Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Gemini Syndrome, Episode Berdansa di Kota Romantis Bagian Keempat

21 Juni 2024   21:45 Diperbarui: 21 Juni 2024   21:46 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: https://bandungradiostreaming.com/dago-tea-house-baheula

Bandung, Dago Thee Huis,  4 Maret 1957 

 

"Widy!" ucap Syafri ketika memasuki Dago Thee Huis Bandung.   

Namun yang ada di dalam hanya Angga, Hein, Rinitje, Utari, Yoga dan seorang perempuan yang rambutnya dari belakang mirip Widi.

"Widy, Widy, Widy terus, lupa sama kita-kita yang lain," Utari mencibir. "Ya, Mita, kamu disangka Widy."

Angga, Hein, Rinitje dan Yoga menahan tawa. 

Yang disebut Mitha menoleh, wajahnya berbeda dengan Widy. Kulitnya lebih putih.  "Oh, ini yang suka godain Widy?"

"Mitha ini baru kembali dari Malang.  Dia mau kuliah di sini karena orangtuanya kembali kerja di sini," jelas Angga.

Syafri mengulurkan tangan. Mita menyambutnya. "Paramitha Tresnawati."

"Dia adik kelas aku waktu SD," kata Utari.

Syafri memilih duduk di samping Angga. Sementara kursi sebelahnya kosong. Tadinya itu didudki Yoga. Tetapi yang bersangkutan malah pindah ke samping Mitha.

"Widy, nanti menyusul. Habis ini kita nonton musik di Lycieum ya?" kata Hein.

"Ada pertunjukkan apa?"

"Musik klasik. Masa rock n roll terus.  Harus variasi."

"Iya, sih," kata Syafri.  Dia melihat dan dia ikut memesan teh manis.

"Kuenya nggak?" tawar Hein.

"Nggak ah, nanti Widy membawakan kue carabikang buatan dia," jawab Syafri.

Angga yang mau meneguk teh meletakan kembali."Anjeun, jadi semakin suka kuliner Sunda nih!"

Syafri merasa terlalu polos bicara.

"Jadi kamu serius sama Widy, di SMA dia sudah jadi pembicaraan. Dia lulus tahun ini," kata Hein.

"Nikahin saja!" seru Yoga. "Kamu sudah punya kerjaan!"

"Lah, dia kan mau kuliah?" tanya Utari.

"Iya, aku dukung. Perempuan harus maju. Setidaknya tunggu dia sarjana muda. Katanya dia mau kuliah nanti di Universitas Padjadjaran Angkatan pertama di Fakultas Pengetahuan Masyarakat,," ucap Syafri.

"Jadi habis Widy sarjana muda, kamu mau menikahi dia," goda Angga.

Syafri tidak bisa menahan perasaannya. Dia kelepasan bicara.

"Jadi anjeun seserius ya?" tanya Angga.

"Sampai nafas terakhir," jawab Syafri.

Dia merasa bodoh dan ingin memukul kepalanya. Jawaban polos.  Tetapi semua teman-teman geng dia terdiam.

"Ayo kita terus minum teh, Widy kamu silahkan duduk di samping Syafri. Keumaha berdiri terus di belakang Syafri." Angga menyilahkan.

Mojang itu memakai celana panjang dan kemeja kotak-kotak  tersenyum duduk di samping Syafri. Jantung Syafri ingin copot.

"Ini carabikang buat teman-teman, ada cokelat dan stroberi," dia membuka bungkusan kertas roti. Dan memberikannya pertama buat Syafri yang mengambil satu yang cokelat.

"Biasanya kalau kamu makan kue sekali dua," sela  Hein.

"Nggak, ah, Aku Gemini yang kali ini tidak lagi mau mendua," jawab Syafri sambil mengunyah carabikang. Tanggung. Widy sudah mendengar.

Widy menahan geli. "Aa, kalau di rumah rakus."

"Waah, sudah makan bersama calon mertua ya?" seloroh Angga.

Lycieum,  Dago,  Bandung, pukul 19.00

Angga, Mitha, Yoga, Hein, Rinitje dari Geng Bandung Memang Hebat duduk berderet. Syafri agak kesal bisa-bisanya hanya dia dan Widy duduk berdua terpisah dari yang lain. Pasti sudah diatur. Mereka bahkan berada di antara pria berusia di atas 50 tahun pada bagian depan biar menyaksikan dan mendengarkan musik lebih dekat.

Tiga pelajar perempuan keturunan Tionghoa membuka pertunjukkan dengan biola. Irama musiknya begitu halus dan berpadu.

"Blue Danube!" ucap Syafri terpesona.

"Kamu tahu musik itu? Aku rasanya pernah mendengar waktu kecil," timpal Widy.

"Karya Johan Strauss. Sepupuku di Jakarta jago memainkan biola musik waltz.  Itu musik buat dansa," tutur Syafrie.

"Wah, bisa dong buat musik kita berdasa?" kata Widy.

"Tetapi dansa waltz lembut, bayangkan kamu berada di dekat danau dengan daun-daun hijau dengan keheningan lalu musik itu mengalun," terang Syafrie.

"Pernah berdansa waltz?"

"Nggak, tetapi aku pernah diajar istrinya bule."

"Pekerjaan sepupumu apa?"

"Pengusaha juga. Dia orang PSI. Pengagum Sumitro dan Syahrir.  Pergaulannya dengan sesama orang sosialis."

"Mau ajarkan ilmu yang sedikit itu? Aku kan sudah ajarkan rock n roll kepadamu?"

Rupanya pembicaraan mereka didengar bapak dan ibu di dekat mereka.

"Ayo dansa bersama kami," ajak seorang ibu. "Ayolah, jangan malu-malu kalian berdua. Kalian berdua kan duduk di sini sudah didaftarkan berdansa."

Rupanya acara itu ada kejutan. Habis ada pertunjukkan musik pembuka. Ada musik waltz enam pemain biola untuk  empat pasangan dansa.  Syafri dan Widy sempat melirik teman-temannya yang bertepuk tangan memberi semangat. Begitu juga Widy terkejut, bisa-bisanya sepuluh teman sekelasnya hadir di ruangan menyaksikan dengan mengacungkan jempol.

Akhirnya Syafri memegang tangan Widy dan mengajaknya bergerak lembut dan anggun.  Pertunjukkan dansa  ada sekitar lima belas menit. Mereka berkeringat dan disudahi tepuk tangan.

"Sepupu kamu orang PSI, siapa namanya?" tanya seorang Bapak.

"Hanief Andrian," jawab Syafri. "Waktu aku kecil dia mahasiswa Fakultas Ekonomi."

"Waah,Om Kenal. Dua hari yang lalu telepon, katanya dalam dua minggu dia mau ke Bandung. Katanya  sepupunya ada yang mau lamaran? Salam  dari Daniel anak Tomohon."

Ah, lamaran?  Siapa yang lamaran? Setahu Syafri, dia tinggal di Bandung bersama adik perempuannya yang masih SMP.  Adik laki-laki ada di Jakarta masih kuliah di Fakultas Ekonomi.  Anak pamannya di Dago atas dua perempuan duduk di bangku SMP dan SD.

Apa Bustanil sepupunya yang ikut crossboy itu? Oh, tidak,  dia jarang berkumpul. Lagipula dia luntang-lantung, pekerjaannya tukang catut karcis dan pernah masuk penjara. Ayah dan ibunya malas mengurusnya.  Kini dia kabarnya dia ada di Bogor bersama kekasihnya.

Syafri kemudian melirik Widy.  Anak itu tersenyum. "Kemarin ayah dan ibumu ketemu ayah dan ibuku di Rumah Makan Naga Mas di Alun-alun."

Dia ingat ucapan ayahnya. "Apa yang bisa menghentikan Wahang jadi wartawan di negeri yang penuh bahaya ini? Wahang malah memperpanjang kerjanya sebagai wartawan, katanya berhenti Maret."

Walau dia juga bekerja di pertanian, tetapi dia lebih banyak ada di kantor media.  Ayah dan ibunya sudah tahu hanya satu yang bisa menghentikannya.

Sekitar pukul sembilan malam pertunjukkan selesai.  Mereka keluar. Daniel mengajak Syafri mengobrol. Apalagi setelah tahu pekerjaannya wartawan.

"Kamu tahu nggak Kabinet Ali Sastroamidjojo akan jatuh? Kamu tahu 2 Maret lalu  ada Deklarasi Permesta? Oleh Letkol Vetje Samuel. Bekas Pangdam Siliwangi Kawilarang kabarnya juga ikut."

"Ali Sastroamidjojo tahu.  Tapi kalau Permesta belum tahu," kata Syafrie.

"Kamu dari Minang kan?  Bagaimana situasi di sana?"

"Bapak tidak cerita. Setahu aku di Sumatera Barat para tokohnya tidak suka pada komunis, termasuk Syafrudin Prawiranegara."

Mereka kemudian berpisah. Syafri tidak peduli dia mengajak Widy kembali ke kawan-kawannya.  Mereka ternyata sudah di luar aula memberikan tepuk-tangan. Begitu juga teman-teman Widy.

Malam itu mereka nongkrong ramai-ramai makan malam di warung nasi  di kawasan Dago.  Geng Bandung Memang Hebat dengan teman-teman Widy.  Syafri tidak berkutik. Walapun selama makan-makan tidak lagi pembicaraan soal dia dan Widy.  Malah soal pembukaan Universitas Padjadjaran. Tetapi tiba-tiba Angga celetuk.

"Bulan depan mulai puasa," kata Angga. "Biasanya banyak yang menikah bulan Syawal."

Ketika mereka sedang asyik makan. Delapan pemuda bercelana jins datang ke warung itu mengendarai sepeda motor.

"Crossboy?" bisik Hein.

"Celaka,itu yang  pernah berkelahi denganku," ujar Yoga.

Mereka memang mengenali Yoga dan mengepungnya. "Kamu berani juga keluar malam?"

Ada yang mulai menganggu Maria.  Seorang teman yang pria kesal  dan berdiri.  Ada lagi yang memegang bahu Widy.

"Geulis pisan," katanya sambil mengeluarkan nafas bau alkohol.

Syafri gusar  dan menepis tangannya.  Tetapi anak muda itu terus memegang Widy.  Syafri langsung mendorongnya.  Tetapi pemuda itu memukulnya.  Syafri terjatuh dan bangkit lagi, sempat menendang betisnya lalu perutnya.  Pemuda yang lain memukulnya dengan kayu.

Widy berteriak.

"Hadeeuh, masa sih aku harus melayani barudak nakal ini," kata Angga. Dia tidak bisa membiarkan kejadian ini.

Dia pun bangkit bersama Hein dan Yoga, maka perkelahian terjadi. Pemilik warung beteriak.  Syafri menghadapi dua orang. Hidungnya sudah berdarah. Tetapi dia menjadikan dirinya perisai ketika satu orang lagi ingin menarik Widy karena penasaran. Jaketnya nyaris lepas.  Akibatnya Syafri kena pukulan lagi.

Pada saat Syafri terjepit,  dua orang pemuda berambut cepak dan bersepatu lars datang. Seorang di antaranya melihat Syafri jatuh, yang kemudian  dibantu berdiri Widy.

"Oh, ini orangnya Widy, yang jadi pembicaraan" kata orang berambut cepak itu. Ternyata dia adalah sepupunya Widy yang tentara.

Sepuluh orang crossboy terdiam karena dua tentara berpakaian seragam bermunculan.  Rupanya mereka baru dari dari luar kota.

Sepupunya Widy hanya menarik dua mengeroyok Syafri. "Ayo  jangan keroyok dia. Keroyok saya, ayo keroyok saya!" tantangnya sambil mencubit pipi seorang crossboy dengan gemas. 

"Keroyok ya? Kamu boleh pukul saya dulu, baru saya pukul. Ayo syok atuuh! Bikin saya berdarah seperti dia!" Tentara itu menunjuk Syafri. "Ceritanyakan  kalian cowboy jagoan."

Tetapi kedua crossboy tidak berani.  Dia kemudian menunjuk kedua pemuda itu. "Kalau tidak begini saja, masing-masing boleh pukul saya sekali dan tidak saya tangkis. Setelah itu baru saya tangkis dan pukul balik, bagaimana?"

Kedua crossboy itu menuduk. "Ampung Kang!"

"Euuy, sok menjadi cowboy! Nyalinya ciut kalau menghadapi yang lebih kuat!"

Dua belas  crossboy digiring masuk ke truk. "Ikut kami ke markas!" Hardik salah seorang. "Tunjukkan seberapa cowboynya kalian di sana."

Sepupunya Widy menyalami Syafri.  "Terima kasih, kamu melindungi Widy.

Tidak berkata-kata. Lalu menatap Widy. "Aku baru tahu tampangnya malam ini."

"Aku Syafri! Letnan!" Dia menyalami tentara itu. Rupanya Syafri melihat tanda pangkat.

"Herland, ala, kamu  mah nggak usah panggil aku Letnan!"

Hein membayar makanan. Kemudian dengan dua jip rombongan berpisah. Sedangkan teman-teman Widy pakai motor.

Sesampai di rumah Widy, ibunya keluar dengan wajah terperanjat dan wajah cemas. Dia tidak mengkhawatirkan Widy, tetapi Syafri yang wajahnya babak belur.  Hari itu juga dia diobati oleh Ibu Widy dibantu Angga, Utari. 

Setelah itu  Angga mengantarkan Syafri ke kediamannya di kawasan Pasir Kaliki.   Ibunya juga menggeleng kepala. Bapaknya tidak bisa marah lagi.  

"Demi gadis itu lagi ya?" tanya Hamid, ayahnya Syafri kepada Angga.

"Iya Om," kata Angga.

"Onde Mande, Romeo lagi!" terdengar suara tinggi. "Sia anak gadis itu!"

Syafri tersenyum. "Uda Hanief!"

Hanief keluar. Syafri memeluknya dengan hangat.  Angga dan Utari diajak ikut mengobrol  beberapa lama. Rupanya dia baru tiba dari Jakarta. Bisnis Hanief  di bidang hasil bumi cocok dengan Angga.

Pasarminggu, Jakarta, 1 Juli 2014

Puasa hari ketiga. Seharian di kantor mengerjakan tulisan untuk Plesir. Tiba-tiba BBM aku menyala ada yang chat.  Ketika aku membaca namanya, aku terperanjat.

"Ini kan adik kelasku, mantan wartawan juga, kini tinggal di Malang?" gumamku.

Rupanya dia korban perceraian yang tidak sehat dan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari eks suaminya. Dia sudah punya anak.  Padahal waktu bertemu dikenalkan adik kelas juga waktu kuliah, rumah tangganya harmonis? Aku mengagumi rumah tangga mereka. 

Aku juga bingung kok bisa ada harta gono gini dijual tanpa sepengetahuan eks istri?  Lalu ko keks suaminya tega sekali tidak memberikan biaya buat anak dengan layak? Yang kurang ajar pas istrinya keguguran, harusnya jadi anak kedua, eks suaminya jalan-jalan ke luar negeri?  Ceritanya membuat aku mau menangis.

Apa yang harus kuperbuat? Apa aku rekrut untuk koresponden di Plesir? Tetapi apa Nina mau?

Patriaki brengsek. Kalau laki-laki sudah kaya dan tidak menumpang di rumah mertua lagi, sudah punya rumah dan mobil belagu. Lalu menikah lagi dengan orang yang dianggapnya sederajat dengan dia? Aneh.  Eks Suaminya kerja di pertambangan tentu gajinya besar.

Itu yang saya takutkan dari laki-laki dari Sumatera kalau merantau ke Jawa, dapat istri orang Jawa, sukses lalu pulang ke Sumatera ketemu keluarga lalu dikomporin agar punya istri lagi? Mudah-mudahan hanya pikiran buruk aku.  

Bagaimana kalau aku sendiri kalau mapan? Apakah juga akan begitu? Apalagi aku ada di Rasi Gemini yang kerap berdua? Mitos, tetapi kerap ada kenyataannya.

Ah, sepupu aku banyak yang menikah dengan perempuan Sunda atau Jawa? Adik aku juga. Aku teringat Marah Rusli bukan main setianya dengan istrinya. Yang paling seru Muhammad Yamin jadi kuat ke Indonesiaannya setelah menikah dengan perempuan Solo. Awalnya dia buat Andalas Tanah Airku  setelah dia buat puisi Indonesia Tanah Airku. Aku mencoba mengusir prasangka itu. 

Entah berapa jam dia curhat dan aku juga cerita masa laluku.  Tiba-tiba aku ingin dekat dengan dia? Setidaknya sebagai sahabat. Terpikat? Nggak tahu. Sedikit barangkali.

Aku pernah bermimpi buruk tentang masa lalu ketika  Malang dilanda wabah Pes sekitar 100 tahun lalu.  Aku punya pasangan di sana terkena petaka itu. Mengerikan. 

Sebetulnya aku sudah mengusulkan agar liputan edisi kedua ke Malang-Batu biar bisa menjadikan  kawanku  itu sebagai pemandu dan ikut menulis. Tetapi Nina mengincar Yogyakarta pada Agustus nanti yang lebih kuat popularitasnya.   

Setahu aku bangunan bersejarah Yogyakarta memang lebih unggul dari Malang, juga kulinernya.  Yogyakarta punya Kraton dan Taman Sari hingga pusat batik.  Tetapi Malang aku lebih menguasai sejarahnya, setahu aku ada toko-toko dan kuliner tua, seperti Toko Oen dan Rumah Makan Cairo.

Namun aku khawatir toko tua yang aku riset dengan usah payah pada 1990-an tidak lagi ada. Yogya memang lebih unggul menjaga bangunan bersejarahnya sebab siapa pun yang mau investasi dan merombak bangunan bersejarah  di kota ini tidak akan berani bertindak tanpa restu "Ngarso Dalem".

Itu yang aku suka dari Yogyakarta dan aku paling sebal di Bandung yang kurang menghargai bangunan bersejarah. Namun masih lebih baik daripada Jakarta.  Mudah-mudahan di Malang lebih baik.

Apa aku harus cerita dulu pada "R" dulu sebelum memutuskan untuk lebih dekat?  Kebetulan aku mau ke Bandung akhir Juli ini, sebelum ke Yogyakarta.

Rabu, 2 Juli  2014, Perpustakaan Nasional , Salemba

Saat waktu luang, saya punya hobi meriset Pikiran Rakjat tahun 1950-an yang sudah saya lakukan sejak  2011. Penyisiran baru sampai 1956. Bagi aku Bandung itu kota romantis, terutama pada dekade 1950-an,  1970-an dan 1990-an. 

Era 1950-an Bandung sudah  menjadi kota pelajar, ada Fakultas Teknik UI, Universitas Parahyangan, IKIP Bandung, Universitas Padjadjaran, Sekolah Pariwisata serta banyak universitas swasta lain.   Para orang terdidik ini mampu menyerap budaya Barat, tetapi ada juga yang mempertahankan identitas budaya tradisionalnya.

"Kalau Soe Hok Gie menulis Buku, Pesta dan Cinta. Kalau Bandung itu aku bilang Bandung itu adalah  Buku, Dansa dan Traveling, Romantis juga. Seharusnya aku kelas lima SD sekolah di sana bersama adikku, tetapi ibuku  kemudian nggak setuju. Padahal dia mengusulkan awlanya kepada kakaknya," tutur aku pada seorang mahasiswa dari Bandung yang juga riset, entah dari Unpad atau UPI, yang tahun ini berganti nama dari IKIP.

"Apa istimewanya Bandung? Sampai menyesal tidak jadi warganya," tanyanya.

"Dengan banyaknya universitas top di situ, kok Bandung paling macet dan bermasalah soal sampah, tetapi banyak melahirkan musisi, penuh distro, factory outlet dan kafe yang digerakan orang-orang terdidik itu. Aku menyebutnya sebagai 'neo menak', semacam neo priyayi gelombang baru," tutur aku.

"Serius meneliti tentang Bandung?"

"Iya, baru tahun lalu kan akhirnya ada Wali Kota produk booming pendidikan. Wali Kota itu 'neo menak'.   Pemimpin ini  yang aku harapkan membawa perubahan, yang membuat kota menjadi romantis," kataku."Bandung itu hibrida sempurna dari budaya Barat dan tradisional Sunda. Saung Angklung Mang Udjo di antaranya."

Mahasiswa  juga sedang meneliti musik tetapi era 1970-an.  Di antaranya musik rock.  Bandung itu katanya jiwa musiknya rock.  

Dari Perpustakaan Nasional ke Blok M, di sana memenuhi janji dengan Putri dan Utami, dua rekanku di sebuah media televisi video. Aku bekerja untuk tugas tertentu di sana, merangkap Majalah Plesir.   Kami buka puasa bersama  di Ayam Berkah. 

Putri adalah murid aku yang diserahkan oleh senior aku dulu untuk dididik jadi jurnalis.  Aku suka semangatnya dan dia membiayai kuliahnya sendiri dari hasil kerja.  Minatnya pada bidang kesehatan.   Akhirnya Putri aku minta menulis destinasi wisata di Surakarta buat penghasilan tambahannya.

Aku suka ayam goreng Sunda atau Jawa. Kalau di Bandung aku mencari Ayam goreng Merdeka atau Ampera.  Hanya saja variasi menu makanan Sunda lebih banyak sayurnya. Cocok untuk jaga keseimbangan.

"Pak Irvan hiking?" tanya Putri. Kelahiran 1992, dia sudah kularang panggil Pak. Tetapi rupanya Putri segan memanggil Bang, seperti umumnya jurnalis.  Bahkan kemarin adik kelasku saja memanggil nama.

Putri itu suka naik gunung bersama kawan-kawannya.  Dia pernah ke Gunung Lawu, menurut pengakuannya. Kalau aku suka hiking. Kalau ke Bandung aku menyempatkan diri untuk hiking.

Salah satu yang membuat aku penasaran adalah menjelajahi jalur Patrol-Ujung Berung, seperti belakang horizontal Kota Bandung yang rasanya eksotis di internet. Bagaimana kiranya 1950-an? (Bersambung)

Irvan Sjafari

Sumber foto:  https://bandungradiostreaming.com/dago-tea-house-baheula/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun