Sepupunya Widy menyalami Syafri. Â "Terima kasih, kamu melindungi Widy.
Tidak berkata-kata. Lalu menatap Widy. "Aku baru tahu tampangnya malam ini."
"Aku Syafri! Letnan!" Dia menyalami tentara itu. Rupanya Syafri melihat tanda pangkat.
"Herland, ala, kamu  mah nggak usah panggil aku Letnan!"
Hein membayar makanan. Kemudian dengan dua jip rombongan berpisah. Sedangkan teman-teman Widy pakai motor.
Sesampai di rumah Widy, ibunya keluar dengan wajah terperanjat dan wajah cemas. Dia tidak mengkhawatirkan Widy, tetapi Syafri yang wajahnya babak belur. Â Hari itu juga dia diobati oleh Ibu Widy dibantu Angga, Utari.Â
Setelah itu  Angga mengantarkan Syafri ke kediamannya di kawasan Pasir Kaliki.  Ibunya juga menggeleng kepala. Bapaknya tidak bisa marah lagi. Â
"Demi gadis itu lagi ya?" tanya Hamid, ayahnya Syafri kepada Angga.
"Iya Om," kata Angga.
"Onde Mande, Romeo lagi!" terdengar suara tinggi. "Sia anak gadis itu!"
Syafri tersenyum. "Uda Hanief!"