"Tidak bisa begitu atuuh! Akang simpan satu, itu buat Akang. Biar Akang ada harta juga," ucap Widy tersenyum sambil mengembalikan satu keping emas. "Yang diberikan padaku sudah cukup. Ini keperluan Kang Syafri sendiri."
Setelah beristirahat sebentar, Syafri dan Widy pamit naik sepeda ke Kolam Renang Cihampelas.  Kedua masing-masing mengendarai sepeda. Anak-anak SMA Belitung teman-temannya patungan membelikan Widy  sepeda sebagai hadiah pernikahan agar bisa sama-sama berjuang sebagai suami-isteri.
Kini mereka bersepeda berdampingan dengan santai agar bisa mengobrol. Kebetulan jalan lagi sepi.
"Itu yang dikasih Etek Salma adalah songket silungkang. Buatnya dari benang emas. Berisiko membawa barang-barang itu di bus," kata Syafri. "Tapi Uda Daus, dari Aceh ikut mereka. Dia mengungsi ke kampung Bapak karena pemberontakan Daud Bereueh."
"Orang-orang Aceh itu bergabung dengan Kartosuwiryo, kang?"
"Iya, Orang Makassar dan Banjar juga. Ini pemberontakan besar, tetapi waktu di kampus, kami ragu motif bukan karena ideologis."
"Bukankah di sana Islam fanatik?"
"Di Minang juga, tetapi orang-orangnya tidak mau ikut. Â Jawa Timur juga banyak pesantren tetapi juga tidak setuju."
"Akang setuju dengan negara Islam?"
"Nggak. Tidak mungkin untuk Republik ini.  Kalau cuma Aceh bisa!" katanya.  Â
"Oh, ya tadi Uda Daus, tidak muncul!"