Tak heran, seringkali hasilnya tampak seperti simbol yang "baru dibuat" atau berupa simbol "jimat" yang maknanya sulit dijabarkan karena pembuatnya tidak memahami cara membacanya secara tepat.
Â
Ketiga, karya dari beberapa ahli kaligrafi atau pelukis kita pada umumnya tetap bersifat pribadi. Perbedaannya hanya terlihat pada gaya penampilan saja, termasuk H.A.R. Manshur Dompu, Amri Yahya, A.D. Pirous, Hatta Hambali, Ahmad Sadali, Hordyono, Said Akram dan Syaiful Adnan. Bentuk yang spesifik di Indonesia dan diterima secara umum belum muncul. Namun harus kita sambut dengan hangat karena kita telah memperoleh khazanah baru yang sangat berharga.[11]
Â
Kaligrafi Sebagai Media Dakwah
Â
Hubungan dengan dakwah secara tertulis, bisa juga dikaitkan dengan tulisan atau kaligrafi yang indah .Â
Apalagi di negara kita Indonesia, jika kita menyebut kata kaligrafi maka yang dimaksud tidak lain adalah kaligrafi Islam atau kaligrafi arab, padahal kata kaligrafi juga bisa digunakan untuk aksara lain, misalnya kaligrafi latin, kaligrafi cina (kanji ), kaligrafi Lontara (aksara Bugis Makassar).Â
Mohammad Yousuf, seorang ahli kaligrafi muda Tiongkok yang dikenal sebagai Chen Kun, adalah salah satu ahli kaligrafi Tiongkok. Ia mengikuti jejak Haji Noor Deen Mi Guangjiang, orang Tionghoa pertama yang memperoleh sertifikat kaligrafi Arab di Mesir pada tahun 1997.
 Kaligrafi Arab yang ia ciptakan merupakan gaya kaligrafi yang mirip dengan kaligrafi Tiongkok (Kanji) karena teknik penulisan Tiongkok. tradisi penulisan kaligrafi.
Â