Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ
KASTRAT BEM FISIP UPNVJ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ditjen Kajian Aksi Strategis BEM FISIP Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Akun Kompasiana Direktorat Jenderal Kajian Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Kabinet Astana Bimantara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat: Operasi Tunda Pemilu dan Pembangkangan terhadap Konstitusi

26 Maret 2023   20:56 Diperbarui: 26 Maret 2023   21:23 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu

Indonesia sebagai negara demokratis sudah seharusnya melibatkan sebagian besar rakyat dalam proses pengambilan keputusan-keputusan penting. Pelibatan masyarakat inilah yang membedakan demokratis atau tidaknya suatu negara. Mekanisme melibatkan masyarakat dalam pembuatan keputusan ini salah satunya adalah melalui pemilihan umum. Pemilihan umum adalah perwujudan dari konsep kedaulatan rakyat, dimana rakyat dilibatkan secara masif dalam proses pengambilan keputusan politik strategis. Mungkin tidak ada kegiatan politik yang secara teknis melibatkan rakyat dalam jumlah besar dan masif serta melibatkan isu-isu strategis dalam pengambilan keputusan politik kecuali pemilihan umum.

Pemilu sebagai ajang kontestasi politik berkala, memberikan ruang bagi keterlibatan rakyat secara langsung dalam menentukan siapa pemimpinnya baik di eksekutif maupun legislatif. Para elit politik terpilih adalah para pembuat keputusan yang memiliki legitimasi membuat kebijakan publik yang akan menentukan nasib rakyat. Mandat rakyat kepada para elit politik ini secara berkala akan ditinjau kembali dalam waktu tertentu. Hubungan antara elit dengan rakyat biasa, menghasilkan konsep perwakilan politik yang sering kali menimbulkan masalah akuntabilitas demokratis. 

Pemilihan umum yang berkualitas memiliki beberapa kriteria yaitu adanya kesempatan kepada rakyat untuk; memilih secara bebas antara tawaran kebijakan yang berbeda dan partai atau kandidat yang saling bersaing; pada saat yang sama meminta pertanggungjawaban pejabat terpilih untuk tindakan atau keputusan yang mereka lakukan, dan mentransformasikan konsepsi kedaulatan rakyat dalam tindakan politik riil yang sesungguhnya. Sehingga pemilu yang berkualitas pada dasarnya menuntut hadirnya pemilih yang memiliki kapasitas politik tertentu, yang memiliki tanggung jawab dan kesadaran sebagai warga negara yang baik (good citizen) yang memiliki informasi yang cukup dan memadai untuk membuat keputusan-keputusan politik yang strategis.

Rakyat memiliki hak untuk mengawasi dan berpartisipasi dalam politik melalui berbagai mekanisme antara lain bisa menggunakan media massa, kelompok kepentingan, kelompok penekan, atau bahkan saat ini media sosial sering digunakan sebagai ruang publik di mana diskusi, debat dan dialog secara terbuka dilaksanakan. Partisipasi politik membutuhkan kehadiran ruang publik yang sehat dimana interaksi antara aktor-aktor politik berjalan setara dan dinamis.

Partisipasi masyarakat dalam pemilu dapat dikategorisasikan dalam beberapa aktifitas Pertama, sebagai pemilih, masyarakat umumnya menganggap partisipasi dalam pemilu sebatas memberikan suara di TPS. Hal ini tidak salah tapi sebenarnya dalam teori partisipasi ini adalah bentuk partisipasi paling minimal. Kedua, sebagai pemantau pemilu, pemantau pemilu terdiri dari Lembaga-lembaga swadaya masyarakat atau CSO (Civil Society Organization) yang ikut mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu. Dalam Undang-undang Pemilu No. 7 Tahun 2017, pendaftaran dan akreditasi pemantau pemilu berada pada wilayah kewenangan Badan Pengawas Pemilu. Ini berarti secara legalitas Pemantau Pemilu diperoleh dari Bawaslu, dimulai dari pelaporan hingga sanksi berlaku sama dan berjenjang, segala kewenangan terkait dengan Pemantau Pemilu berada di lembaga pengawas yaitu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan berlaku sesuai tingkatannya (provinsi/ kabupaten/kota). Hal ini juga baik untuk kemajuan pengawasan karena akan adanya sinergi antara Bawaslu dengan pemantau pemilu sendiri khususnya terkait penetapan kode etik, hak dan kewajiban pemantau pemilu ini dan juga pelaporan. Ketiga, sebagai pengawasan partisipatif. Dalam hal ini Bawaslu melibatkan civil society sebagai salah satu kontingen dalam pelaksanaan pengawasan yang berintegritas. Pengawasan partisipasi ini direkrut mulai dari pendekatan melalui perpanjangan tangan Bawaslu yang berada di tingkat kabupaten/ kota, kecamatan dan juga desa/kelurahan, serta pendekatan kultural dengan merekrut mahasiswa, LSM dan juga pelajar. 

KESIMPULAN

Putusan pengadilan negeri Jakarta Pusat terkait penundaan pemilu memicu kontroversi di masyarakat. Masyarakat menilai putusan PN Jakpus yang dilatarbelakangi gugatan dari Partai Prima yang tidak lolos oleh KPU. Hal ini menjadi perbincangan karena dianggap bertentangan terhadap beberapa hal seperti konstitusi Pasal 22 E Ayat (1) UUD NRI 1945 yang dimana menjelaskan bahwa pelaksanaan pemilu adalah 5 tahun sekali. Jika terjadi penundaan pemilu berarti pemilu tersebut tidak dilaksanakan selama 5 tahun sekali dan terjadi perpanjangan masa jabatan. Selain itu hal yang juga disoroti adalah ranah dari pada pengadilan negeri Jakarta Pusat. Pengadilan negeri manapun dalam hal ini Jakarta Pusat tidak memiliki wewenang untuk memutuskan penundaan pemilu. Merujuk UU No.51 Tahun 2009 jo UU No.7 Tahun 2017 terkait pemilu, yang memiliki kuasa terhadap masalah pemilu seperti sengketa yaitu Bawaslu. Selain itu ada Dewan Kehormatan penyelenggara pemilu terkait kode etik dan Mahkamah Konstitusi terkait masalah hasil pemilu, jadi bukan pengadilan negeri.

Partai Prima sebagai partai yang menggugat tentu banyak yang bertanya-tanya sebenarnya apa dibalik itu semua. Isu ini seperti ada invisible hand di belakangnya karena beberapa kali isu penundaan ini naik bahkan dari elit-elit partai politik. Ini menjadi salah satu pekerjaan rumah baik dari penyelenggara atau pengawas pemilu dan memastikan pemilu ini berjalan sesuai dengan konstitusi tanpa adanya pengaruh dari kekuatan-kekuatan besar politik. Perlu ditekankan bahwa pemilu ini adalah sebuah kontestasi dan melibatkan partisipasi masyarakat secara umum. Sehingga rakyat memiliki hak untuk menentukan pemimpin baik eksekutif atau legislatif yang nantinya juga mengeluarkan kebijakan untuk kepentingan rakyat bukan hanya untuk kepentingan elit-elit saja. 

DAFTAR PUSTAKA

Buku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun