“Tapi Fan, gue juga diomelin sama nyokap gue, karena beliau nelpon gue tiga kali dan gak keangkat sama gue, hp nya kan gue taroh di tas, jadi gak kedengeran...” keluh Vita datar, terasa sekali ada sesal dalam nada suaranya.
“Waahh, terus gimana? Beliau marah dong? Kasian camer gue?!” seloroh Rico lagi, masih becanda.
“Enak aza camer!” sangkal Vita keki. “Ya iya... nyokap gue marah, soalnya mau ngasih tahu kalau gue harus nonton TV kabel saluran 8, karena ada liputan live tentang perusahaan tempat bokap gue kerja, dan bokap gue termasuk staf yang diwawancarai karena dinilai sukses dalam mengelola perusahaan.”
“Terus gimana? Lo keburu nonton?” tanya Ifany.
“Enggak Fan, gak keburu,” sesal Vita sedih. “Makanya gue mau pake ringtone aza, biarin lah,” lanjutnya pasrah.
“Lo gak rencana ganti nomor?” tanya Rico, serius
“Ada sih, tapi nomor ini kan udah kemana-mana, ke seantero jagat raya. Trus gue mesti hubungin mereka satu-satu untuk ngasih tahu kalau gue ganti nomor, gitu? Males gue!” tolak Vita.
“Ya, Lo gantinya pelan-pelan aza, Vit. Lo jangan langsung buang kartu itu, tapi masih Lo pake buat nerima telpon/sms. Nah, kalau Lo mau bales, Lo pake nomor Lo yang baru, sambil bilang, kalau Lo ganti nomor, ok” jelas Rico. Vita dan Ifany tampak mengerti.
“Ya udah deh, aku coba, tar abis dari sini anter gue nyari kartu perdana ya, Fan?” ajak Vita pada Ifany. Ifany mengangguk.
Dan setelah selesai dari studio, Vita dan Ifany langsung melesat ke counter HP untuk nyari nomor yang baru buat Vita.
***