“Gimana gue gak panik coba? Dia tuh selalu tahu yang gue lakukan! Gue ngerasa terancam!” sengit Vita lagi, masih dengan ketakutannya.
“Iya...iya..., gue tahu, tapi Lo kudu tenang ya..., pasti akan ada jalan keluarnya...” Bayu masih terus berusaha menenangkanVita.
“Bay, selama ini, Lo yang kita anggap paling dewasa, gue mesti gimana? Semua cara buat menghindar udah gue coba, bahkan cara baik-baik pun udah gue tempuh, tapi dia tetep aza muncul di hidup gue! Pusing, tahu?!!”
Bayu terdiam, mungkin sedang berpikir, hal ini memang tidak bisa dibiarkan terus-terusan, kasian Vita, bisa terganggu mentalnya.
“Yang jelas, Lo mesti tenang, kita semua pasti bantu, nyari solusi yang tepat buat Lo. Lo gak usah khawatir, ok. Gak akan terjadi apa-apa, percaya sama gue, ya! Yang penting sekarang, kita mesti istirahat, untuk memulihkan stamina kita, masih banyak yang harus kita lakukan...” pungkas Bayu tegas. Vita mengangguk.
“Sini, Ar, gue jadi penasaran,” kata Ifany sambil mengambil HP Vita yang masih di tangan Arya, “Gue mau telpon dan bilang sama dia supaya jangan ganggu Vita lagi, lama-lama kesel juga!”
Ifany pun memilih nama si miskolers dan memijit tombol yes. Semua diam, membiarkan Ifany bereksperimen. Panggilan pun terhubung. Bersamaan dengan itu, terdengar bunyi ringtone di saku Bayu. Kontan semua mata tertuju pada Bayu. Berbagai pertanyaan berkecamuk di benak masing-masing. Seketika rona wajah Bayu berubah. Bayu terlihat gugup sekali, ia jadi salah tingkah.
“Bay...?!” tanya Ifany memecah sunyi. Bayu hanya diam. Wajahnya tertunduk. Lalu Fany memutus panggilan, seketika ringtone di saku Bayu pun berhenti.
“Lo, Bay?” tanya Arya dengan rasa tidak percaya. Bayu masih terdiam.
Vita tidak berkata apa-apa, dia hanya menatap lekat ke arah Bayu. Akhirnya misteri ini terjawab, dan Bayu-lah si miskolers itu. Berbagai perasaan bercampur baur di dadanya. Sungguh tidak menyangka, kalau ternyata Bayu yang selama ini menjadi Secret Admirer-nya. Bayu semakin gugup, rupanya dia lupa mematikan hp yang biasa dipakai buat miskol Vita. Suasana menjadi sedikit tegang. Angin berhembus perlahan, menerpa wajah-wajah mereka, hanya hembusan nafas yang terdengar.
Bayu mengangkat muka, “Iya, gue, gue yang selama ini miskolin Vita...” Bayu mengakui perbuatannya.