Elin Halida memeluk Harum. "Terima kasih Ceuh, juga membawa orangtua dan adik-adikku. Saya sudah nggak tahan lagi..." Â Â
Lidya pun memeluk Elin. "Kita senasib. Satu saat mereka akan menerima akibatnya!"
"Menurut Teteh Esti, dia dapat info dari Dewi Tania, koleganya di sjeumlah negara sudah mulai bergerak. Revolusi sudah dimulai hari ini. Mereka menyebar ke Amsterdam, Paris, Bangkok, Hongkong dan kota-kota lain."
"Lalu Alif?"
"Tenang pahlawan kita mendapatkan pahalanya selama di dunia sana. Â Juga hukuman atas kesalahannya pada seseorang. Â Dia akan lama di sini, sekolah konstruksi sosial yang bukan teori.." Harum dengan dingin menyela.Â
****
Delapan penumpang yang tertidur tak menyadari mereka sudah dibawa jauh dengan perahu dan kemudian ditinggalkan di sebuah pulau lain terdampar.  Pandu Pratama, paling dahulu terbangun dan sadar keesokan paginya dan mendapatkan dirinya dikelilingi  beberapa nelayan yang terbengong.  Seorang di antara mereka menunjuk potongan sayap pesawat di kapalnya.
"Waduuh!" itu saja dari mulut Pandu. Â Dia melihat Wan Lahab Wan Jahal terkapar di dekatnya.
"Wake Up Mister!"
Pria itu terbangun setelah disiram air laut.
Meneer Dijikstra dua ratus meter dari mereka bangun  dan kemudian berlutut. "Puji Tuhan!"  Di dekatnya satu keluarga Singapura saling berpelukan. Mereka merasa beruntung tidak ada yang hilang di antara mereka.Â