Mohon tunggu...
Kayu Kompas
Kayu Kompas Mohon Tunggu... -

http://kayukompas.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jakarta, Shanghai, Jakarta, Bali. Hanya Itu Sayang?

22 Juni 2013   20:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:35 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Begini Pak, sepertinya suami Mbak Luna yang bernama Aldo hilang tenggelam di dalam laut. Tapi itu masih perkiraan Pak, karena tidak ada saksi di tempat. Mbak Luna juga tidak menyaksikan langsung. Kami sudah mencoba melakukan pencarian tapi tidak ada tanda-tanda yang ditemukan Pak. Kami akan tetap mencari Pak.", Kapten Robi menjelaskan panjang-lebar.

"Bagaimana mungkin Pak Robi? Tapi mereka baru tiba di Bali hari ini? Tolong anak saya Pak, dia pasti bingung saat ini. Tolong juga cari menantu saya sampai dapat! Kami akan datang secepatnya.", Papi Luna menutup telepon setelah mengucapkan terimakasih.

Malam itu terasa begitu panjang, tapi rasanya semua bergerak sangat cepat di luar batas kesadaran, semua orang bergegas-gegas dalam kesedihan bercampur kebingungan. Antara percaya dan tidak.

Tadi Papi Luna sudah memberitahukan langsung kabar buruk itu kepada keluarga Aldo. Papa dan Mama Aldo terpukul sekali. Bahkan Mama Aldo sampai tidak sadarkan diri.

"Aldo, kamu bilang kangen Papa-Mama, tapi kenapa malah pergi? Aldo...!", hanya itu yang sempat dia ucapkan sebelum tergeletak lemas tak sadarkan diri.

Seminggu pencarian itu berlangsung, bahkan perusahaan tempat Aldo bekerja sampai menurunkan satu unit helikopter untuk menyusuri seluruh kawasan pantai yang diperkirakan sebagai aliran arus laut, baik arus bawah maupun arus atas dari arah Pantai Kuta tempat Aldo hilang. Tidak ada jejak ditemukan.

Luna seperti orang tidak sadarkan diri, hanya diam dan termenung. Sebentar dia berjalan ke pantai, sebentar dia duduk meremas-remas pasir menatap jauh ke laut lepas, dia remas pasir basah itu dan ditaruh di atas kepalanya. Mami Luna dan Michelle yang terus mendampinginya hanya bisa menangis menyaksikan pemandangan itu. Mereka memeluk Luna.

"Aldo, bawa aku bersamamu!", Luna meringis setengah menangis.

"Ya Tuhan, kalau memang Aldo tenggelam. Aku berdoa biarlah dia tidak ditemukan. Aku tidak akan sanggup melihatnya. Biarlah aku mengenang dia, Aldo suamiku, dengan senyumnya yang lebar, matanya yang tajam tapi meneduhkan, wajahnya yang kecokelatan, dan tubuhnya yang kekar!", Luna berbisik sambil terus melumuri tubuhnya dari kepala sampai kaki dengan pasir pantai.

"Aldo, bawa aku bersamamu! Kalau kau mengarungi lautan, bawa aku bersamamu! You told me that you will swim for the rest of your life. Why don't you just take me with you?", mulut Luna terus berkomat-kamit berbicara sendiri.

"Kamu curang, kamu bilang Kuta yang pertama, yang lain sudah di dalam daftar kunjungan kita. Tapi kamu curang, kamu malah pergi sendiri. Hehehe... janji apaan?", airmata mengalir derasa di pipi Luna, tapi mulutnya malah tertawa sinis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun