Sakit di ginjalnya tak sebanding dengan sakit hatinya. Sakit lantaran vonis dan kegagalan terapinya. Bagaimana ia harus memberi tahu Silvi? Bagaimana ia dan Silvi mengatasi masalah ini?
Kesedihan itu terlalu pedih untuk ditumpahkan dalam air mata. Tak ada lagi persediaan air mata untuk menampung pedihnya hati Calvin. Andai saja ia bisa mencuri air mata seseorang, lalu ia gunakan untuk melampiaskan kesedihan.
Calvin mengenyakkan tubuh di bangku taman. Memandangi kerlap-kerlip lampu taman dan air mancur yang menari-nari ceria. Ia bahkan iri dengan air mancur itu. Bisa terlihat ceria, memercikkan air tanpa beban.
Gundah hatinya ia alihkan dengan menulis artikel. Malam ini, Calvin tergerak untuk menuliskan penyebab infertilitas pada pria dan wanita. Berat sekali menulisnya, namun ia harus bisa. Menulis bisa melegakan perasaan.
Ilmu tentang infertilitas sudah di luar kepala. Menulisnya dengan cepat bukan pekerjaan mudah. Artikel ringan itu selesai, lalu posting. Selesai. Calvin Wan, sang model, blogger, dan pengusaha super tampan selalu produktif menulis dalam kondisi apa pun.
Tak sengaja pandangannya tertumbuk pada sesosok wanita di gerbang taman. Wanita itu cantik. Sorot matanya teduh, wajahnya lembut. Setelan businesswoman yang dikenakannya sangat pas mengikuti lekak-lekuk tubuhnya. Ada yang ganjil. Wanita itu menangis. Air matanya mengalir tanpa henti. Menciptakan kilauan bening di pipi mulusnya.
Melihat itu, hati Calvin tersentuh. Apakah yang membuat wanita secantik itu menangis? Siapakah yang tega membuat wajah lembut itu berurai air mata? Sejurus kemudian dia bangkit dan mendekati si wanita.
"Hei...kenapa menangis?" tanya Calvin lembut.
Si wanita berparas lembut menengadah. Kristal-kristal bening terus berjatuhan dari mata indahnya.
"Aku digugat cerai oleh suamiku," jawabnya setengah terisak.
"Sorry to hear that. Kenapa bisa begitu?" Calvin bertanya lagi, nada suaranya makin lembut.