“Sudah – sudah. Kalian ini masih saja meributkan turban. Apa kalian tidak ingin segera menikmati minuman di kedai Zubi?” tanya Manaf.
“Manaf benar. Ayo kita segera berangkat.” ajak Haydar kepada kedua temannya itu.
***
Malam itu udara cukup dingin. Rombongan Aairah telah memasuki Kota Hegra. Beberapa pengawal Aairah sibuk menggiring unta – unta mereka memasuki kandangnya. Hamra yang selalu siaga, membantu Aairah yang nampak lelah untuk turun dari kereta untanya.
“Mari Nyonya, hati – hati,” ucap Hamra sambil memegangi tangan Aairah untuk turun dari keretanya.
“Terimakasih Hamra, malam ini aku ingin makan sup kambing.” ucap Aairah.
“Baik Nyonya, akan saya buatkan.” jawab Hamra singkat.
Didalam rumah telah menunggu suami Aairah. Ia sedang sibuk mencatat pajak kerajaan. Berlembar – lembar kertas menumpuk di meja. Dengan ditemani secangkir sari kurma hangat dengan sedikit madu, suami Aairah menulis laporan pajak kerajaan.
“Suamiku….” sapa Aairah.
Karena terlalu serius menulis laporan pajak, kehadiran Aairah tidak dihiraukan suaminya. Aairahpun melangkah mendekat. Ia mendekatkan mulutnya ke telinga suaminya.
“Rashad, aku sudah pulang,” bisik Aairah ke telinga suaminya.sambil memeluknya dengan hangat dari belakang.