"Harusnya aku yang minta maaf." tampik Alea, merapikan rambutnya.
Sesaat mereka berdua salah tingkah. Mengapa harus ada pelukan lagi? Tuhan masih berbaik hati. Jalanan depan rumah Alea kosong. Tak satu pun tetangga yang keluar dan memergoki mereka.
"Bunda lagi ngapain? Ow...ada Daddy."
Dari pintu samping, keluarlah Arini. Gadis kecil itu tampil cantik, segar, dan wangi dalam balutan baju terusan berwarna putih. Alea dan Calvin tersenyum padanya, bergantian memeluk Arini.
"Daddy kangen Arini sama Ayah." Calvin menjawab pertanyaan Arini dengan lembut.
"Kangen Bunda juga ya?"
Rona merah kembali tertinggal di pipi Alea. Tidak, tidak benar. Calvin tidak pernah merindukannya. Hanya Sivia yang ada di hati Calvin.
Perkiraan Calvin tentang pelukan keduanya dengan Alea terbukti keliru. Ketika ia memasuki ruang tamu, pandangannya bertemu dengan Jose. Pria bermata sipit itu melempar korannya ke atas meja.
"Kamu kira mataku sudah buta? Aku lihat jelas dari sini, Calvin Wan. Congrates, telah memeluk istriku sebelum aku sendiri melakukannya." kata Jose dingin, menepukkan tangannya.
"Apa yang terjadi tidak seperti yang kamu lihat, Jose. Alea terpeleset dan..."
"Kamu memeluknya."