"Kalau enggak salah tadi suaranya ada di sekitar sini Ton," ujar salah seorang sipir yang berpostur tubuh gendut.
"Bukan Dang, kayaknya  di sebelah sana," jawab sipir bernama Dadang yang bertubuh kurus sambil tangannya menunjuk ke sebuah sel.
Anton pun akhirnya mengikuti saran Dadang. Mereka bergerak dengan hati-hati sambil terus menyorotkan senternya ke berbagai arah secara bergantian.
Sorot lampu senter pria gendut dan kurus itu pun akhirnya terpaku pada sebuah sel bernomor XX.03. Tampak penghuninya terkapar di lantai dengan posisi tubuh tertelungkup tak bergerak. Wajahnya terlihat menempel di lantai. Matanya terlihat sudah terpejam.
"Ton, jangan-jangan Bang Rate sudah mati. Coba hubungi komandan!" Seru Dadang kepada Anton.
Rate adalah singkatan dari "Raja Tega". Itu julukan Imron, penjahat kambuhan yang sudah terbiasa keluar masuk lapas. Sudah tak terbilang jumlah kasus perampokan yang melibatkan namanya. Dia begitu dikenal karena setiap kejahatan yang melibatkan kelompoknya selalu menimbulkan korban jiwa. Namun, berkat kelihaiannya, Imron kerap lolos dari pengejaran polisi dan selalu buron.
Ibarat kata pepatah, sepandai-pandai tupat melompat akhirnya jatuh juga. Imron berhasil ditangkap oleh satuan Buru Sergap (Buser) Polres Bekasi di tempat persembunyiannya di daerah Parongpong, Bandung Barat.
Kejadiannya bermula saat Imron dan kelompoknya baru saja melakukan aksi perampokan terhadap Haji Dullah, seorang juragan ayam potong di daerah Tambun Selatan, Bekasi. Dalam kejadian tersebut, dua  petugas satuan pengaman (satpam) berhasil dilukainya dan dia juga berhasil membawa kabur perhiasan emas seberat 1/2 kg berikut uang senilai Rp 250 juta hasil penjualan ayam hari itu.
Setelah membagi hasil rampokannya, Imron dan kelompoknya berpencar. Anak buahnya menuju Depok, sedangkan dia kabur ke tempat Lilis, istri mudanya di daerah Parongpong, Bandung Barat.
Pelarian Imron terendus oleh pihak kepolisian. Tim buser Polres Bekasi melacak keberadaannya setelah tiga anak buahnya tertangkap terlebih dahulu.
Penyergapan Imron tersebut tidak berlangsung mulus. Pria asal Kota Agung, Sumatera Selatan itu dikenal sadis dan berani. Kemana-mana dia kerap membawa senjata api takitan yang diselipkan di pinggangnya.