"Iya, aku, Putri dan Maria mengajar adik-adik kelas main angklung. Â Kami juga mengajar menari. Â Barudak angkatanku suka main terutama anak-anak kesenian sambil menunggu kuliah. Â Maria sudah diterima di Fakultas Sastra UI, tetapi dia malah ingin sekolah akademi pariwisata. Putri masuk Farmasi, sekolah teknik. Irma sekolah pariwisata. Aku menunggu Universitas Padjadjaran mulai buka."
"Aku senang kawanan kamu perempuan-perempuan mau maju!"
"Akang tidak takut tersaingi istri. Jika pendidikannya sama?"
"Lebih pintar pun senang," jawab Syafri. "Malah aku lebih senang anjeun lebih pintar!"
Matanya menatap tajam pada Widy. Gadis itu diam. Syafri mendekatkan wajahnya ke Widy. Dia diam saja. Dia makin merapat. Widy sudah membaca pikirannya.
"Lebih baik nanti. Â Keluargamu sudah ada di rumahku Kang Syafri. Â Mereka melamarku untuk kamu. Â Aku memang diminta mengajak kamu ke tempat ini!"
"Ah!" Syafri terperanjat. "Jadi bertemu di Rumah Makan Naga Mas serius?"
Widy mengangguk. "Aku percaya, kamu akan mengizinkan aku tetap kuliah. Cuma lagi diputuskan sebelum atau sesudah puasa."
Syafri minum lagi.
"Kamu mau sekarang? Setidaknya kamu minta baik-baik tidak seperti Hardja, menjebak di vila dia. Lebih asyik nanti habis Akad, kita bisa berdansa di kamar. Aku janji!"
Dia menatap Widy. Gadis itu menunggu keputusan Syafri.