Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Itu Telah Retak

5 Agustus 2017   06:01 Diperbarui: 6 Agustus 2017   22:01 1162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

**     

Kenekatan membawa Calvin pada perjalanan panjang. Mengemudikan mobilnya memasuki gerbang Tol Pasteur, ia memutuskan satu hal: berziarah ke San Diego Hills.

Calvin mengemudikan mobilnya dalam kecepatan tinggi. Tak peduli lagi pada kondisi kesehatannya. Tak peduli pada jarak yang ditempuhnya.

Siapa bilang tempat pemakaman itu menyeramkan? Tidak semua tempat pemakaman bernuansa seram dan memprihatinkan. San Diego Hills buktinya.

Berlokasi di Karawang, San Diego Hills menyajikan konsep pemakaman mewah dan eksklusif. Fasilitasnya lengkap di sini. Mulai dari taman, kolam renang, gedung serba guna, Restoran La Collina, danau buatan, kapel, dan tempat ibadah. Bukan hanya keluarga yang boleh berkunjung ke San Diego Hills. Masyarakat umum dibolehkan datang. Mereka bisa berjalan-jalan di taman, danau, makan di restorannya, atau berenang di kolam renang.

Ide awal pembuatan San Diego Hills berasal dari CEO Lipo Grup, Mochtar Riyadi. Saat itu, Mochtar berkunjung ke makam orang tuanya di Jawa Timur. Prihatin melihat kondisi pemakaman yang suram dan tak terurus, terpikir olehnya untuk membuat taman pemakaman dengan konsep yang berbeda. Mewah, nyaman, indah, dan jauh dari kata suram. San Diego Hills adalah realisasinya.

Di tempat pemakaman mewah itu, Calvin mencurahkan perasaannya. Mengunjungi Mercy Mansion. Berdoa dengan khusyuk untuk Papa dan kakak-kakaknya. Tiga kali ia membacakan Yasin. Memohon pada Allah untuk kelapangan kubur dan tempat terbaik.

"Papa..." Calvin bergumam lirih, mengelus nisan Tuan Febrian.

"Cinta itu telah retak."

Keindahan di pemakaman itu tak mengurangi pedih hatinya. Calvin menghela nafas berat.

"Aku tidak tahu kenapa Mama setega itu. Mama justru memilih menikahi pria lain setelah Papa meninggal. Ikhlaskah Papa di surga sana?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun