Mohon tunggu...
Machon Joko
Machon Joko Mohon Tunggu... -

Tak ingin menyesal dan takkan putus asa selagi akal ini masih berfungsi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tanda Tanya

5 Januari 2016   19:18 Diperbarui: 5 Januari 2016   19:28 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

 

Sore yang teramat panjang... 

Mungkin kalimat itu yang pantas untuk menggambarkan suasana yang telah tertangkap dalam pelukan resah yang baru saja berlalu..

Dan seketika terdengar suara cewek yang datang mengejutkanku lamunku.

 

"Iwan...!, kamu kok disini..?"

"iya, lagian kamunya lama banget sich.."

"yeee...! Kamu kan tahu, jam berapa kursusku selesai...! Chieee.. Kangen berat ya...? Padahal kan baru dua jam gak ketemu, sampai segitunya rindu melanda pikirmu..!" (sembari lembut tangannya mencolek daguku)

"Apaan sich Cika.. Malu tauk, dilihat orang banyak tuh..!"

 

Cika adalah teman sekelasku, seorang cewek yang periang, cerdas dan baik hati. 

Disamping orangnya mudah berggaul, Ia adalah primadona dikelas 1b bahkan cowok satu sekolahan pun hampir semua tak ada yang tak mengagumi akan keanggunannya.

 

"ke taman lagi yuk Wan..!"

"malas ach.., mendingan pulang aja, entar kesorean lagi..!"

 

"hmmm.., padahal aku dah janjian ama seseorang, mungkin Ia dah nungguin aku di taman tempat kita tadi ngobrol Wan, ayo lah Wan..! aku mau ngenalin kamu ama Dia tauuk..!"

 

"di tempat tadi..?"

"iya.. emang kenapa Wan, kok pasang muka aneh gitu..?"

"hai Cika, aku kasih tahu yahc..! Ditaman tempat kita ngobrol tadi, ada makluk aneh berwujud seorang cewek yang sok akrap dan sok tahu.. malas ahc, entar ketemu dia lagi..!"

"masak sihc Wan..? apakah tuh cewek godain kamu ya Wan..? tapi kalau emang iya, aku gak heran kok Wan.. Kamunya kan gateng.."

 

Entah apa makna senyumnya yang begitu sejuk itu, apakah mengejekku atau menggodaku..? yang jelas aku tak berdaya dibuatnya dan akirnya ku ikuti aja kemauannya.

"tuhc kan Cika... Kamu juga ikutan jadi aneh..!"

"hahaha... habisnya aku penasaran sihc ama tuh cewek, kira-kira cantikan mana ama aku ya Wan..?"

"udah dehc,, gak usah aneh-aneh"

"cantikan mana... tuh cewek apa aku..?"

"lahc.. Kok kamunya yang sewot...?"

"cantikan mana... tuh cewek apa aku Waaan...?"

"iya iya... cantikan kamu...!"

"kok kayak gak ikas gitu sihc jawabnya..?"

"udah lah Cika... ayo temuin tuh temen kamu...!"

"mahu nemuin temenku apa tuh cewek... ayooo...!"

"Cikaaa...!"

Keluhku dengan nada datar berharap cika tak lagi menggodaku.

Rindang pohon yang ada di sepanjang tepi jalan tengah kota memayungi langkah kaki kami dengan sesekali menjatuhkan sehelai dua daunnya yang menari-nari mengikuti irama angin sore.

Sedangkan kicauan goda di sampingku masih tetap saja berlanjut menghujaniku...

 

Terlihat Taman kota beratap dedaunan rindang yang tercengkram rerenting dari delapan pohon besar itu mulai dekat dengan tujuan perjalanan kami.

Aku berharap gak ketemu lagi ama tuh cewek aneh, walau memang gak ada yang salah dengan sikapnya, namun ku rasa gak salah juga dengan sikapku yang gak suka dengannya.

 

"mana ya Wan, makluk aneh yang kamu maksud tadi...?"

 

Ku hanya terdiam tak membalas tanya cika, mungkin ku mulai bosan dengan godanya yang monoton itu.

Namun ada yang mengganjal disudut mataku, senyum Cika yang tak mampu ku seka mengembang begitu indahnya membuatku terpesona.

"sepertinya hari ini aku memang benar-benar dikutuk" ucapku dalam hati, ketika kulihat lambaian tangan yang seolah mengejek keangkuhan senyumku.

 

"hai...!"

Sebuah sapa yang sama menjadi jedavu dalam soreku ini dan aku hanya diam dengan tatapan tajam pandangku yang seakan menusuk dan menyayat senyumnya.

 

Namun... 

Bukan... 

Aku salah,,,

ternyata sapa itu bukanlah buatku...

 

"maafin cika dah terlambat ya kak... Dah lama yahc nunggunya...?"

 

Aku semakin terkejut, ketika cika berucap demikian pada cewek tersebut.

jangan-jangan Nih cewek... temen cika yang mau dikenalin ke aku?

Kata-kataku bergelut dalam hati berkecamuk kecemasan dalam pikirku..

betapa malunya jika semua itu benar.

 

"Wan... Kenalin, ini..."

"Wulan...!" secara sepontan ku sebut namanya dan Cika pun terkejut akan hal itu.

"hei,,, kok kamu bisa tahu wan?"

"temenmu kan terkenal disini" jawab ku yang terkesan asal-asalan.

"kenalin ni kak, namanya Iwan, yang tempo hari ku ceritain ke kakak..!"

"ini toh, pemuda yang telah menakluk kan hatimu..?"

Ya, Cika adalah pacarku, kami jadian tiga minggu yang lalu. walau sebenarnya aku anggap hubungan ini adalah sebuah kecelakaan. Gimana gak kecelakaan? Dia yang begitu ayu dan populer lebih memilihku dari pada cowok-cowok lain yang lebih tampan dariku yang begitu gigih mengejarnya, sedangkan aku yang bahkan tak terpikir tuk mengejarnya malah tertembak olehnya.

 

"nama ku Iwan, aku temen sekelasnya Cika!, dan maaf untuk yang tadi.."

Ku perkenalkan diri sekaligus jabat tangan ku sebagai ungkapan rasa bersalahku atas ketidak sopananku padanya tadi.

 

"temen sekelas sekaligus bodigat tuk hatinya Cika kan..?"

Jabat tanganku terbalas dan dapat bonus lagi, sebuah godaan canda dari wulan.

 

"apaan sich kak..!" 

Cika pun tersipu malu di buatnya, dan matahari yang kian condong ke sarangnya sesekali mengintip wajah cika yang merona melalui celah dedaunan yang terus saja bergoyang mengikuti irama sang bayu.

 

"duduk di sebelah sana aja yuk..!"

Pinta cika sembari menunjuk bangku taman yang lowong.

"ehemm... Kayaknya, tempat duduk ini menjadi faforit kalian..?"

"emang kenapa kak?"

"nggak sihc.. Mungkin kebetulan aja kali ya, tadi kalian kan duduknya juga di sini.."

"kok kakak bisa tahu?, jangan-jangan... Kakak mata-matain aku yahc..?"

Beginilah para cewek, pada rame sendiri seakan dunia ini jadi sempit karena adanya mereka.

"penginnya sihc gitu..! Habisnya, aku kan penasaran, seperti apa sosok yang mampu menjinakkan monster kayak kamu? Tapi sayang, targetku malah kabur.. Huh!"

"hai Wan.. Jangan bilang makluk aneh yang kamu ceritain ke aku tadi itu dia..?"

"ya emang dia..!"

"wach.. Bener-bener dehc, masak aku dikatain makluk aneh.. Yang bener tuh makluk tuhan paling seksi tauuuk..!"

"hahaha.. Maaf ya kak, pasti tadi Iwan gak sopan ya ama kakak?"

