Suara anak kecil laki-laki bertanya terdengar sebagai backsound, “Siapa, Ma?”
“Teman Mama.”
“Siapa?”
“Tante Nara. Mau ngomong?”
Tante? Gue sudah tante-tante? Apakah aku membeku dalam kapsul dan tiba-tiba mencair begitu saja dalam kurun waktu berbeda?
“Sori, Ra! Itu anak gue yang paling gede. Elo telat ngasih ucapan selamat. Nasib lo deh, gara-gara kebanyakan bertapa di hutan.”
“Umur berapa, Rat?”
“Minggu depan ulang tahun ke lima, Ra! Elo bisa pulang kan? Anak gue selalu tanya siapa tante Nara. Dia bahkan manggil nyokap lo Oma dan sekarang jadi cucu kesayangannya. Elo mesti lihat, deh!”
Aku tanpa sadar tersenyum. “Bunda katanya sakit?”
“Iya. Penyakit lama, sih! Kambuh karena elo enggak kedengaran kabarnya selama setahun belakangan ini. Biasanya hampir tiap bulan sejak elo pergi-pergian, elo selalu telpon nyokap lo dan mengabarkan kondisi elo. Eh, mendadak hilang ditelan bumi. Apa perlu gue ikut nge-SAR dengan perut buncit begini, Ra?”
“Eh, elo hamil lagi? Gila, tokcer amat!” Aku spontan menoleh pada lelaki itu, yang sekarang sedang mengatur piring di meja makan. Ia mengambil kotak jus Buavita rasa sirsak dari dalam kulkas dan meletakkannya di tengah-tengah meja. Lelaki ini…kenapa terasa berbeda sekali dari yang pernah kuingat? Beberapa hal masih sama, beberapa hal mungkin terlupakan, tapi ini…yang ada di hadapanku sedang berlaku sebagai lelaki idaman para perempuan: suami yang baik, perhatian, bisa memasak (walau hanya nasi goreng barangkali). Apakah waktu sedemikian ajaib merubah karakter orang?