** Â Â Â
Kenekatan membawa Calvin pada perjalanan panjang. Mengemudikan mobilnya memasuki gerbang Tol Pasteur, ia memutuskan satu hal: berziarah ke San Diego Hills.
Calvin mengemudikan mobilnya dalam kecepatan tinggi. Tak peduli lagi pada kondisi kesehatannya. Tak peduli pada jarak yang ditempuhnya.
Siapa bilang tempat pemakaman itu menyeramkan? Tidak semua tempat pemakaman bernuansa seram dan memprihatinkan. San Diego Hills buktinya.
Berlokasi di Karawang, San Diego Hills menyajikan konsep pemakaman mewah dan eksklusif. Fasilitasnya lengkap di sini. Mulai dari taman, kolam renang, gedung serba guna, Restoran La Collina, danau buatan, kapel, dan tempat ibadah. Bukan hanya keluarga yang boleh berkunjung ke San Diego Hills. Masyarakat umum dibolehkan datang. Mereka bisa berjalan-jalan di taman, danau, makan di restorannya, atau berenang di kolam renang.
Ide awal pembuatan San Diego Hills berasal dari CEO Lipo Grup, Mochtar Riyadi. Saat itu, Mochtar berkunjung ke makam orang tuanya di Jawa Timur. Prihatin melihat kondisi pemakaman yang suram dan tak terurus, terpikir olehnya untuk membuat taman pemakaman dengan konsep yang berbeda. Mewah, nyaman, indah, dan jauh dari kata suram. San Diego Hills adalah realisasinya.
Di tempat pemakaman mewah itu, Calvin mencurahkan perasaannya. Mengunjungi Mercy Mansion. Berdoa dengan khusyuk untuk Papa dan kakak-kakaknya. Tiga kali ia membacakan Yasin. Memohon pada Allah untuk kelapangan kubur dan tempat terbaik.
"Papa..." Calvin bergumam lirih, mengelus nisan Tuan Febrian.
"Cinta itu telah retak."
Keindahan di pemakaman itu tak mengurangi pedih hatinya. Calvin menghela nafas berat.
"Aku tidak tahu kenapa Mama setega itu. Mama justru memilih menikahi pria lain setelah Papa meninggal. Ikhlaskah Papa di surga sana?"