"Tidak Ayah, aku tidak salah lagi. Ayah ingat waktu kita diserang di pemukiman Ad Dar Al Hamra kemarin?"
"Ya, Ayah ingat."
"Saat aku memegang lengan Ayah yang aku kira terluka itu, aku sempat mencium bau darah di lengan Ayah. Dan itu persis dengan bau darah di jasad sang pendeta dan juga ular ini."
Rashad terdiam. Sebagai seorang pegawai pencatat pajak Kerajaan Nabataea, Rashad selalu menggunakan pikiran logisnya. Ia tidak mau mengambil keputusan yang salah. Cukup lama ia memikirkan maksud ucapan anaknya itu. dan kini ia mulai paham.
"Jadi maksudmu adalah si pembunuh sang pendeta adalah seekor ular?"
"Tepat sekali ayah. Tapi aku tidak tahu ular jenis apa itu. sebab banyak sekali ular yang ada di padang pasir ini.
"Baiklah, simpan rahasia ini. cukup kau dan Ayah saja yang tahu. Jangan sampai para penduduk mengetahuinya. Ayah tidak mau menambah ketakutan mereka lebih banyak lagi."
"Baik Ayah."
Sebelum kembali, Rashad menemui penjaga Kuil Al Khuraimat. Memastikan bahwa upacara pemakaman sang pendeta telah siap.
"Iya Tuan, besok pagi kami akan membaringkan jasad sang pendeta diatas altar Al Djinn. agar Dewa Dhushara menerima jasadnya."
"Bagus Penjaga, kalau begitu kami pulang dulu."