“Jangan terlalu banyak bergerak dulu” kata dokter yang tiba-tiba sudah ada disitu, mungkin dipanggil sama Piyu.
“Ann, aku di mana? Kok ada dokter sih? Tadi siapa yang menang?” tanya Raisya polos. Mendengar itu, Anna dan dokter menahan tawa. Raisya... Raisya, disaat seperti ini masih sempat menanyakan siapa yang menang? Ada-ada saja. Sementara Piyu mulai bisa bernafas lega.
“Anda sedang dirawat di ruang kesehatan, karena tadi anda pingsan cukup lama, tapi syukurlah sekarang sudah siuman,” jelas dokter. Raisya tampak mengerti.
“Syukur deh, Kamu sudah siuman, sorry ya tadi...” ujar Piyu meminta maaf. Menyadari Piyu ada di situ, Raisya sedikit tersentak, jantungnya berdegup lebih kencang.
“Pusiiing... aduuuhh...” Raisya mengaduh, sambil memegangi kepalanya. Wajah Anna dan Piyu kembali tegang, kepanikan kembali mereka rasakan. Dokter langsung memeriksa Raisya.
“Tidak apa-apa, hanya efek benturan saja,” jelas dokter, “sebaiknya diantar pulang dan istirahat di rumah, Insya Allah besok sudah pulih kembali.”
“Iya, Dok,” jawab Piyu dan Anna hampir bersamaan. Mereka pun mengemasi barang-barang Raisya, dan setelah semua siap, Raisya diantar pulang naik motor Piyu.
Piyu membonceng Raisya dengan kecepatan sedang. Mungkin untuk kehati-hatian agar kondisi Raisya tidak semakin parah. Ia tidak mau menambah kesalahannya lagi. Sementara perasaan Raisya menjadi tidak karuan. Betapa tidak! Ia sungguh tidak menyangka bisa dibonceng sama Piyu, naik motor kesayangannya, dan hanya berdua saja! Ia tak percaya kalau dirinya akan mengalami hal seperti ini. Ini seperti mimpi. Bahkan sebelumnya dalam mimpi pun ia tak berani berkhayal sejauh ini. Bukankah selama ini Piyu tak pernah sedikitpun mempedulikanya? Saat itu juga Raisya merasa sudah sembuh. Pusingnya hilang.
“Di depan ke arah mana?” tanya Piyu, mengingat di depan ada perempatan. Ia belum tahu pasti alamat rumah Raisya. Tapi, tidak ada jawaban dari Raisya.
“Hai...! Di depan ke arah mana?!” tanya Piyu lagi sambil menyenggol Raisya.
“Husy!” Raisya tersentak, Piyu malah tersenyum.