Apa pun artinya, Renna sangat menikmati spa. Tubuh dan pikirannya rileks seketika. Seluruh beban terangkat sempurna. Kamar spa yang ditempatinya sangat nyaman. Dilengkapi dengan tempat sauna mini, bathtub, kimono, bantal, handuk, dan kaca rias.
Mula-mula Akila memberikan pijatan dengan teknik urut dan massage oil. Satu jam lamanya proses itu berlangsung. Renna sangat menikmatinya.
“Kamu memang berbakat, Akila.” puji Renna.
Akila hanya tersenyum. Menyuruh Renna berganti posisi dari tengkurap menjadi terlentang.
“Aku masih belajar kok. Aku juga tak menyangka salon yang mulanya amatir jadi seperti ini. Alhamdulillah...” kata Akila penuh syukur.
“Allah Maha Baik, Akila. Oh ya, bagaimana kabar Hassan?”
Sedetik kemudian Renna menyesal menanyakan hal itu. Senyum Akila memudar. Tergantikan ekspresi sedih yang tergambar jelas.
“Kenapa, Akila? Aku salah ya? Maaf...kamu tak perlu menjawabnya.”
“Bukan begitu. Hassan masih tertekan jiwanya. Sejak ayahnya meninggal, dia berubah. Dia jadi pemurung, pendiam, dan penyendiri. Dia terus menyalahkan diri sendiri.”
“Oh...I’m sorry to hear that.”
Sebagai sesama ibu, Renna dapat merasakan apa yang Akila rasakan. Ibu mana yang tidak bersedih melihat anaknya terpuruk meratapi kepergian ayahnya? Hassan sangat dekat dengan ayahnya. Kepergian sang ayah otomatis membuat jiwanya terguncang.