Tanpa kata lagi, Nyonya Lola mendorong mangkuknya ke samping kanan. Calvin mengambilnya. Memakan setengah porsi sup yang tersisa.
Sudut mata Nyonya Lola mengerling sang putra bungsu. Ia tersadar. Menyisakan makanan bukanlah hal yang baik.
"Terima kasih ya, Sayang. Sudah mengingatkan Mama. Selamanya, kamu tetap anak Mama yang terbaik." puji Nyonya Lola hangat.
"Sama-sama. Mama bisa saja kalau memuji. Pujian itu menakutkan. Bisa membuat orang jatuh dalam kesombongan."
"Tidak, tidak. Pujian itu baik untuk memotivasi seseorang. Bahkan calon Papa barumu tak ragu memujimu di depan Mama."
Calon Papa baru? Calvin memuntahkan kembali makanannya. Nyonya Lola terlihat khawatir.
"Calvin, are you ok? Mama kira efek samping kemo sudah hilang sejak kemarin." Nyonya Lola memberikan air putih. Memastikan Calvin meminumnya.
"Mama yakin...dengan rencana pernikahan itu?" Calvin kesulitan menemukan kata, setengah tak percaya. Terus terang, ia tak suka dengan pria yang dikenalkan Mamanya sebagai calon Papa baru.
"Insya Allah, Calvin. Mama sudah mantap. Mama yakin dengan pilihan itu."
Hati Calvin dipenuhi rasa kecewa. Semudah itu Nyonya Lola menggantikan posisi Tuan Febrian. Tidakkah Nyonya Lola ingin memikirkan ulang pilihannya?
** Â Â Â