"iya.. Ajarin tuh cowok kamu bagaimana caranya bergaul..! Wong diajak kenalan ama cewek cantik kok malah kabur..!"

"hahaha.. Mungkin kakak tuh yang kecentilan, jadi takut dehc iwannya.. iya kan Wan..?

Aku hanya tersenyum menyaksikan celoteh mereka dan aku semakin gak kerasan dengan suasana ini, buatku.. ini membosankan, walau ada sang pacar bersamaku..!

"Wan.. Kamu tahu gak, siapa sebenernya kak Wulan ini..?"

"tahu.. Dia kan temen kamu!"

"bukan Wan..!"

 

Terkejut ku mendengar pengakuan cika, sungguh aku gak nyangka jika Wulan itu sebenarnya...

"sebenarnya.. Kak Wulan tuh kakak kandung aku Wan..!"

 

*****

masih saja terngiang kalimat yang diucapkan cika padaku tadi, terasa masih tak bisa kupercaya bahwa cewek yang ku anggap aneh dan begitu nyebelin buatku adalah kakak dari pacarku... Huuuhf!

"Wan.. ingat pesanku..!, tolong jaga hati adikku..! Jangan sesekali kau lukai perasaannya..!" 

bisikan itupun tak mau hilang dari telingaku, bahkan mengalahkan bisingnya bis yang sekarang mengantarkanku pulang.

 

"pasar wage... pasar wage...!"

Teriakan sang kondektur bis membuyarkan lamunku dan ternyata sudah sampai di mana tempat aku harus turun.

Kuambil sepedaku dari tempat penitipan, seakan senja tak mau menungguku, sedangkan aku masih harus melewati dua desa lagi tuk bisa sampai kerumahku.

Ku kayuh sepedaku di atas jalan yang masih juga tak berubah, tetap bergelombang dengan banyaknya lubang besar dan berbatu licin.

 

Senja ini hari telah berlalu, laju roda sepedaku ternyata tak cukup cepat tuk memutar dinamonya. Apa boleh buat, lampu sepedaku yang redup ini kan menerangi sepanjang jalanku hingga sampai ke rumah.

 

"jam segini baru pulang... Gak usah pulang aja Sekalian!, Bukannya sekolah yang bener malah kluyuran."

Beginilah hidupku... Baru mau menginjakkan kaki di rumah sudah di sambut omelan tanteku yang cantik tapi gak laku itu.

 

"opo toh ndok.. Orang baru sampai kok di omelin..!, dah Wan, kamu mandi dulu sana!, jangan lupa sembahyangnya!, aku siapin makan buat kamu."

Aku ngerasa dunia ini belum kiamat karena masih ada nenek ku yang baik hati dan penyayang itu.

 

"ya... Teruuus... Terus-terusan aja manjain cucu kesayangan ibu itu!

Nenekku hanya menghela nafas tak menggubris ucapan anak perempuannya yang ke dua itu.

Di rumah ini aku hanya tinggal bersama mereka, nenekku dan tante Erna, sedangkan ibuku anak nenek yang pertama kini sedang merantau ke luar negri dan sudah dua tahun lebih menjadi TKW di negri Arab nan jauh sana.

Aku adalah anak tunggal dan menjadi yatim setelah ayahku meninggal sejak aku berumur dua tahun, tiga tahun berselang kakekku pun menyusul ayah karena sakit jantung yang sudah lama di deritanya.

 

Malam semakin larut, namun pejaman mataku ini tak juga mampu menidurkan penatku. Ku ambil tas sekolahku, ku keluarkan buku-buku pelajaran tadi siang, ku ganti dengan buku pelajaran sesuai jadwal untuk esok.

Ku baca lagi catatan yang di ajarkan siang tadi..

 

"apa ini..?"

Bisikku tatkala bayang Cika tersenyum dalam lembaran bacaanku.

Ku tiup pusat cahaya yang beraroma minyak tanah itu dan ku coba lagi tuk pejamkan mata menikmati hembusan angin malam yang masuk lewat celah-celah dinding anyaman bambu karya almarhum kakekku.

