“Iya, tapi selalu dimatiin dari sana,” terang Vita.
“Ya udah, Lo gak usah angkat aza, atau Lo matiin hp Lo,” saran Ifany.
“Gue juga mikir gitu, tapi kalau dimatiin, gue takut bokap-nyokap gue nelpon,” sangkal Vita, beralasan.
“Iya juga ya, bokap-nyokap Lo jauh sih, di Belanda sana, takutnya ada telpon penting, dan ngedadak ya...” ralat Ifany.
“Nah itu, Lo pinter!” pekik Vita. Ifany senyum.
“Atau gini aja Vit, kalau ada apa-apa suruh aza mereka nelponnya ke nomor rumah! Gimana?” seru Ifany memberi saran. “Pinter kan gue?!” lanjutnya sombong.
“Itu kalau gue lagi di rumah, trus kalau gue lagi di luar gimana? Lagi kuliah atau lagi show misalnya, jadwal showkita dan jadwal mereka nelpon, belum pernah dibikin skedulnya kan?!” sanggah Vita lagi.
“Kan ada pembantu Lo?! Ya pasti dia yang angkat lah!” terang Ifany ngotot.
“Kalau mereka pengen ngobrolnya sama gue? Udah lah, gue udah pikirin semuanya, dan gue belum nemu caranya. Emang sialan aza tuh orang! Kalau gue tau orangnya, bakal gue wejek-wejek, biar jadi bubur!” rungut Vita kesel bercampur greget.
“Gini aza Vit, hp Lo pake getar aza, gak usah pake ringtone” usul Rico, yang dari tadi menjadi pengamat perdebatan antara Vita dan Ifany.
“Sama aza, Dodol! Kalau mereka nelpon, dan gak kedengeran sama gue, gimana?” sergah Vita, seolah tidak menerima usul Rico.