“Lihatlah bayi-bayi di kamar bersalin... kami mengisi mereka dengan cerita-cerita yang memperkuat kebencian dan ketakutan... Kebencian memakan jiwamu dan mengambil peluang-peluang darimu. Seperti meminum racun.” (hal. 197)
Kesehatan dan perdamaian
Izzeldin berpendapat bahwa ekstremisme bermunculan karena orang tidak dapat hidup atau hidup dengan normal. Ia juga mengatakan “Anda tidak bisa mengharapkan orang yang tidak sehat untuk berpikir secara logis. Hampir semua orang di sini memiliki masalah kejiwaan, semua orang membutuhkan rehabilitasi.” (hal. 29)
Izzeldin melihat adanya peluang bidang kesehatan sebagai salah satu bidang yang dapat berperan dalam usaha turut serta menciptakan perdamaian. Gagasan ini sebenarnya telah dianut oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). WHO memiliki konsep “health as brigde for peace”. Konsep ini menggambarkan pentingnya peran sektor kesehatan dalam usaha pencapaian perdamaian dengan bersandarkan pada prinsip hak asasi manusia, kemanusiaan, dan etika medis. Konsep ini pernah diterapkan di Indonesia pada konflik Ambon (2000-2001). Sebanyak dua puluh delapan tenaga medis – Muslim dan Kristen –- diberikan pelatihan perdamaian di Yogyakarta sebelum ditempatkan di Ambon.
Mengingat peran penting kesehatan baik sebelum, sementara, atau setelah konflik berlangsung, Izzeldin berpendapat bahwa “.... para dokter dapat menjadi utusan perdamaian.” (hal. 33).
Selain bidang medis, bidang kimia juga diklaim dapat menjadi jembatan menuju perdamaian. Konsep ini dipercaya oleh International Union of Pure and Applied Chemistry. Mungkin masih ada bidang-bidang lainnya yang sedang dikembangkan interaksinya dengan bidang perdamaian.