“Daleela, apa kita akan mendapatkan air hari ini ?” tanya Soha.
“Tergantung.” jawab Daleela singkat.
“Maksudmu apa?”
“Tergantung semangat dan kesabaranmu. Karena bukan hanya kita saja yang membutuhkan air itu. tapi seluruh penduduk di Hegra membutuhkannya. Kita semua tahu kalau akhir – akhir ini kita kekurangan air. Banyak sumber air di kota yang mulai habis. Hujan jarang turun. Persediaan air di kolam – kolam penampungan mulai menipis.”
“Begitu ya,” balas Soha sambil mengangguk tanda mengerti.
Setelah itu tidak terdengar suara diantara mereka. Hanya desiran pasir gurun dan suara kadal saling berkejaran. Bergemerisik dibalik rumput – rumput yang mulai nampak mengering. Udara mulai panas.
Mendadak Soha berucap…
“Hmm… Aku punya ide.” ucap Soha dengan mata berbinar – binar.
“Ide apa Soha ?” tanya Daleela sambil terus berjalan. Kali ini mereka melewati tebing – tebing kecil dengan batu cadas yang keras kemerah – merahan.
“Begini Daleela, nanti kalau kita sampai di Abu Lawha sebaiknya kita berpura – pura sedang sakit. Atau mungkin kita bisa bilang kepada para penjaga kolam penampungan air Abu Lawha bahwa kita harus segera mendapatkan air untuk mengobati keluarga kita yang terluka di rumah. Bagaimana ideku ini?” tanya Soha dengan senyum melebar di wajahnya.
Untuk sejenak Daleela mengacuhkan pertanyaan sahabatnya itu. Ia sibuk memperhatikan tebing yang cukup terjal di depannya.