“Apa kau bilang? Orang sebanyak itu kau bilang sedikit?” tanya Soha sambil mengusap – usap kedua bola matanya. Seakan ia tak percaya.
“Kenapa? Apakah kau kaget? Jumlah yang kau lihat itu tidak seberapa daripada minggu lalu. Hari ini sudah agak sepi. Mungkin mereka mencari kolam penampungan yang lainnya daripada harus mengantri disini. Mereka lebih memilih tempat yang aman dan agak sepi.” jawab Daleela.
Soha mulai memahami ucapan sahabatnya itu.
“Sudahlah… Ayo jalan…” ucap Daleela kemudian.
Akhirnya mereka berdua tiba di Abu Lawha.
“Hai kauuu…. Antrilah yang rapi. Atau aku akan menendangmu.” teriak salah seorang prajurit kerajaan.
Penduduk yang sudah lama mengantri mulai membuat keributan. Saling berteriak dan saling dorong satu sama lain.
Lelaki dan wanita bercampur baur dalam antrian panjang itu. Bahkan ada beberapa wanita yang membawa dua gendongan sekaligus. Tangan kiri menggendong kendi, tangan kanan menggendong anak mereka yang masih kecil.
Suara riuh penduduk yang antri bercampur baur dengan suara tangisan anak kecil. Airmata dan keringatnya sudah tidak bisa dibedakan lagi. Mengucur membasahi tubuhnya yang mungil.
Dengan cekatan sang ibu segera menurunkan kendi yang dibawanya. Ia mengelap keringat bayinya menggunakan kerudung yang dikenakannya. Lalu menutupi bayinya dengan kerudung itu agar tidak kepanasan. Si bayi segera tenang kembali.
“Hai kau wanita gemuk. Majulah….!” perintah prajurit.