Shalat gerhana di salah satu masjid eksekutif yang dilewatinya bukan sekadar alasan. Ia memang ingin menghadapkan diri dan hatinya pada Illahi. Ingin bersujud ketika fenomena alam berupa gerhana bulan total tersaji sempurna di atas langit. Diam-diam hatinya menerbitkan tanya. Apakah Silvi melakukan hal yang sama?
"Calvin...Calvin."
Seseorang memanggil namanya tepat ketika kakinya menaiki anak tangga masjid. Refleks ia berbalik.
"Hai Nico," sapanya, tersenyum ramah pada teman lamanya. Nico, seorang pebisnis sukses, putra tunggal konglomerat yang membangun masjid eksekutif ini.
"Kamu jadi imam shalat gerhana ya?" pinta Nico tetiba.
Kedua alis Calvin terangkat. "Why? Kenapa harus aku? Yang lain saja."
"Semua imam yang biasa bertugas di sini berhalangan. Come on...hanya kamu yang bisa kupercaya untuk menggantikan mereka."
"Wait wait, imam berarti harus jadi khatib juga kan?"
"Yups. Kamu bisa kok. Pasti bisa."
Lembutnya hati Calvin membuat ia tak mampu menolak. Di tengah kegamangan hati, dalam pilunya hati akibat kegagalan terapi penyembuhan infertilitas, Calvin malah dipercaya menjadi imam shalat gerhana.
"Ok, aku mau. Beri aku waktu untuk bersiap-siap." kata Calvin akhirnya.