“Bangunlah Nek, mari ikut denganku.” ajak Hamra sambil membimbingnya untuk bangun.
Mereka berdua berjalan beriringan menuju kereta unta milik Aairah. Dengan sedikit susah payah, nenek tua itu berjalan menyeret kakinya. Sepertinya ia tidak memiliki tenaga lagi. Sehingga Hamra memapahnya untuk berjalan menuju kereta unta Aairah.
“Nyonya, maafkan hamba. Apakah Nyonya memiliki sedikit air? Air saya telah habis Nyonya,” tanya Hamra.
“Ada apa Hamra? Kau membutuhkan air?” tanya Aairah dari balik tirai jendela kereta untanya.
“Bukan hamba Nyonya, namun nenek tua ini. Hamba merasa kasihan melihat keadaannya.” ucap Hamra.
Mendengar perkataan pelayannya itu, Aairah membuka sedikit tirai jendela keretanya. Mengintipnya dari balik tirai.
“Siapa dia Hamra? Kau mengenalnya?” tanya Aairah sambil menutup kembali tirai jendela keretanya.
“Hamba tidak mengenalnya Nyonya, nenek inilah yang menyebabkan rombongan kita berhenti. Tiba – tiba saja ia bersimpuh ditengah jalan meminta air kepada Kishwar. Ia meminta sedikit air milik kita. Sudah seharian ini ia tidak minum. Ia merasa sangat haus.” ucap Hamra panjang lebar.
Aairah menyibakkan sedikit tirai jendela kereta untanya. Ia menatap wanita tua itu baik – baik. Ada sedikit rasa iba terhadapnya.
“Kasihan sekali wanita tua itu, ia kelihatannya sangat membutuhkan air. Tapi jika aku berikan satu kantung air ini untuknya, maka….” gumam Aairah dalam hati sambil matanya terus menatap si wanita tua.
Kini hati Aairah dipenuhi rasa kebimbangan antara menolong orang lain atau menolong dirinya sendiri. Cukup lama ia memikirkan hal ini.