Kintan mengangguk. Â Dia menyesal. Â Dia belum pernah melihat jalanan yang keras.
Syafri dan Kintan kembali ke Gedung Pusat Kebudayaan seolah tidak terjadi apa-apa. Â Widy yang tadi cemberut jadi ceriah ketika Syafri memberikan berapa kuntum mawar. Lalu dia menunjuk adiknya. "Kamu itu..!!"
Sekitar  kemudian Herland datang menjemput Kintan. Dia kali ini memakai sepeda motor dan melihat Syafri. "yang di kantor Polisi Cicendo itu saudaramu ya? Dia ditangkap bersama lima orang crossboy dan kelima-limanya babak belur." Rupanya sama Daus dikejar kelompok itu.
Syafri mengangguk. "Harusnya aku yang babak belur. Namanya Firdaus Syam, mantan gerilyawan di Sumatera bukan tentara. Rada sadis."
Herland mengangguk. "Aku yang beresin. Dia memincingkan matanya kepada Syafri, saudaramu bebas kok. Itu crossboy kena batunya."Tadinya saya yang ingin membuat mereka seperti, tetapi tidak sesadis saudaramu!"
"Jangan kasih tahu Widy ya?"
"Tentu tidak. Bisa dimarahi  habis  adiknya."
Kemudian Syafri duduk di samping Widy. "Jadi kita nonton di Elita?"
Widy mengangguk. "Kamu dan Kintan nggak apa-apa? Jangan ada disembunyikan. Aku tahu Akang melindungi dia. Adikku bangor pisan. Kalau main suka kelamaan!"
Mereka nonton film habis Asar dan pulang sesudah maghrib ke  Pasirkaliki. "Mengapa tidak ke Dago Atas?"
"Besok pagi ke Cikampek. Kalau dari Dago Atas jauh..!" Syafri sebetulnya ingin Widy tidak mengorek Kintan.