan informasi yang terjamin keakuratan data dan keaslian informasinya, serta tidak boleh mengandung kebohongan atau rekayasa karena jika suatu ciptaan tidak sesuai dengan kenyataan maka tidak dapat dianggap kebenarannya berbohong. Informasi yang disampaikan melalui karya harus bersifat mendidik dan menghibur penontonnya. 

Informasi tersebut dapat menjelaskan perasaan pengulas. Oleh karena itu, perlu dihindari informasi yang dapat membingungkan masyarakat.

 

Dakwah melalui seni lukis, metode ini muncul dalam bentuk lukisan, foto, grafik, gambar digital, dan lain sebagainya. Media ini sangat menarik banyak perhatian terutama di era digital dan banyak digunakan untuk menggambarkan makna pendidikan yang ingin kita sampaikan kepada orang lain. 

Komunikator atau pengkhotbah dapat berupa orang, sekelompok orang, atau organisasi. Untuk menyampaikan pikiran dan perasaan seseorang, menurut Aripuddin2, komunikator harus menggunakan seperangkat simbol, baik verbal maupun nonverbal, yang dapat dipahami oleh penerima pesan. Pesan, khususnya apa yang disampaikan komunikator kepada penerima. 

Selain itu, Aripuddin berpendapat bahwa pesan memiliki tiga unsur: makna, simbolisme, atau pengorganisasian pesan. Simbol yang paling penting adalah kata-kata, kata-kata yang diucapkan atau gambar (non-verbal). 

Contohnya saja lukisan yang mengangkat tema keislaman selain lukisan kaligrafi Islam, misalnya; lukisan anak sedang membaca Al-Qur'an, lukisan pemandangan yang menggambarkan situasi kegiatan keagamaan, misalnya rombongan orang tua dan anak-anak yang berjemaat pergi ke mesjid, atau lukisan yang menggambarkan seseorang memberikan uang shalat kepada pengemis dan tema keislaman lainnya.[12]

 

Sampai saat ini sebagian masyarakat Indonesia menyebutnya sebagai seni lukis islami, kesadaran mereka selalu tertuju pada karya kaligrafi islami, padahal seni islami tidak hanya kaligrafi islami saja namun juga mencakup lukisan yang bertemakan manusia dan berbagai aktivitasnya. , baik itu beribadah kepada Allah swt. 

Padahal, dakwah melalui seni lukis mencakup berbagai jenis lukisan kaligrafi, seiring perkembangan kaligrafi masa kini banyak menerapkan unsur-unsur yang serupa, misalnya unsur garis, warna warna, tekstur, bayangan, cahaya, dan lain-lain. Selain itu, ia juga menerapkan prinsip estetika pada karya kaligrafinya seperti prinsip keseimbangan, ritme, kesatuan, komposisi, dan lain-lain. 

Oleh karena itu, unsur tabel lebih penting dari pada unsur tulisan, artinya jika dilihat sekilas yang pertama kali dilihat adalah tabel dan jika diperhatikan dengan seksama akan terlihat bahwa karya tersebut sebenarnya berisi tulisan. Karya berjudul Semuanya Dijelaskan (QS. Al Israa: 36) karya Abd. Aziz Ahmad adalah salah satu contoh lukisan kaligrafi.

 

  • KESIMPULAN

 

Kaligrafi merupakan seni penting dalam Islam bukan hanya karena peranan pentingnya dalam penulisan Sabda Suci tetapi juga karena kemampuannya dalam membentuk karakter akhlakul karimah penulisnya. Oleh karena itu, perlu kajian khusus untuk mendalami kaligrafi secara mendalam. Dengan adanya artikel ini penulis berharap masyarakat semakin mencintai seni kaligrafi Islam. Sehingga kedepannya seni ini akan berkembang dan tentunya melahirkan banyak generasi pengkaji Al-Quran melalui seni kaligrafi. Khothot-khoththoh (ahli kaligrafi) adalah generasi penjaga Al-Quran, karena peran mereka adalah menulisnya secara langsung. dan mengabadikan firman Allah.

 

KEPUSTAKAAN

 

Aziz, A. (2013). DAKWAH, SENI DAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN. Jurnal Dakwah Tabligh, 75-85.

 

D.Sirojuddin.A.R. (2016). Seni Kaligrafi Islam. Jakarta: AMZAH.

 

Ghozali, A. (2021). KALIGRAFI DAN PERADABAN ISLAM. Journal for Southeast Asian Islamic Studies.

 

Setiawan, A. (2016). Kaligrafi Islam dalam Aktifitas Budaya. Jurnal al-Furqan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun