“Iya, Sya,” jawab Anna, juga dengan suara lirih.
“Sakiiitt... sesek banget....” ungkap Raisya sambil meletakkan tangannya di dada, tak terasa air matanya menetes kembali. Anna segera memberikan gelas yang masih dipegangnya, untuk diminum Raisya.
“Ya udah, jangan dipaksa, kamu istirahat aza dulu, hari ini libur, kan?” saran Anna. Sebenarnya ia tidak membutuhkan jawaban, karena memang dimana-mana kalau hari Minggu, kantor pasti libur.
“Piyu, Ann... dia, dia, dia udah nolak aku, semalem...” bisik Raisya dengan suara tersendat-sendat, lidahnya seolah tercekat. Ia merasa sulit mengatakan ini, sesulit menerima kenyataannya.
“Yang bener, Sya? Masa sih? Bukannya...” seru Anna kaget. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan sahabatnya. Tapi, justru, Raisya segera mengangguk, membenarkan. Mungkinkah disaat seperti ini, Raisya berbohong?
“Yang bener, Sya?” selidik Anna, masih belum percaya sepenuhnya. Raisya pun kembali mengangguk.
“Kalau begitu, Piyu memang keterlaluan!” umpat Anna kesal, “Kok bisa sih Sya? bukannya kemaren di telpon, Kamu bilang, kalau akhirnya Piyu akan ngajak Kamu dinner, setelah sekian lama Kamu menunggunya?” lanjutnya masih kesal. Anna masih ingat pada hari Sabtu kemarin, Raisya meneleponnya dengan riang, katanya malam Minggu tadi, Piyu akan mengajaknya dinner di Honey Cafê, sebuah tempat yang cukup familiar di kota Bandung, dan biasa dikunjungi pasangan-pasangan yang menginginkan suasana romantis dan previlage. Tidak mungkin Piyu mengajak Raisya ke situ, kalau tidak ada moment yang special. Tapi, lagi-lagi Raisya mengangguk.
“Aku gak ngerti, Sya, apa sih maunya si Piyu itu!” rungut Anna masih kesal. Raisya menggeleng.
“Aku juga tidak tahu, Ann, kok dia tega sih ngomong begitu sama aku?” sesal Raisya seperti pada dirinya sendiri, suaranya terdengar semakin parau. “Kurangnya aku apa, coba?!”
“Jadi, semalem, Piyu ngajak kamu dinnercuma buat itu?! Aku bener-bener gak ngerti!” rungut Anna lagi. Lalu meminum air putih yang masih tersisa di gelas, sampai habis. Dan setelah kosong, segera menaruhnya di meja.
“Aku juga gak ngerti, Ann, padahal aku udah excited banget, begitu Piyu ngajakin aku dinner tadi malem. Makanya aku langsung telpon Kamu, aku pikir, dia bakal nyatain cintanya sama aku, tapi ternyata, bukan untuk itu Ann, tapi justru, buat nolak aku. Hiks hiks hiks...” jelas Raisya diakhiri dengan tangisan, mungkin terbayang lagi kesedihannya, “Ann, dia bilang, katanya, aku... aku bukan tipe dia, hiks hiks hiks... dan dia minta, supaya aku melupakannya...” lanjutnya disela isaknya yang kembali mengeras, “Aku harus gimana coba, Ann? Aku sakit...!” lanjutnya lagi, sambil menyeka air matanya yang sudah menggenang di pipi.