“Thanks ya, Ann.”
Dan, meskipun Piyu masih sering bersikap tak acuh, Raisya tetap bergeming! Ia terus maju memperjuangkan cintanya. Ia tak peduli dengan apa yang digunjingkan teman-temannya. Ia berkeyakinan, suatu saat Piyu akan berubah dan menerimanya.
Dan di akhir semester 8, angin segar mulai menerpa wajah Raisya. Sepoi-sepoi, mendamaikan hatinya yang selama ini terasa gundah. Semuanya bermula saat ada jam kosong di kampus. Di tingkat akhir seperti ini memang perkuliahan hanya tinggal sedikit, selebihnya dipakai untuk penelitian dan menyusun skripsi.
Sambil menunggu jadwal berikutnya, dan juga mendinginkan otak yang digunakan untuk berpikir terus, iseng-iseng anak lelaki bermain basket. Anak perempuan ikut menonton. Mereka memanfaatkan momen seperti ini untuk tertawa, bercanda, bersama, karena mereka menyadari, mungkin sebentar lagi akan berpisah.
Permainan di lapangan semakin seru, mereka bermain kompak, meski terkadang diselingi tingkah mereka yang menggelikan, seperti Restu yang menarik baju Raka, sampai hampir melorot, Ivan yang sepatunya lepas terinjak Dani padahal sedang shoot ke dalam keranjang, dan banyak lagi. Membuat suasana semakin heboh, dan gelak tawa bersahutan.
Suatu ketika, Piyu menguasai bola, ia men-drible dengan lincah, dan berhasil menerobos pertahanan lawan. Ia pun bersiap memasukan bola ke dalam keranjang, namun tiba-tiba Dimas datang menghadang hingga gerakannya menjadi terbatas, Piyu pun memutuskan mengoper bola ke Yoga yang berada di dekat keranjang. Di saat itulah ia terpeleset, bola yang dipegangnya melesat tidak terarah, dan tepat mengenai kepala Raisya yang duduk dipinggir lapangan. Seketika Raisya pingsan.
Suasana berubah panik, permainan dihentikan. Raisya segera dibawa ke ruang kesehatan. Untunglah, dokter jaga sedang tidak sibuk, jadi Raisya bisa langsung ditangani. Piyu tidak bisa menyembunyikan kepanikannya. Ia tampak gelisah, karena jika sampai terjadi sesuatu dengan Raisya, mungkin dirinyalah yang patut dipersalahkan. Mudah-mudahan, Raisya tidak kenapa-napa, ratapnya dalam doa. Di ruang kesehatan, hanya Piyu dan Anna yang menunggui Raisya, karena teman-teman lain harus mengikuti perkuliahan berikutnya.
Tak berapa lama, kepala Raisya tampak bergerak-gerak, Raisya siuman. Perlahan-lahan ia membuka matanya, masih remang-remang, banyak bintang, dan hanya ada bayangan. Kepalanya terasa pusing.
“Sya, Sya....” Samar-samar terdengar suara memanggilnya, ia pun membuka matanya lagi, ternyata Anna, sahabatnya. Tapi kenapa Anna jadi ada dua?
“Ann...” panggil Raisya pelan.
“Iya, Sya, Kamu sudah sadar? Syukurlah...” kata Anna sambil mendekati Raisya, lalu memegang keningnya.