 

"kukuuruyuuuk...!"

Aaacchhh...hahhh..., rasa kantukku belumlah hilang, teriakan ayam sudah mengajakku tuk hidup lagi.

Seperti hari yang sudah-sudah, ku awali rutinitas pagiku tanpa banyak kata, menimba air dari sumur, mengisi gentong dapur buat masak nenek, bak mandi pun harus terisi penuh tuk persediaan mandi nenek, aku dan tanteku yang tercantik.

 

Kesejukan fajar yang berselimut kabut menahan peluhku, kepulan asap mengambang di atas genting dapur tatkala kayu membakar tumpu dan aroma yang semerbak menggugah keinginan tuk melihat dan mencicipi..

"masak apa sih nek? Aromanya kok manggil-manggil aku suruh nyicipin?"

"opo toh Wan.. Wong yo mong sambel trasi iki lho karo tempe goreng, wes kono ndang mandi teros subuhan!, iki tak matengne disek sarapanne"

"njeh nek..."

" karo kae, bulekmu di gugah!, wong wadon kok yahmene durong tangi, ngono kok konpayu rabi!"

"biarin aja nek, mungkin bulek lagi mimpi indah, nanti malah akunya yang kena tendang lagi!"

Begitu singkat tetesan fajar membangunkan jiwa, perlahan sinar mentari pun menembus kabut yang membungkus dinginnya pagi. Ku buka pintu depan, ku lihat sosok yang muncul dari gumpalan kabut dan berjalan ke arahku.

Aku terpana melihat rambut panjang yang terurai dengan kupu-kupu biru terselip di sisi kirinya, bak bidadari, senyumnya melukis pelangi diantara remang kabut.

 

"hai Wan...!, pagi-pagi kok bengong di tengah pintu?"

sapanya padaku menjatuhkan embun di dahan mawar yang masih kedinginan menguncup menanti kehangatan mentari.

 

"hai..!"

Jawabku singkat yang takut akan pudarnya pelangi karena kata-kataku.

 

"hari ini aku nebeng kamu ya wan..!"

"Emang kakak kamu kemana?"

"huh.. Mas Roni tuh nyebelin, gara-gara disuruh ngejemput ceweknya, akunya yang jadi korban dehc!"

Roni adalah temanku waktu kami masih SMP, meskipun ia kakak kelasku namun kami cukup akrap. sedangkan adiknya satu ruangan denganku di SMP yang sama dengan Roni. Dia bernama Putri, aku biasa memanggilnya iput. Mereka berdua umurnya berjarak hanya setahun dan tinggal di Rt sebelah.

 

"kenapa kamu gak bawa sepeda sendiri Put?"

"kan aku pengen bonceng kamu Wan!"

"ntar kamu pulangnya gi mana?

"bareng mas Roni..!"

Ku kayuh sepedaku membelah kabut yang kian memudar terbias mentari, hamparan sawah menghijau di kanan kiri jalan yang ku lalui.

Tiba-tiba perutku terasa hangat dan...

"hati-hati ya Wan!, jalannya masih licin loh.." 

tangan kanan iput terasa hangat dan lembut tatkala berpegangan pada perutku.

"tenang aja Put, paling.. Jatuhpun kebawah."

Kehangatan itu tiba-tiba sirna, tatkala cubitan tangan iput menyambar bagian kanan perutku sembari menggerutu.. "awas aja kalau sampai jatuh..!"

Dengan kondisi jalan seperti ini, memang butuh kehati-hatian bagi para pengayuh sepeda, apa lagi embun pagi membuat bebatuan semakin licin dan menjadi tantangan tersendiri buatku tuk melaluinya setiap hari.

"dah sampai Put.., gimana, apakah ada yang lecet dengan kulitmu wahai tuan putri..?"

"hmmm.., terimakasih atas tumpangannya pangeran..!"

"halah.. Pangeran kecebong apa?, kamu tunggu disini ya put!, aku titipin sepedanya dulu kesana."

