“Kenapa Vit?! Kok muka Lo asem gitu?!” tanya Rico pada suatu sore, di studio, begitu Vita muncul di pintu.
“Iya, udah mah datenganya telat lagi! Ada apa lagi sih, Non?” selidik Ifany.
“Brengsek!” jerit Vita marah.
“Udah, nyantei aza dulu... sok cerita, ada apa?” tanya Bayu bijak, lalu mendekati Vita dan mengajak duduk di lantai, yang lain mengikuti. Mereka pun duduk lesehan, membentuk lingkaran kecil. Diantara mereka berlima, Bayu memang yang paling dewasa, makanya tak heran kalau sering dituakan. Bukan hanya urusan band saja, tapi juga untuk urusan lain, termasuk urusan pribadi. Tapi bukan berarti Bayu bebas mengatur teman-temannya, dia cukup tahu diri untuk masuk wilayah pribadi seseorang, makanya teman-temannya merasa nyaman kalau mau sharing sama dia.
“Masa sih Bay, orang itu masih miskol-miskol gue?! Padahal gue kan udah ganti nomor, bahkan sampai berkali-kali! Lama-lama gue kesel, tahu?! Siapa sih tuh orang? Biar gue wejek-wejek!! Huh...!!” kekesalan Vita langsung tertumpah. Bayu dan yang lain hanya mendengar, membiarkan Vita puas mengeluarkan semua unek-uneknya.
“Ini gila, kan?! Dari mana coba dia tahu nomor gue?!” sengit Vita. “Gue bener-bener ngerasa terganggu! Sangat terganggu! Pikiran gue pun gak bisa fokus! Kalau terus-terusan begini, gimana gue bisa konsen sama latihan dan sama kuliah gue?! Kalian jangan diem aza dong! Bantu gue! Gimana kek...” akhirnya bola-bola bening menggelayut di mata Vita, sebentar lagi pecah.
“Iya Vit, kita pasti bantu Lo, tapi kita belum tahu apa yang harus kita lakukan,” ujar Ifany bingung, Arya dan Rico juga tampak berpikir keras, mencari solusi.
“Sebentar lagi kita audisi di depan produser, buat penentuan akhir, gue gak mau, gara-gara gue ini, band kita gak jadi rekaman. Gue gak mau impian kita hilang...” ungkap Vita haru, dan bola-bola bening itu perlahan pecah, mengalir membasahi pipinya. Vita menangis.
“Iya Vit, gue juga gak mau kesempatan kita hilang. Kita tinggal selangkah lagi untuk menggapai mimpi kita. Lo mesti kuat ya? Jangan dipikirin terus, jangan dimasukin di hati, ya?” Ifany menenangkan, lalu merebahkan kepala Vita di bahunya. Kebetulan Ifany duduk di dekat Vita.
“Tapi, gue ngerasa diteror Fan, malah sekarang-sekarang ini dia sering sms gue, bilang sayang gue lah, cinta gue lah, atau ngirim kata-kata mutiara gitu,” tutur Vita, di sela-sela isaknya, “Malah tadi pagi, gue dapet kiriman bunga sama coklat. Anehnya, dia selalu tahu tentang gue!”
“Maksud, Lo?” tanya Rico.