"Tentu, kami akan membiarkan kalian lewat setelah kalian membayar beberapa koin emas kepada kami. Aku lihat kalian bukan pedagang biasa. pasti koin emas kalian sangat banyak."
Melihat gelagat yang kurang enak, Tuan Ghalib dan Rashad saling beradu pandang. Lalu Tuan Ghalib turun dari untanya. Pikiran mereka sama. Mereka harus waspada. Sehingga tanpa diperintah, anak buah Tuan Ghalib sudah menyiapkan jambia milik mereka. Sebuah pisau belati kecil yang melengkung pendek. Jambia itu selalu mereka selipkan dibalik jubah mereka.
"Maaf Tuan, kami tidak banyak memiliki koin emas, hanya ini yang kami punya." ucap Tuan Ghalib setelah menyerahkan tiga keping koin emas miliknya.
"Ini sangat sedikit. Berikan semua koin emas yang kalian punya!" bentak salah seorang gerombolan itu.
"Maaf Tuan,kami tidak bisa." ucap Tuan Ghalib.
Penolakan Tuan Ghalib telah membuat lelaki itu kesal. Tanpa diperintah, keempat lelaki itu menyerang Tuan Ghalib. Rashad dan beberapa anak buahnya turun dari unta untuk memberikan bantuan. Pertarungan pun terjadi. Bunyi pedang dan jambia terdengar riuh. Debu -- debu beterbangan.
Mereka saling menyerang satu sama lain di sebuah lembah di padang pasir yang mulai gelap. Teana hanya diam tidak memberikan bantuan, sebab ia tahu bahwa Ayahnya dan Tuan Ghalib bisa mengatasi kelima lelaki berjubah itu. Ia hanya diam mengamati dari atas unta miliknya.
"Apakah Ayah dan Tuan Ghalib baik -- baik saja?" tanya Teana sesaat setelah gerombolan itu kabur melarikan diri.
"Ayah dan Tuan Ghalib baik -- baik saja."
"Benar Teana, aku baik -- baik saja." sahut Tuan Ghalib.
Teana mengangguk. Namun tiba -- tiba ia berubah menjadi cemas setelah melihat lengan Ayahnya.