"siap.., ku kan setia menunggumu pangeran..!"

Tak butuh waktu lama, bis yang kami tunggu pun sudah nampak mendekat dan kamipun melambaikan tangan memintanya tuk membawa kami menyertainya.

 

"apa ada yang aneh denganku?" tanyaku dalam hati tatkala putri terus saja memperhatikanku yang berdiri tepat di hadapannya yang dengan sesekali kami saling bersenggolan dikarenakan jalan yang tak rata membuat laju bis yang kami naiki meleompat-lompat.

Sesampainya di terminal kota, kamipun berpisah, sebab ia sekolah di SMA yang tempatnya berbeda arah denganku.

"Wan... Cepat balas ya..!"

Ucapnya sambil berlari kecil menuju angkotnya yang sudah mahu melaju.

 

"cepat balas..?, apa maksudnya iput tadi?"

Pikirku coba menela'ah kata-kata putri tadi, namun tetap saja ku tak dapat mengerti maksudnya itu.

"huhh... Sudahlah..."

Aku pun berlari kecil mencoba mengejar angkot yang sudah mulai melaju dari tempat ngetemmya, kulihat begitu penuh penumpang menyesaki dalamnya angkot itu dan terpaksa ku harus bergelantungan di pintunya, ku tak ingin terlambat, karena sang waktu sudah mulai dekat dengan jam masuk sekolah.

Gerbang sekolahku mulai terlihat, ku minta sang sopir tuk menurunkanku di depan gerbang yang di bawahnya berdiri sosok bidadari yang telah menungguku.

 

"hai pagi, kenapa cuacamu mendung..?"

Sapaku pada cika yang terlihat cemas menungguku.

" mendung..?, ya jelas lah.. Kamu datangnya lama banget sihc...!"

"ada apa Cika?, kok gak seperti biasanya gitu?"

"ayo cepetan masuk Wan!, aku belum ngerjain PR ku nihc... Mana punya kamu..!"

Baru ku ingin membuka tasku, tiba-tiba ada yang memanggil namaku.

 

"iwan... Kamu sini!, tolong bapak bantu angkat barang-barang ini bawa masuk ke kantor bapak"

Ternyata yang memanggilku itu tadi pak Narto guru mata pelajaran fisika.

"siap pak.."

Teriakku semangat menyanggupinya,

Sedangkan Cika kelihatan kesal karena aku kan meninggalkannya di saat ia butuh bantuanku.

 

"huh.. Pak Narto, lagi darurat gini malah nyulik penolongku.."

" udahlah Cika.., kasihan kan pak Narto jika ngangkatin barang segitu banyaknya..!, nihc..! Yang kamu butuhin ada di dalamnya"

Ku sodorkan tas ku pada Putri dan mencoba menenangkannya yang masih saja menggerutu.

"udah sana... Masuk kelas dan cepetan salin tuh punyaku..!"

" ya dehc, aku duluan ya Wan!"

 

Ahc.., Banyak juga nihc barangnya pak Narto, sampai harus dua kali kembali.

"terimakasih ya Wan...!"

"sama-sama pak.., saya masuk kelas dulu ya pak.,"

" Ok Wan..., selamat belajar!"

 

Segera ku bergegas menuju Cika dan ku lihat dia pun sepertinya sudah siap mengerjakan tugasnya.

Waktu begitu cepat berlalu, jam pelaran terakirpun sudah berakir, aku dan cika beranjak dari kelas berjalan bersama sampai depan gerbang sekolahan. Berhubung rumah cika berlawanan arah denganku, akupun menemaninya sambil mengobrol sampai anggkot yang kan di naikinya sampai.

 

"Wan..., kapan kamu kan main kerumahku? dan akupun sebenarnya pengen tahu rumahmu, kampungmu dan keluarga mu..!"

Ku tersenyum mendengar perkataan cika, namun akupun tak tahu pasti kapan ku kan bisa mewujudkan keinginannya itu.

