Proses massage selesai. Akila meracik lulur yang digunakan dalam service spa itu, lalu mengoleskannya ke tubuh Renna. Lulur dibiarkan mengering selama tiga puluh menit, sementara tubuh Renna diselimuti handuk. Tiga puluh menit yang menyenangkan. Khasiat lulur mulai terasa.
“Apa yang bisa kubantu, Akila?” tanya Renna lembut.
“Tidak usah, Renna. Insya Allah aku bisa mengatasinya sendiri. Hassan adalah putraku, satu-satunya putraku. Aku ingin Hassan tumbuh normal.” sahut Akila penuh harap.
“Dia akan tumbuh normal. Kematian Fikri pasti meninggalkan jejak trauma yang dalam. Seiring berjalannya waktu, dia akan bangkit dari kesedihan. Bantu dia berdamai dengan masa lalu.” Renna berkata membesarkan hati. Disambuti anggukan Akila.
“Sekarang Fikri sudah meninggal. Aku harus merawat Hassan. Mendampinginya sampai ia mandiri dan dewasa.”
Mendengar nama Fikri, hati Renna dibayangi kengerian. Fikri Tsaqif, suami Akila, seorang pengusaha sukses. Kejamnya dunia bisnis membuat Fikri punya banyak musuh. Pesaing bisnisnya iri pada kesuksesannya. Alhasil, mereka melakukan perampokan dan pembunuhan berencana. Fikri meninggal secara tragis dalam peristiwa itu. Nyawanya melayang di tangan seorang perampok ulung. Seluruh harta kekayaannya habis.
Setahun berlalu sejak tragedi itu. Perlahan Akila dapat bangkit dari keterpurukannya. Ia dapat bertahan hidup dengan bisnis yang dijalankannya sendiri. Ironis, Hassan belum bisa berdamai dengan masa lalu.
“Kamu sudah bawa Hassan ke psikolog?” Renna menanyai Akila.
“Sudah. Dia sedang melewati proses terapi untuk menyembuhkan traumanya. Tapi sampai saat ini belum ada progres.” Akila menjawab letih.
Sejenak Renna berpikir. Mencoba memberikan saran yang tepat.
“Akila, apa Hassan masih melakukan shalat dan membaca Al-qur’an?”