Bermula saat Albert tak sengaja melewati butik milik Andini. Andini melihatnya, lalu marah-marah. Mengira Albert telah membawa mobil milik majikannya tanpa izin. Lalu ia menelepon kekasihnya, kembar identiknya Albert yang memiliki nama serupa. Hanya nama belakang mereka yang berbeda. Si kembar identik datang ke butik. Terpaksa ia memarahi Albert agar penyamarannya meyakinkan.
**
“Keren banget akting kamu, Bro! Cocok jadi tokoh protagonis yang menderita!” kata si pria berkacamata, tertawa lebar.
Albert hanya tersenyum kalem seperti biasa. “Aku menyelamatkanmu, Albert Fast.”
“Oh iya, aku hutang budi sama kamu. Tapi serius lho, kenapa kamu nggak jadi aktor lagi? Iya kan, Chika?”
Chika mengangguk. Menyesap mocktailnya. Tersenyum menatapi sepasang kembar identik itu.
“Iya, Albert. Kenapa kamu vacum sebagai model dan aktor? Sayang sekali...Albert Arif yang terkenal dan berbakat mundur dari dunia showbiz.”
“Chika, bukannya aku tidak mau. Tapi aku belum bisa mengatur waktu.” Jelas Albert sabar. Pelan memotong sirloin steak-nya. Mematuhi tabble manner dengan sangat baik. Perfect.
“Katanya, kemarin manager dan orang dari production house datang ke rumahmu ya? Nawarin main film? Kamu terima nggak?” selidik si pria berkacamata.
“Maunya kuterima, tapi aku harus sesuaikan jadwal dulu.”
Restoran mewah di bilangan Jakarta Selatan menjadi saksi kedekatan mereka bertiga. Waktu makan siang dihabiskan bersama. Saling berbagi pengalaman dan cerita. Albert, Chika, dan pria berkacamata itu sangat menikmati kebersamaan mereka.