"Ingat kata pesohor, nggak ada persahabatan antara lelaki dan perempuan yang murni. Pasti ada rasa yang dipendam."
"Apaan, Mbak! Kamu itu hobi tontonan gosip. Jadi kamu anggap semua yang ada di sekitarmu seperti pada tontonanmu itu!" ucapku kesal.
Mbak Yani tersenyum usil. Sementara teman lainnya menertawakannya karena memang kami sudah mulai saling mengenal kebiasaan satu sama lain.
"Biarin Yani bicara sesukanya, Tya. Cuekin saja!" Hida menepuk bahu kiriku.
***
Ting!
Notifikasi di handphone kudengar, namun aku malas membukanya. Aku ingin istirahat dulu di kos Lia, adikku. Aku sudah janji padanya kalau ke posko setelah dia pulang kuliah.
"Tya, kita dicari Pak Ketua!"Â
Mbak Yani terlihat panik. Kuhela napas panjang.
"Kamu ke posko duluan saja, Mbak. Aku nyusul!"
"Maksudmu gimana? Aku kan cuma bonceng kamu."