Mohon tunggu...
Litteu Nur El Lailatie
Litteu Nur El Lailatie Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Belajar dan Mengajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hibriditas pada Tokoh Hanafi dalam Novel Salah Asuhan Karya Abdoel Moeis

31 Desember 2024   08:33 Diperbarui: 31 Desember 2024   08:40 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Amanat

Pemecahan suatu tema disebut amanat. Di dalam amanat terlihat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Amanat dapat diungkapkan secara eksplisit (berterang-terangan) dan dapat juga secara implisit(tersirat).

Amanat yang dapat diambil dari kisah yang terdapat dalam novel Salah Asuhan adalah jangan pernah menyombongkan diri dan merendahkan orang lain, hanya karena kita lebih berkuasa daripada orang itu. Selain itu, hendaknya kita saling menghormati, baik itu terhadap orang tua, orang lain, atau terhadap adat istiadat. Sikap terbuka terhadap budaya baru memang bagus, tetapi kita harus pandai dalam menyaring budaya luar. Kita juga harus tetap melestarikan adat dan budaya sendiri. Walaupun kita tidak menyukai adat atau budaya tersebut, bukan berarti kita bisa berlaku semena-mena terhadap orang yang masih memegang erat adat istiadat.

ANALISIS HIBRIDITAS PADA TOKOH HANAFI

Hanafi adalah seorang Bumiputra yang sedari kecil bersekolah di sekolah Belanda dan hidup dengan orang Belanda. Dampak dari didikan tersebut adalah sosok Hanafi yang lebih menyukai hal-hal berbau Belanda, daripada bangsanya sendiri. Hanafi tumbuh menjadi sosok Bumiputra yang anti adat istiadat. Di satu sisi, keluarga Hanafi adalah keluarga yang masih berpegang dengan adat istiadat Minang. Hal ini yang menjadi rintangan bagi Hanafi yang ingin terlepas dari belenggu identitas asalnya sebagai Bumiputra. Hanafi merasa, dampak dari didikan Belanda menjadikan dirinya sebagai jiwa yang berada dalam tubuh yang salah. Jiwa, pandangan, cita-cita Hanafi adalah segalanya yang berbau Belanda, namun dari segi fisik memang tidak dapat dipungkiri bahwa wadah jiwanya adalah seorang Bumiputra. Hanafi pun berusaha untuk menjauhkan diri dari identitas asal. Ia mencoba untuk menjadi sosok lain yang ia inginkan, yaitu sebagai seorang Belanda

Selain itu, pada zaman kolonial, bangsa Belanda melakukan diskriminasi terhadap pribumi. Perbedaan-perbedaan diperlihatkan antara Timur dan Barat. Salah satu yang disayangkan oleh Hanafi adalah masalah perkawinan antara orang Barat dan Timur. Hanafi menyayangkan konsekuensi dari perkawinan tersebut yang berdampak pada kehidupan sosialnya. Hal itu menjadikan tokoh Hanafi semakin gencar melakukan hibriditas guna menyetarakan kedudukannya dengan bangsa Belanda. 

  1. Penggunaan Bahasa

Untuk meningkatan kedudukannya, Hanafi menggunakan bahasa dan istilah Belanda saat berbicara dengan teman Eropanya. Tidak hanya itu, bahkan saat ia berbicara dengan ibu dan Rapiah, Hanafi masih sempat mengeluarkan istilah-istilah Belanda. Hal itu menjadi faktor dasar agar ia dapat masuk ke dalam lingkup pergaulan bangsa Eropa. 

Yang sangat menyedihkan hati ibunya ialah karena bagi Hanafi segala orang yang tidak pandai bahasa Belanda, tidaklah masuk bilangan. Segala hal-ikhwal yang berhubungan dengan orang Melayu, dicatat dan dicemoohkannya, sampai kepada adat lembaga orang Melayu dan agama Islam tidak mendapat perindahan serambut juga.

Hanafi yang seorang Bumiputra merasa rendah apabila ia menggunakan bahasa Melayu yang menjadi bahasa asalnya. 

  1. Gaya Hidup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun