"Kami ingin tahu apa kamu sejagoan itu membela perempuan itu!"
Syafri khawatir. Kintan melihatnya.
Namun sebelum salah seorang dari crossboy itu menyentuh sebuah sepeda dengan kencang menubruk crossboy itu hingga terjengkang.
Seorang pemuda berbadan besar turun dari sepeda. "Ayo lawan Aku!" dengan logat Aceh. "Main senjata tajam boleh, aku punya rencong! Â Di Sumatera tentara Belanda ada yang aku matiin dengan rencong ini !" teriaknya.
"Uda Daus!"
"Maju bersama-sama boleh. Biar aku bikin remuk satu demi satu!"
Lalu dia menoleh ke Syafri. "Wahang paii dari siko!" Perintahnya.
Laki-laki itu mengenalinya. Â Syafri sempat melihat dia membanting seorang crossboy dengan kencang hingga bergulingan. Celananya sobek bergesekan dengan pasir kerikil dan sikutnya lecet-lecet. Â Yang lain lari terbirit-birit ketika crossboy kedua dipatahkan jari tangannya. Dia tahu saudaranya yang satu ini biasa dengan kekerasan dan hobinya berkelahi sejak kecil. Â
Dia belajar Judoka sekaligus silat Minang. Kintan berteriak ngeri ketika crossboy itu menjerit kesakitan begitu juga orang-orang di sana.  Namun Daus sempat meraih crossboy ketiga dan menghajarnya  di muka hingga hidungnya berdarah, sebelum lari dengan sepeda mereka.
Syafri kemudian membawa Kintan pergi secepatnya setelah membayar beberapa ikat bunga mawar dan anggrek.
"Jangan cerita ke Teteh ya?" bisik Syafri.