 

"kapan-kapan pasti aku kan kerumahmu, begitu juga denganmu, suatu nanti kamu kan ada di rumahku, tapi bukan untuk sekarang...!"

"kenapa Wan..?"

"karena angkot kamu dah datang tuh..!"

"huh.."

"dah Cika.. Hati-hati di jalan!, sampai jumpa lg basok dan jangan sampai lupa lagi ngerjain tugas yang tadi..!"

"iya.. iya.., bay bay.."

 

Tak ku lepas pandanganku pada cika yang tengah berjalan menuju angkot dan menaikinya hingga angkot itupun hilang dari penglihatanku. Akupun tak membuang waktuku dan bergegas menyebrang jalan dan naik angkot ke arah terminal.

Sesampainya di terminal, ku terus saja menuju tempat dimana bis yang biasa ku tumpangi menunggu penumpang, dan ternyata bisnya sudah mahu jalan, akupun berlari kecil tak mahu ketinggalan hingga ku dapat mengejarnya.

Setelah sampai di tujuanku,ternyata sudah ada yang menungguku di depan tempat penitipan sepedaku.

 

"hai iput.., kamu gak jadi pulang bareng kakakmu toh..?"

"nggak... Dasar kakak ku tuh kalau dah pacaran adiknya pun di lupain...!"

"hahaha.. Namanya juga lagi kasmaran.., ya dah, kamu tunggu sebentar, aku ambil sepedaku dulu!"

Yahc, akirnya akupun harus mengeluarkan lebih tenaga lagi tuk boncengin putri.

 

Hampir sepanjang perjalanan pulang, aku dan putri terdiam dan hanya sesekali menanyakan tentang sekolah masing-masing.

Ketika hampir sampai di desa kami, tiba-tiba putri bertanya padaku tentang hal yang tak ku mengerti sama seperti tadi pagi yang ia memintaku untuk cepat di balas, tapi apa yang perlu di balas?, akupun jadi bingung sendiri.

"sudah sampai istana tuan putri...!"

"mampir dulu Wan..!"

"aku terus balik aja dehc.. Mampirnya lain kali aja ya..!"

"ya dah, makasih ya Wan..!, ku tunggu balasan darimu...!"

"ok..!"

Hahc.. Itu lagi itu lagi, bener-bener buat aku bingung.

Ku semakin bingung, ketika ku lihat rumah nenek yang dipenuhi ramai orang di  dalamnya hingga meluber ke luar rumah.

 

"ada apa lagi ini..?"

Gumamku yang masih bertanya-tanya sendiri.

Akupun masuk kedalam rumah dan ku dapati nenek dan juga tanteku menangis terisak sedih.

"ada apa ini..?

Tanyaku pada keramaian seisi rumah.

"ibumu le...!"

Jawab nenek disela pelukannya yang mengikat erat tubuhku.

"kamu yang sabar yo le..!

Ucapan nenek lagi-lagi membingungkanku dan membuatku semakin bertanya-tanya dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"sebenarnya, ada apa dengan ibuku nek..?"

Nenek seakan tak kuasa tuk menjawab tanyaku, air matanya semakin deras membasahi pundakku.

 

"ngene lho Wan, tadi di kelurahan dapat kabar kalau ibumu itu telah meninggal dunia di Arab sana, tapi belum jelas sakit apa yang membuat ibumu meninggal dunia."

Tubuhku tersa lemas tak berdaya, jantungku terasa berdetak semakin kuat, bibirku bergetar dan matataku berkaca-kaca seakan tak percaya mendengar penjelasan dari pak Kades yang memegangi pundakku mencoba tuk menenangkanku.

"sekarang pengiriman jasadnya tengah di usahakan, dan keluargamu mesti nyiapin uang untuk biyaya pengirimannya"

Aku semakin bingung dan gak tahu harus ngomong apa maupun harus berbuat apa setelah mendengarkan lebih lanjut penjelasan dari pak Kades.

 

•••BERSAMBUNG•••

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun